Hampir Dua Tahun Berlalu, 28 KK Korban Banjir Bandang Garut Masih Tinggal di Pengungsian
Banjir bandang di beberapa kecamatan di Kabupaten Garut beberapa tahun lalu, masih menyisakan kesedihan bagi korban hingga saat ini.
Editor: Dewi Agustina
Laporan wartawan Tribun Jabar, Hakim Baihaqi
TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Banjir bandang di beberapa kecamatan di Kabupaten Garut beberapa tahun lalu, masih menyisakan kesedihan bagi korban hingga saat ini.
Mereka masih menempati tempat pengungsian di Gedung Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Jalan Pramuka, Kabupaten Garut.
Gedung yang berada tak jauh dari Alun-alun Garut ini, dihuni 28 kepala keluarga (KK), berasal dari daerah terdampak banjir bandang, yakni Kampung Cimacan, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul.
Saat banjir bandang melanda, 28 KK ini terpaksa mengungsi karena harta dan benda mereka tersapu banjir bandang.
Meski harus kehilangan harta dan benda, para korban mengaku masih diuntungkan, karena anggota keluarga dinyatakan selamat dan masih tetap berkumpul hingga saat ini.
Baca: Pembunuh Sopir Taksi Online Tewas Ditembak, Polisi Temukan Surat Cinta hingga Jimat di Jasadnya
Een (48), pengungsi asal Kampung Cimacan, merasa tidak percaya jika seluruh harta benda yang ia miliki hilang begitu saja saat peristiwa dahsyat tersebut terjadi.
"Semua habis, yang ada kesisa cuma baju yang dipakai saja," kata Een, saat dijumpai Tribun Jabar di gedung pengungsian LPSE, Jumat (13/4/2018).
Een yang memiliki tujuh orang anak dari seorang suami ini, merasa bersyukur.
Pascabanjir, ia bersama keluarganya masih diberikan tempat untuk berlindung dari panas dan hujan.
"Alhamdulillah, ada yang menampung meski berdesakan dan sudah di sini hampir dua tahun," kata Een yang sehari-hari bekerja sebagai penambang pasir.
Baca: Terusik Jaksa Selalu Tanya Saksi soal Bakpao di Kepala Novanto, Fredrich Akhirnya Bawa Bakpao
Kendati sudah merasa nyaman, Een mengatakan ingin segera pindah dari gedung karena di pengungsian tersebut seolah sama sekali tidak ada tempat privasi.
"Kan kalau masalah keluarga suka kedengar sama orang," ujarnya.
Ia mengatakan, telah dijanjikan oleh pemerintah setempat untuk menghuni rumah tapak bagi warga yang rumahnya hancur tersapu banjir bandang.
"Semoga dalam waktu dekat," katanya.
Pengungsi lain, Herman (48), mengatakan suasana pengungsian makin hari membuat ia dan keluarganya tidak nyaman.
Mereka pun ingin segera menempati hunian baru.
"Siapa yang betah atuh berlama-lama di pengungsian," katanya.
Baca: Nadia Mulya dan Ayahnya Kesal saat Tiba-tiba Boediono Menemuinya di Lapas Sukamiskin
Kepala Disperkimtan Garut, Aah Anwar, menyebutkan dana pembangunan rumah tapak bersumber dari sejumlah donatur dari lembaga swasta, lembaga pemerintahan dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sejumlah perusahaan swasta, sebesar Rp 18,3 miliar.
Dana pembangunan rumah tapak itu berasal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Bank BRI, Korpri, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Spesialis (IDS), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Yayasan Jend Sudirman, Qatar Charity, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Agama, dan Baznas.
"Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut hanya melaksanakan penyediaan lahan, terima barang, dan pembangunan saja," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.