Begini Kata Ganjar Soal Formula UMK di Jawa Tengah
Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah pada 2018 ditetapkan sebesar Rp 1.486.065.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah pada 2018 ditetapkan sebesar Rp 1.486.065.
Angka tersebut naik Rp 119.065 atau 8,7 persen dibanding UMP pada 2017 sebesar Rp 1.367.000.
Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Jateng menilai tak relevan menetapkan kenaikan UMP sebesar 8,7 persen merujuk PP 78 tahun 2015, dan surat edaran Menaker tentang inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Bisa dikatakan tidak sejalan dengan amanat UUD 1945 dan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Di mana upah dilaksanakan mestinya untuk pencapaian kebutuhan hidup layak yang mampu menyejahterakan pekerja/buruh,” kata Sekretaris DPW KSPN Jateng, Heru Budi Utoyo, Rabu (1/11/2017).
Terlebih, lanjutnya, di Jateng yang upahnya masih tergolong rendah dan masih jauh dari kebutuhan hidup layak, harusnya ada penyesuaian terlebih dahulu sehingga tidak terjadi ketimpangan dengan provinsi lain.
Namun jika UMP di Jateng sudah ditetapkan dengan besaran kenaikan 8,71 persen dari UMP sebelumnya, maka pihaknya berharap Gubernur Jateng berani menetapkan UMK di 35 Kota/Kabupaten di Jateng sesuai hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
“Maksudnya, KHL prediksi bulan Desember 2017 di masing-masing daerah, dan ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga di Jateng ini akan mampu mengejar ketertinggalan tingkat upahnya dengan provinsi lainnya,” kata Heru.
Ia menambahkan, jika saat ini UMP telah ditetapkan, tentu yang paling menentukan adalah UMK.
Maka, KSPN berharap gubernur menyetujui UMK usulan dari kabupaten dan kota nantinya, juga memperhatikan angka prediksi KHL 2017.
“Harapan kami, UMK usulan dari kabupaten dan kota yang nantinya harus disetujui gubernur juga memperhatikan prediksi KHL 2017,” harap Heru.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, pihaknya telah menetapkan UMP Jateng pada 2018 pada 31 Oktober 2017 lalu, dengan nominal Rp 1.486.065, atau naik 8,7 persen dari tahun ini Rp 1.367.000.
“Sudah kita tetapkan. Formulanya menggunakan PP (PP 78 tahun 2015). Rumusnya simpel, kita pakai upah buruh yang sekarang kita bagi UMK, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Sedangkan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi terakhir yakni 3,99 persen inflasi, dan 4,72 persen kenaikan ekonomi secara nasional.
“Paling fair maka pakai formula saja, sebab buruh tentu minta lebih tinggi sedangkan pengusaha minta lebih rendah,” kata Ganjar.
Namun, selama ini yang dijadikan dasar untuk pemberian upah adalah UMK. Sebab UMK lebih mendekati kebutuhan masyarakat di daerahnya masing-masing.
“Karena UMK mendekati kebutuhan masyarakat. Sebab antara Kota Semarang dengan Banjarnegara bedanya jauh, maka kita dorong ke UMK saja,” katanya.