Wanita Prostitusi Online di Aceh Tidak Bisa Dijerat Qanun Syariat Islam, Ini Alasannya
Mereka dibekuk pihak kepolisian atas pengembangan kasus setelah tertangkapnya AI (24) pria yang berprofesi sebagai germo dalam praktik pelacuran
Penulis: Subur Dani
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Subur Dani
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Tidak dilimpahkannya kasus wanita yang terlibat dalam prostitusi online yang berhasil diungkap Polresta Banda Aceh baru-baru ini, tentu menjadi pertanyaan banyak kalangan.
Warganet di jejaring sosial bertanya-tanya mengapa wanita yang ditangkap itu tidak dilimpahkan ke Satpol PP WH lalu kemudian dijerat dengan qanun syariat Islam.
Diberitakan sebelumnya, tidak dilimpahkannya enam wanita muda itu ke WH,karena mereka tidak tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan melanggar syariat.
"Nggak bisa kita limpahkan yang ini. Dia itu kita limpahkan kalau mereka tertangkap tangan, kalau ini tidak," kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol T Saladin.
Menurutnya, mereka dibekuk pihak kepolisian atas pengembangan kasus setelah tertangkapnya AI (24) pria yang berprofesi sebagai germo dalam praktik pelacuran terselubung itu.
Baca: Terenyuh! Karyawan Restoran Ceritakan Kisah Persahabatannya dengan Driver Ojek Online, Bikin Nangis
Lantas bagaimana sebenarnya penjelasan pihak Satpol PP WH dalam kasus tersebut?
Kasi Penegakan Perundang-undangan Peraturan dan Syariat Islam, Satpol PP WH Banda Aceh, Evendi A Latif mengatakan, sulit memang untuk menjerat para wanita itu dengan qanun syariat Islam.
Sama seperti penjelasan Kapolresta, bahwa keenam wanita itu tidak tertangkap tangan atau tertangkap basah melakukan perbuatan melanggar syariat.
Ia menjelaskan, ada tiga tingkatan perbuatan melanggar syariat terkait hubungan non muhrim.
Pertama adalah khalwat, di mana petugas Satpol PP WH atau masyarakat menemukan pasangan non muhrim dalam sebuah ruangan dan sedang berdua-duaan.
Baca: Pasangan Bukan Muhrim Dipergoki Warga Begituan di Pinggir Tambak
"Ini hanya berdua-duaan saja tidak buka baju dan tidak ngapa-ngapain, itu namanya khalwat," kata Evendi.
Selanjutnya ikhtilat. Tingkatan ini, pasangan non muhrim ditangkap tangan sedang bercumbu, ciuman, buka baju atau celana dalam sebuah ruangan.
"Nggak ada pakaian di badan, baik celana maupun baju," katanya.
Sedangkan tingkatan paling tinggi adalah zina. Di mana pasangan non muhrim ditemukan sedang melakukan hubungan badan.
"Ini cambuknya 100 kali. Tapi ini sulit kita dapati, biasanya mengaku sendiri di pengadilan baru kemudian diputuskan zina," sebut Evendi.
Sedangkan untuk kasus prostitusi online itu, hasil koordinasinya memang diakui tidak bisa dijerat dengan qanun syariat Islam.
Sedangkan untuk AI, germo yang ditangkap tangan itu baru bisa dijerat dengan qanun syariat Islam jika terdapat bukti, bahwa wanita-wanita yang ia koordinir terbukti melakukan perbuatan tersebut.
"Ini bisa dijerat dengan pasal penyediaan tempat, tapi harus terbukti dulu," pungkasnya. (*)