Akhir Bulan Suro Warga Kampung Bubutan Gelar Tradisi Sedekah Bumi
Mengakhiri bulan Suro di penanggalan Jawa, warga di Kelurahan Babatan memiliki tradisi yang hingga kini dilestarikan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Mengakhiri bulan Suro di penanggalan Jawa, warga di Kelurahan Babatan memiliki tradisi yang hingga kini dilestarikan.
Yaitu menggelar kegiatan sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil pertanian yang ada di wilayah kampung mereka.
Sejak pagi, Minggu (22/10/2017), warga RW 1 dan RW 1 Kelurahan Batatan Kecamatan Wiyung sudah dibuat sibuk.
Warga dari 15 RT dari dua RW tersebut dengan guyub dan gotong royong bersama-sama menyiapkan gunungan giriwaluyo yang terdiri dari sayur-sayuran, buah, dan juga hasil pertanian di Kampung Babatan.
Baca: Anak Sapi Sugiyat Berkepala Dua Tapi Tak Dapat Berdiri, Makannya Disuapi
Aneka hasil bumi itu disusun dalam gunungan setinggi hampir tiga meter. Gunungan itu diarak dalam pawai Sedekah Bumi Kampung Babatan.
Setidaknya ada sebanyak 1.500 warga yang ikut mengarak gunungan giriwaluyo.
Menambah kesemarakan pawai sedekah bumi kali ini, mereka menampilkan aneka budaya Indonesia dari sabang sampai merauke.
"Tema tahun ini adalah kebhinekaan. Tema ini sengaja kami pilih agar semakin menanamkan semangat kerukunan antar warga. Kita semua berasal dari keberagaman, tapi tetap satu dan guyub," kata Ketua Panitia Sedekah Bumi Kampung Babatan Agung Sutiyono.
Baca: Populernya Selingkuh di Jepang Sampai Jadi Nama Sebuah Kota
Ada peserta berwakilan dari RT yang menampilkan budaya adat Jawa Timur, ada yang menggunakan kostum agama Hindu, lalu juga ada yang membuat ogoh-ogoh.
Ada pula yang mengenakan pakaian adat ala masyarakat Papua dengan mengecat seluruh tubuh dengan cat dan baju berbahan jerami.
Di sepanjang rute pawai yang melintas di Jalan Menganti Babatan jajaran warga sudah menunggu untuk menyaksikan pawai sedekah bumi yang digelar satu kali dalam setahun ini.
Salah satu yang menjadi favorit warga adalah penampilan peserta pawai yang membawa patung kertas berbentuk naga yang panjang.
Tidak hanya itu, patung kertas garuda raksasa juga ramai dijadikan objek untuk berswafoto.
"Persiapan untuk menggelar sedekah bumi ini sudah kami lakukan sejak tiga bulan. Kami mulai melakukan sosialisasi dan juga persiapan bersama warga untuk membuat property pawai," ucapnya.
Namun, yang terpenting dari ajang ini, menurut Agung adalah upaya untuk mengguyubkan warga.
Sebagaimana sehari-hari warga sibuk dengan kegiatan yang berbeda-beda, namun dalam momen ini, mereka diajak untuk berkegiatan di satu ajang yang sama.
Baca: Peran Dukun di Balik Pengungkapan Kasus Bom Bali 15 Tahun Lalu
"Dengan guyub, maka warga kampung akan sama-sama rukun. Itu goal dari kegiatan kampung ini," kata dia.
Salah satu peserta pawai, Supriyono, mengaku antusias dengan sedekah bumi ini.
Dengan berkostum Pangeran Diponegoro, ia menduplikat penampilan dan gaya pahlawan tersebut. Termasuk dengan udeng yang dibuat dari kain sorban.
"Dengan dibantu dari warga yang pandai di bidang teatrikal, ini sengaja pakai kostum Pangeran Diponegoro. Mulai bajunya yang serba putih, udeng dan juga tongkat," kata Supriyono.
Menurutnya momen ini selalu ditunggu untuk menjadi kegiatan bersama warga kampung. (Surya/Fatimatuz Zahroh)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.