Massa Buruh di Gedung Sate Bandung Tuntut Presiden Cabut Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Massa FSP LEM (SPSI) Jabar menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Editor: Dewi Agustina
![Massa Buruh di Gedung Sate Bandung Tuntut Presiden Cabut Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/massa-buruh-di-gedung-sate_20180501_112555.jpg)
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Massa buruh Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (FSP LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jabar yang berunjuk rasa di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (1/5/2018) menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Ketua DPD FSP LEM SPSI Jabar, Muhamad Sidarta menjelaskan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur soal pembatasan tenaga kerja asing.
Misalnya, menempatkan tenaga kerja asing di level tenaga ahli.
Baca: Kesaksian Sugeng Lihat 5 Temannya Tewas Akibat Konsumsi Miras Dioplos dengan Obat Batuk
"Namun Perpres itu memberi ruang luas dan kemudahan bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di semua sektor, termasuk di lembaga pemerintah," kata Sidarta di sela kasi.
Menurutnya, tenaga kerja asing saat ini kerap dipekerjakan di sejumlah proyek pemerintah di bidang infrastruktur.
Ia menyebut, proyek Tol Cisumdawu di Jabar mempekerjakan tenaga kerja asing.
Padahal, Jabar punya sumber daya manusia untuk bekerja di sektor infrastruktur.
Baca: Siti Mariyam Menangis Divonis 6 Tahun Penjara Setelah Kepergok Antar Sabu ke Lapas Kerobokan
"Karena membahayakan, kami mendesak pemerintah untuk mencabut Perpres tentang Tenaga Kerja Asing," kata dia.
Selain tuntutan itu, massa buruh juga menuntut agar PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dicabut karena pro upah murah.
Ia berpendapat, rumusan upah dalam PP tersebut menimbulkan disparitas upah yang sangat tinggi di setiap kabupaten dan kota.
Baca: Setya Novanto Ikhlas Tak Akan Banding, KPK Segera Mengeksekusinya
"PP 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan harus dicabut karena bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang sudah mengatur mekanisme penetapan Upah minimum berdasarkan survey pasar untuk kebutuhan hidup riil, bukan berdasarkan rumus formula sederhana dalam PP Tentang Pengupahan," kata Sidarta.