Inspiratif, Warga di Sleman Ini Gunakan Daun Asli Sebagai Motif Batik
Berjajar kain batik bercorak menarik terpajang di sebuah rumah di Padukuhan Jangkang, Nogotirto, Gamping, Sleman.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Berjajar kain batik bercorak menarik terpajang di sebuah rumah di Padukuhan Jangkang, Nogotirto, Gamping, Sleman.
Bermotif taburan daun, siapa sangka batik tersebut menggunakan daun-daun asli dalam proses pembuatannya.
Batik-batik tersebut merupakan karya tangan Hastin Solihah (27), alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan tekstil tersebut memberi nama usahanya Kaine.
Hastin pun berkisah tentang usaha yang ia rintis sejak Januari awal tahun ini tersebut.
"Ini merupakan teknik eco print batik yaitu teknik pengolahan kain yang menggunakan perwarna alami, tidak menggunakan kimia. Motifnya natural yaitu daun-daunan, batang daun, dan bunga-bunga," jelasnya, Selasa (14/11/2017).
Ide menggunakan teknik eco print tersebut tercetus lantaran menurut Hastin pewarna kimia dapat mencemari air tanah, terlebih lingkungan sekitar rumahnya merupakan persawahan dan kolam ikan.
"Pewarna kimia bisa menyerap ke sawah dan berpengaruh pada air tanah," terangnnya.
"Selain itu ada beberapa kulit manusia yang sensitif dengan pewarna kimia," timpalnya.
Berbagai jenis daun digunakan Hastin mukai dari daun jati, jarak, ketepeng, ekor kucing, daun lanang, kulit bawang bombai, dan kunyit secang.
Spesialnya, karena pola yang digunakan abstrak, maka setiap hasil batik satu dengan lainnya berbeda.
"Tahun ini penelitiannya (daun-daun yang digunakan) masih terus berkembang. Daun yang digunakan merupakan daun muda yang pigmennya belum hilang. Kalau kainnya yang harus berserat agar bisa menempel warnanya seperti sutra dan lain-lain," tuturnya.
"Daun-daun diperoleh dari lingkungan sekitar. Di sini masih desa, jadi masih banyak" papaprnya.
Hastin menerangkan proses awal pembuatan batik dimulai dengan memproses kain untuk menghilangkan kanji yang ada di kain.
Setelah itu kumpulkan daun untuk ditata di kain, digulung dan pres kain tersebut agar warna daun keluar. Kemudian dilanjutkan dengan perebusan.
"Perebusan 1-2 jam terus direndam dengan air tawas untuk penguncian warna," jelasnya.
"Kendalanya musim kemarau susah, nggak maksimal capnya karena daunnya kering," ujarnya.
Kain-kain yang dihasilkan Hastin tersebut ada yang dijual langsung maupun dijahit terlebih dahulu. "Kalau jahit ada karyawan lepas," terangnya.
Dijual Secara Online
Kain batik karya Hastin tersebut ia jual Rp 400 ribu per 2,5 meter, Sementara jilbab dijual Rp 100 ribu dan Rp400 ribu untuk berbahan sutra.
Kain batik tersebut Hastin pasarkan via online melalui media sosial Instagram.
Selainnitu, Hastin rutin mengikuti pameran yang digelar Disperindag Sleman. Bahkan kainnya pernahbdigunakan di Jogja Fashion Week, beberapa waktu lalu.
"Pembelinya banyak dari Jakarta dan Yogya. Jepang juga, ketemu di pameran," ceritanya.
Omzet yang Hastin hasilkan mencapai Rp4 juta sampai Rp5 juta tiap bulannya, dengan hasil produksi mencapai 20 lembar kain tiap minggunya. (TRIBUNJOGJA.COM)