Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wakapolres Fahrizal Menghuni Rutan Bersama Napi yang Dulu Ditangkapnya, Dapat Sel Khusus

Ia pun berjanji petugas Rutan mengantisipasi terjadinya penganiayaan terhadap Fahrizal oleh narapidana yang menaruh dendam

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Wakapolres Fahrizal Menghuni Rutan Bersama Napi yang Dulu Ditangkapnya, Dapat Sel Khusus
Instagram Kompol Fahrizal
Kompol Fahrizal, Wakil Kepala Kepolisian Resor Lombok Tengah, NTB 

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Demi alasan menjaga keamanan dan kemungkinan balas dendam para tahanan, Komisaris Polisi (Kompol) Fahrizal (41 tahun) tidak akan ditahan bersama para penjahat.

Wakil Kapolres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat yang menembak mati Jumingan alias Jun (33), adik iparnya, akan menghuni sel khusus karantina di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IA Tanjunggusta. Jun tewas setelah enam peluru senjata api laras pendek jenis revolver, Rabu (4/4) malam.

Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Klas IA Tanjunggusta Medan, Maju Amintas Siburian menyatakan, sel karantina disiapkan sebagai antisipasi tatkala penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditres Krimum) Polda Sumut menitipkan Fahrizal ke Rutan.

Baca: Jejak Kompol Fahrizal, Wakapolres Yang Karirnya Moncer Tapi Berakhir Tragis

"Sel di Rutan ada yang di depan, dan ada yang di dalam. Jika nanti ditahan di sini, kami buat di depan. Namanya sel karantina. Sel ini tempat orang, ibaratnya bermasalah sehingga terhindar dari jangkauan orang (napi) di dalam. Agar lebih mudah terpantau petugas," kata Maju, Sabtu (7/4).

Saat ini kepolisian masih menggali motif pelaku yang nekat menembak adik iparnya di Jalan Tirtosari, Gang Keluarga, Kelurahan Bantan, Medan Tembung, Kota Medan, Rabu (4/4) lalu.

Siburian mengatakan, penempatan Fahrizal ke sel karantina sebagai antisipasi terjadinya perkelahian atau keributan antar-narapidana.

Berita Rekomendasi

Kekhawatiran ini muncul lantaran banyaknya narapidana, yang ditangkap Fahrizal saat menjabat Kasat Reskrim Polresta Medan hingga awal 2017.

Dikhawatirkan, sejumlah narapidana akan menyerang atau balas dendam terhadap Fahrizal, saat ditempatkan dalam Rutan.

"Kalau terjadi masalah petugas langsung bisa pantau (sel karantina). Kalau di dalam tidak akan terbendung dan terpantau. Siapa yang bisa melerai 1.500 orang jika terjadi perkelahian? Makanya, untuk menghindari hal tersebut akan kami tempatkan di sel karantina saja," ujarnya.

Ia pun berjanji petugas Rutan mengantisipasi terjadinya penganiayaan terhadap Fahrizal oleh narapidana yang menaruh dendam, dengan cara mapping atau memetakan sel aman huni bagi narapidana.

"Di dalam itu banyak juga polisi. Kami mapping-kan saja nanti. Artinya, ada di sini yang ditua-tuakan, dengan kata lain perkataannya cukup didengar warga binaan. Di samping itu petugas juga tetap standby, kok. Ini atensi kami supaya menjaga keamanan dalam Rutan. Tidak ada perlakuan khusus, tetap normatif saja. Sebetulnya semua sel sama tapi kami harus bisa mapping-kan. Sebenarnya itu, kan, hanya rumor saja kalau polisi masuk sini (Rutan) akan digebukin," ucapnya.

Fahrizal ternyata lulusan terbaik Akademi Polisi pada 2003. Pelaku terkenal tenang dan ramah. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Medan, Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu, dan Wakil Kasat Reskrim Polrestabes Medan.

Tahun 2017, ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Sespim) Polri di Lembang, Jawa Barat. Usai pendidikan, ia kemudian ditugaskan menjadi Wakapolresta Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Fahrizal menembak mati Jumingan alias Jun (33), adik iparnya, Rabu (4/4) malam. Enam butir peluru senjata api jenis revolver muntah menembus tubuh Jun, suami Henny Wulandari, adik Fahrizal.

Saat konferensi pers di Polda Sumut, Kamis (5/4), Fahrizal yang mengenakan penutup muka terlihat hanya memandang kosong ke arah depannya. Seperti orang yang sedang mengalami depresi berat.

Hingga hari ini, Polda Sumut belum bisa mengungkap apa alasan di balik penembakan sadis yang dilakukannya.

Waktu itu, pelaku datang ditemani istrinya Maya Harahap ke rumah Sukartini, ibunya di Jalan Tirtosari/Mestika Gang Keluarga, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung. Di rumah itu, tinggal Jumingan dan keluarga.

Akibat perbuatannya, pelaku dikenakan Pasal 340 jo Pasal 338 KUHPidana dengan ancaman hukuman seumur hidup. Jumat dini hari, jenazah Jun dikebumikan di kampung halamannya di Mandoge, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, perjalanan sekitar 3 jam dari Medan.

Motif Penembakan

Hingga Sabtu kemarin, penyidik Direktorat Reserser Kriminal Umum Polda Sumut belum banyak berkomentar perihal penyidikan terhadap Kompol Fahrizal. Penyidik masih menggali motif utama pelaku hingga tega menembak adik iparnya, Jumingan alias Jun.

"Penyidik masih menggali motif penembakan," kata Direktur Ditres Krimum Polda Sumut Kombes Andi Rian Djajadi melalui pesan tertulis.

Sementara Kabag Humas Polda Sumut Kombes Rina Sari Ginting mengaku penyidik masih kesulitan mengorek informasi dari pelaku, karena hingga kemarin belum bisa dilakukan pemeriksaan terhadap Fahrizal.

"Kami belum bisa pastikan motif pelaku, sampai hari ini belum diperiksa. Masih linglung dia. Recana akan dilakukan tes kejiwaan oleh dokter spesialis. Sebelumnya kami sudah mengecek kesehatan, hasilnya secara umum pelaku dinyatakan baik dan tidak menggunakan narkoba," kata Rina.

Sambil menunggu keadaan pelaku pulih, penyidik sudah memeriksa saksi-saksi, termasuk melakukan olah kejadian perkara dan menyita barang bukti senjata api jenis revolver beserta enam butir selongsong proyektil, kartu tanda anggota Polri dan kartu kepemilikan senjata api.

"Kami sudah periksa empat saksi. Perkembangan selanjutnya akan saya informasikan," ujarnya.

Ancaman Hukuman Mati

Kompol Fahrizal yang merupakan Wakil Kepala Kepolisian Resor Lombok Tengah, NTB, membawa senjata api ke kampung halamannya di Kota Medan, diduga kuat memang disengaja.

Jika memang benar tujuannya untuk menghilangkan nyawa seseorang, yang bersangkutan bisa dikenakan pasal pembunuhan berencana dan terancam hukuman mati.

Pasalnya ancaman hukuman mati itu terungkap dari pasal yang dijeratkan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara, terhadap mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan itu. Yakni Pasal 340 jo Pasal 338 KUHPidana, tentang pembunuhan berencana yang dapat diancam dengan hukuman 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, para anggota Polri yang memenuhi syarat memang dilengkapi dengan senjata api untuk bertugas dan melindungi diri.

Namun, penggunaan senjata tersebut tidak bisa sembarangan. Setiap butir peluru yang keluar harus dipertanggungjawabkan
Bahkan, anggota tersebut harus lolos tes kejiwaan untuk menilai apakah dia layak membawa senjata.

"Orang yang tidak emosional, tidak temperamental. Bukan yang trigger happy, suka menarik pelatuk. Tidak boleh sembarangan, ke mana-mana maunya menonjolkan senjata," kata Setyo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, seperti yang dilansir Kompas.com.

Setyo mengatakan, setidaknya ada tiga kemampuan yang harus dimiliki polisi untuk menggunakan senjata.

Pertama, kecakapan membawa senjata sehingga tahu tempat dan kondisi di mana dan kapan dia harus membawa senjata. Kedua, kemampuan untuk menyimpan di tempat-tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak. Ketiga, kemampuan menggunakan senjata disesuaikan dengan tempat dan kondisi.

"Kecuali dia ditugaskan di suatu daerah, penangkapan, tugas ke daerah konflik, memang dilengkapi senjata," kata Setyo.

Rabu lalu, kasus penembakan yang dilakukan Wakil Kapolres Lombok Tengah Kompol Fahrizal. Ia menembakkan enam peluru dari senjata api laras pendek revolver ke tubuh Jumingan alis Jun, adik iparnya di Medan, Sumatera Utara, hingga tewas.

Setyo mengatakan, saat ini Fahrizal sudah ditahan dan didalami keterangannya oleh Divisi Profesi Pengamanan. Dari informasi awal, Fahrizal memang tidak sedang bertugas saat itu. "Kalau cuti ke mana-mana bawa senjata, enggak boleh," kata Setyo.

Saat ini, masih didalami motif Fahrizal menembak adik iparnya yang bernama Jumingan alias Iwan.
Peristiwa diawali dengan cekcok antara Fahrizal dengan ibunya. Tidak diketahui sebab keributan tersebut.

Fahrizal kemudian mencabut senjata dan menodongkan ke arah ibunya. Iwan kemudian datang menghampiri dan mencoba menghalangi Fahrizal. Kemudian, moncong senjata me garah ke Iwan dan keluar beberapa tembakan. Peluru menembus kepala dan perut korban.

Kompol Fahrizal melakukan eksekusi terhadap adik iparnya sendiri bernama Jumingan dengan menghabiskan seluruh peluru senjata api miliknya. Masing-masing peluru senjata api revolver ditembakkan ke bagian kepala sebanyak 3 kali dan bagian kemaluan 3 kali.

Saat ditanya apakah pelaku dalam pengaruh obat-obatan, Paulus Waterpauw mengatakan hasil tes darah sementara masih negatif.

"Perbuatan yang bersangkutan sesungguhnya izin dari kesatuannya. Kemudian tiba di Sumut dia sudah dengan membawa senpi, milik yang bersangkutan berisi 6 butir peluru. Kemudian pada saat melakukan eksekusi, dia menghabiskan peluru itu. Masing-masing 3 pada bagian kepala dan 3 bagian kemaluan korban," katanya. (ase/akb/cr9/kompas.com)

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Wakapolres Pembunuh Ipar Masuk Sel Khusus, Khawatir Banyak Tahanan Balas Dendam dan Menyerang

Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas