Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aufa Hanya Menatap Pilu, Kampungnya Kini Lenyap Dari Peta Gara-gara Penambangan

Kini semua tinggal kenangan. Sekarang Sungai Ogan sudah masuk daerah perkampungan penduduk.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Aufa Hanya Menatap Pilu, Kampungnya Kini Lenyap Dari Peta Gara-gara Penambangan
Rumah warga di Desa Tanjung Serian Kecamatan Ranjung Raja Kabupaten Ogan Ilir, Kamis malam seketika roboh tanpa sebab, diduga robohnya beberapa rumah warga itu akibat tergerus penambangan pasir ilegal. (SRIPOKU.COM/BERI SUPRIYADI) 

TRIBUNNEWS.COM, BATURAJA - Aufa Syarkomi SP, MSc, tokoh pemuda di Kecamatan Semdiangaji (Ogan Kpmering Ulu) kini hanya bisa merindukan kampung halamannya semasa kecil.

Dahulu, sebelum eksploitasi galian C (batu koral, pasir), sepanjang 1 kilometer bantaran sungai dipenuhi rumah warga. Namun kini, semuanya lenyap.

"Ada puluhan rumah termasuk rumah keluarga besar saya harus dipindahkan karena abrasi," kata pria yang juga dikenal cucu pangeran Azhari ini dengan nada pilu.

Bahkan dahulu ada pasar dan lapangan voli ball di bantaran Sungai Ogan di Desa Tubohan, lapangan tempat remaja bermain voli menjelang sore hari. Kini semua tinggal kenangan. Sekarang Sungai Ogan sudah masuk daerah perkampungan penduduk.

Kemudian di Desa Singapura masih dalam kecamatan Semidangaji, kerusakan ekosistem tak kalah parahnya.

Di desa ini alur sungai sudah pindah jalur, alur Ogan yang lama kini sudah mati. Sungai Ogan pindah ke dekat perkampungan penduduk, sekitar tahun 1980-an, ada dua anak sungai dan lahan perkebunan duku dan kelapa yang memisahkan perkampungan penduduk dengan Sungai Ogan. Namun kini Sungai Ogan sudah "mendorong" perkampungan penduduk. Sehingga antara Sungai Ogan dan rumah-rumah penduduk hanya berjarak 1-2 meter lagi.

Seiring meningkatkannya geliat pembangunan infrastruktur di Sumsel, juga berdampak pada besarnya permintaan pasir dan batu koral. Eksploitasi galian C dilakukan besar-besaran tanpa peduli lingkungan, ternyata mengancam lingkungan hidup. Bahaya besarnya, ratusan rumah warga menghilang.

Berita Rekomendasi

Baca: Memprihatinkan, Catatan Merah Siswa Penganiaya Guru Hingga Akhirnya Tewas

Biasanya setiap sungai pasti memiliki sejumlah pasir dan batu, hanya saja jumlah tersebut tidak sama antar sungai. Jika menambang pasir di sungai yang tidak memiliki hulu di puncak gunung berapi, atau pun hulu dari sungai yang ditambang tersebut berada di gunung yang sudah tidak aktif lagi, maka saat menambang pasir, jumlah pasir atau batu yang ada akan terus berkurang jumlahnya, dan kemungkinan suatu saat nanti pasir atau batu dapat habis karena tidak ada penambahan material.

Salah satu ativitas tambang galian C di perairan sungai Musi. (Sriwijaya Post/Syahrul Hidayat)
Salah satu ativitas tambang galian C di perairan sungai Musi. (Sriwijaya Post/Syahrul Hidayat) ()

Salah satu fungsi pasir dan batu di dasar sungai adalah untuk menghambat laju aliran air, hal ini akan sangat terasa pada saat hujan lebat yang menyebabkan debit air sungai meningkat.

Maka saat itu, laju aliran airnya juga akan ikut meningkat. Jika tidak ada penghambat yang dapat mengurangi laju aliran air tersebut, dikhawatirkan akan dapat menyebabkan kerusakan di sepanjang aliran sungai tersebut.

Berbeda halnya dengan penambangan pasir yang ada di sungai yang terus mendapat suplai dari gunung berapi. Jika jika tidak ditambang, maka dapat menyebabkan banjir.

Maka menambang pasir dari sungai yang berasal dari gunung mati, maka dapat menyebabkan laju aliran sungai menjadi meningkat, yang nantinya bisa menyebabkan kerusakan parah di sepanjang aliran sungai.

Lenyap dari Peta

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas