Tuntutan JPU KPK Terkait Pidana Tambahan Bekas Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Tidak Terbukti
Dwi Widodo terbukti menerima hadiah Rp524,35 juta, voucher hotel senilai Rp10,807 juta dan 63.500 ringgit untuk pembuatan paspor
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Majelis Hakim tidak mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut terdakwa Atase Imigrasi Kedutan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) 2013-2016 Dwi Widodo untuk membayar uang pengganti pada kasus korupsi pengurusan 'calling visa' di KBRI Kuala Lumpur yang berasal dari negara-negara rawan dan 'fee' dari pembuatan paspor metode 'reach out' untuk para TKI di Malaysia.
Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Widodo dihukum membayar uang pengganti Rp535.157.102 dan RM27.400.
Majelis hakim berpendapat bahwa pada kasus tersebut tidak ada kerugian negara sehingga tidak tepat jika Dwi Widodo dituntut membayar uang pengganti.
"Maka dari itu terdakwa tidak dapat dihukum untuk mengganti kerugian keuangan negara," kata Hakim Anggota, Sofialdi saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Baca: Prihatin, KPK Minta Seluruh Instansi Pemerintah Aktif Cegah Korupsi
Menurut Sofialdi, baik dari pembelaan pribadi Dwi Widodo dan keterangan saksi dan bukti-bukti persidangan telah diperoleh fakta bahwa perbuatan Dwi Widodo tidak menimbulkan kerugian keuangan negeara.
Maka, tuntuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak terbukti.
Pada kasus tersebut, Dwi Widodo divonis pidana penjara 3 tahun enam bulan penjara denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Dwi Widodo terbukti menerima hadiah Rp524,35 juta, voucher hotel senilai Rp10,807 juta dan 63.500 ringgit untuk pembuatan paspor.
Vonis tersebut lebih rimgan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut lima tahun dan denda Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan.
Perbuatan Dwi dinilai tidak mendukung program Pemerintah dalam pogram pemberantasan tindak pidana korupsi, menurunkan citra bangsa di luar negeri.
Dwi Widodo terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimaa diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Terhadap putusan tersebut, baik terdakwa dan jaksa menggunakan waktu yang diberikan hakim selama tujuh hari untuk mempertimbangkan apakah menerima putusan atau mengajukan banding.