Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Mbah Haniti, Tetap Semangat Berdagang Pakaian di Usia 90 Tahun, Hingga Rela Tidur di Pasar

Pagi itu, diantara kesibukan lalu lalang orang-orang yang tengah berbelanja, Mbah Haniti (90) tampak duduk seorang diri.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Kisah Mbah Haniti, Tetap Semangat Berdagang Pakaian di Usia 90 Tahun, Hingga Rela Tidur di Pasar
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Mbah Haniti tampak tengah terduduk di bawah jembatan penyeberangan Pasar Bringharjo untuk menjajakan pakaian bekas. 

Laporan Reporter Tribunjogja.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Pagi itu, diantara kesibukan lalu lalang orang-orang yang tengah berbelanja, Mbah Haniti (90) tampak duduk seorang diri.

Ia terlihat tengah memilah-milah pakaian bekas yang ia jajakan di pinggiran Pasar Beringaharjo, Minggu (14/01/2018).

Jemarinya yang mulai buyutan termakan usia tak menyurutkan sedikit pun semangatnya untuk bekerja.

Ia tampak sumringah kepada siapa saja yang tengah melintas di depan pasar Beringharjo blok F2, tepatnya di bawah jembatan penyeberangan orang (JPO).

Kepada Tribunjogja.com, Mbah Haniti mengaku sudah dua tahun berjualan pakaian bekas di pasar Beringharjo.

Sebelum membuka lapak pakaian bekas di bawah jembatan penyeberangan, Mbah Haniti mengaku jualan di dalam pasar Beringharjo di lantai atas.

Berita Rekomendasi

Namun belakangan, lantaran tenaganya sudah tidak memungkinkan untuk naik turun tangga, ia mengaku lebih nyaman jualan di luar pasar.

"Jualan sudah lama. Dua tahunan. Berjualan di bawah (JPO) ini tiga bulan, sebelumnya di dalam (pasar) sana, manjat mudun, ra kuat tenagane (naik turun tak kuat tenaganya)," ujarnya, dengan bahasa jawa, Minggu (14/01/2018).

Guratan-guratan di sekitar kelopak matanya tampak jelas.

Mengenakan pakaian seadanya, ia membuka lapak dengan hanya menggelar karpet usang yang telah sobek di bagian tengahnya.

Tak ada suara yang biasa dilakukan para penjual untuk menarik pembeli.

Ia terduduk dan hanya senyum yang ia lontarkan pada siapapun yang kebetulan melintas di depan dagangannya.

Dengan suara yang pelan, Mbah Haniti mengaku tinggal di Kotagede.

Namun, belakangan ia mengaku jarang pulang dan lebih memilih tidur di bawah jembatan penyeberangan pasar Beringharjo beralaskan pakaian bekas yang ia jajakan.

"Kulo jarang mantuk. Mantuke ra mesti, Tileme ya teng riki, (saya jarang pulang, pulangnya tidak pasti. Tidurnya ya disini)," ujar Mbah Haniti lirih.

Di rumahnya di Kotagede, Mbah Haniti mengaku tinggal bersama anak dan kedua cucunya.

Sementara suaminya, diakui Mbah Haniti sudah lama terlebih dahulu pergi menghadap Sang Ilahi.

Ketika telah berhari-hari jualan, Mbah Haniti sesekali kadang pulang hanya sekadar melepas rindu untuk menengok anak dan cucunya.

"Menawi mantuk, mrikine kulo dianterke putu kulo, jam 6 esuk. Mantuke sore jam limo naik bis utawa mbecak (kalau pulang saya kesininya diantar cucu, jam 6 pagi dan pulangnya jam 5 sore naik bis ataupun naik becak)," terangnya.

Tampak jemarinya yang renta dengan cekatan mengeluarkan lembar demi lembar pakaian bekas yang ia simpan dari dalam buntalan plastik bekas.

Tampak beraneka macam pakaian bekas ia jajakan, ada kemeja, kerudung, celana panjang hingga sandal dan sepatu.

Usinya yang sudah dikatakan sepuh, tampak sesekali terlihat kesulitan ketika ia harus berpindah posisi duduk.

Bermalam dan hidup sendirian dibawah jembatan pasar Bringharjo diakui Mbah Haniti sudah biasa.

Setiap harinya Ia mengaku tidak merasa takut sedikit pun.

"Sampun biasa, kadang ya kalih tukang rokok, tukang mainan, sing do dodolan keliling, mriki ngancani, tekan jam 12 wengi podo mantuk. Ya kulo piyambekan, mpun biasa (sudah biasa, kadang ya bareng tukang rokok, tukang mainan yang pada berjualan keliling, menemani kesini sampai pukul 12 malam pada pulang. Ya saya sendirian sudah biasa)," ungkapnya.

Untuk keperluan mandi dan ibadah, diakuinya Mbah Haniti memanfaatkan fasilitas masjid yang dekat dengan lokasi.

"Menawi Dhahar kulo diparingi priyayi-priyayi sing do dodolan teng riki, (Kalau makan, biasanya saya dikasih sama orang-orang yang jualan di sekitar sini)," katanya.

Hanya berteman sepi, ia setiap hari meniti waktu, duduk seorang diri menantikan pembeli yang berkenan mampir untuk membeli pakaian bekas yang ia jajakan. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas