Mengingat Pangeran Diponegoro, Sosok Pemimpin Humanis, Tangguh Sekaligus Humoris
Pangeran dari Bumi Mataram ini begitu tangguh di medan peperangan namun berhati lembut dan humanis.
Editor: Ferdinand Waskita
Naskah klasik ini ditulis Diponegoro saat ia diasingkan ke Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833 dan menjadi acuan Roni untuk semakin dalam mengenal sosok eyangnya.
Baca: Panglima TNI Yakin Masyarakat Sepakat Anugerah Empat Pahlawan Nasional
Dalam babad itu di antaranya juga mencantumkan sisi perkasa seorang Diponegoro di medan peperangan.
Dalam suatu pertempuran melawan penjajah asing, Diponegoro dan pasukannya dihujani tembakan oleh pasukan musuh.
Peluru berdesing melesat di udara mencari sasaran dari pasukan Diponegoro.
Namun, bukannya merasa ketakutan dan kesakitan, Diponegoro justru menganggapnya seperti hujan pasir yang mengenai punggungnya.
Selanjutnya, Diponegoro dan pasukannya mencoba berlindung di balik pepohonan.
Diponegoro dan pamannya, Raden Ngabehi Joyokusumo lalu adu cepat berlari ke pohon kweni yang tersisa untuk perlindungan.
Diponegoro kalah cepat dan akhirnya hanya berlindung di balik pantat pamannya itu seraya berujar enteng bercanda; 'yang lebih tua akan mati duluan'.
Di sinilah sisi humoris seorang Diponegoro terlihat.
"Pada bagian itu, Diponegoro menunjukkan kesaktiannya sekaligus juga sisi humorisnya di tengah suasana yang serius. Ia semakin terlihat sebagai sosok manusia yang apa adanya. Bisa kuat, bisa juga lemah dan bersedih, seperti halnya ketika Diponegoro meratapi kematian pamannya itu," kata Roni.
Baca: Danau Toba Tawarkan Paket 4-5 Hari, Cek Lokasi Wisata yang Bisa Dikunjungi
Menurutnya, Diponegoro adalah sosok yang tak segan untuk menyebutkan kekurangannya sendiri.
Berani berbuat sekaligus berani bertanggungjawab.
Sikap seperti itu menurutnya harus menjadi pegangan bagi semua pemimpin saat ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.