MA Dinilai Wajib Koreksi Putusan PT TUN Makassar
Keputusan yang lahir dari gugatan yang diajukan Munafri Arippudin-A Rahmatika Dewi dinilai sebagai kekeliruan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar yang membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar terkait penetapan Danny Pomanto-Indira Mulyasari sebagai calon wali kota dan wakil wali kota, salah besar.
Keputusan yang lahir dari gugatan yang diajukan Munafri Arippudin-A Rahmatika Dewi dinilai sebagai kekeliruan.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menegaskan PTTUN tidak bisa memeriksa perkara tentang sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut dia, lembaga peradilan itu hanya bisa memeriksa perkara yang timbul dari terbitnya keputusan KPU.
"Hanya itu yang bisa diperiksa. Di luar itu tidak bisa,” ujar Margarito saat bebricara Diskusi Publik bertajuk “Mahkamah Agung di Pusaran Pilwalko Makassar”, di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (6/4/2018).
Margarito menjelaskan, perkara yang digugat ini bukan terkait terbitnya keputusan KPU, melainkan tindakan-tindakan dari pemerintahan daerah. KPU, kata dia, tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk tindakan pemerintahan daerah.
"Bagaimana bisa TUN periksa (perkara ini-red), tindakan hukum bagaimana," ujar dia.
Baca: Danny Pomanto: Jangan Kita Terpecah Belah Hanya Karena Perbedaan Pilihan
Dia menegaskan, putusan PTTUN yang mengabulkan gugatan para penggugat dianggap salah besar. Oleh karena itu, kata dia, Mahkamah Agung (MA) wajib memeriksa dan mengoreksi putusan yang dianggap keliru tersebut cukup berdasarkan fakta hukum.
“Jangan ke kiri jangan ke kanan, lurus saja bertumpu saja pada fakta hukum," tegas Margarito.
Guru Besar Hukum dari Universitas Muslim Makassar, Laode Husain juga berharap Mahkamah Agung sebagai lembaga pengadilan tertinggi di Tanah Air dapat mengambil keputusan secara adil terhadap pengajuan kasasi oleh Panwas Kota Makassar.
Pada bagian lain, Laode Husain mengkhawatirkan adanya kecenderungan pemaksaan calon tunggal dalam Pilkada. “Pemaksaan calon tunggal itu akan cenderung untuk kembali kepada sistem otoriter. Karena itu, kita perlu mencegahnya,” kata Laode.
DI tempat yang sama, Ketua Pendiri National and Character Building Institute (NCBI), Juliaman Saragih menilai keputusan PTUN bukan keputusan administrasi Pilkada tapi sudah menjadi keputusan politik lokal. “Jadi saya mendukung jika PTUN Makassar dibawa ke MA,” kata Juliaman.
“Persoalannya, bagaimana kepercayaan terhadap keputusan MA. Artinya, apakah MA menjadi tempat kita bersandar dalam mencari keadilan khususnya bagi kepentingan Pilwako Makassar, itu kita tunggu hasilnya,” kata Juliaman.
Sementara itu, Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja menilai pada prinsipnya lembaganya akan mengikuti putusan peradilan termasuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang mengabulkan gugatan paslon wali kota dan wakil wali kota Makassar, Munafri Arippudin-A Rahmatika Dewi dengan catatan putusan tersebut mengacu pada sengketa Pilkada.
"Tapi yang diuji di sini SK KPU kan, sehingga temen-temen KPU melakukan kasasi kepada MA, dan itu hak temen-temen KPU,” ujar Rahmat Badja.
Rahmat mengaku pihaknya masih menunggu hasil putusan kasasi yang diajukan KPU Daerah Makassar ke MA. Dia berharap, MA sebagai lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam perkara ini.
Menurut Rahmat, pihaknya mendukung langkah KPU yang mengajukan memori kasasi tersebut. Sebab, dalam perkara ini, Bawaslu sendiri tidak berhak mengajukan kasasi.
“Yang berhak adalah temen-temen KPU, karena yang diuji adalah SK-nya KPU, bukan putusan sengketa Bawaslu," ucapnya.
Dia menambahkan, terkait pendapat pakar hukum tata negara, Maragarito Kamis yang menyebut PTTUN tak berwenang memeriksa perkara ini, Rahmat menyatakan, pada prinsipnya perkara sengketa pilkada yang administratif hanya bisa diperiksa oleh Panwas setempat.
Menurutnya, hal ini sesuai dengan pasal 71 ayat 3 Undang-undang Pilkada untuk menguji ada atau tidaknya pelanggaran administrasi yang dimaksud.
"Sampai sekarang kan panwas belum ada laporan itu. Yang masuk ranah sengketa ini yang kemudian agak salah (diperiksa PTTUN). Tapi kami harapkan MA selaku kuasa kehakiman tertinggi dapat memberikan perhatian terhadap masalah ini,” pungkasnya.