Masih Banyak Buruh Diupah di Bawah UMP
Meski demikian, Novel tak menampik masih ada perusahaan yang mengupah karyawannya di bawah UMP.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA -- DI Samarinda, perayaan Hari Buruh dipusatkan di GOR Segiri. Ucapan selamat Hari Buruh juga datang dari Ketua Asosiasi Pengusaha Nasional Indonesia (Apindo) Samarinda, Novel Chaniago, Selasa (1/5/2018).
"Selamat Hari Buruh Internasional 2018," ucap Novel.
Novel juga turut menanggapi tiga isu yang disampaikan di Hari Buruh Internasional, tahun ini. Isu pertama yakni Upah Minimum Provinsi (UMP) yang dinilai para buruh, masih rendah. Diketahui, UMP 2018, Kaltim sekitar Rp 2,5 juta.
Baca: Hula-hula Palsu di Acara Pernikahan, Diduga Mau Mencopet
"Isu UMP yang dinilai rendah menurut saya tidak tepat. Ukuran yg disepakati itu KHL (kebutuhan hidup layak). Dan saat ini UMP kita di Kaltim masih diatas KHL," kata Novel.
Meski demikian, Novel tak menampik masih ada perusahaan yang mengupah karyawannya di bawah UMP.
"Kalau yang dimaksud masih banyak perusahaan yang belum membayar upah sesuai UMP, itu mungkin saja ada. Karena dilema kita, di tengah daya beli yang lesu adalah kemampuan bertahan perusahaan. Ini terutama untuk perusahaan skala menengah bawah. Ada saja yang bersepakat dengan pekerjanya untuk membayar upah di bawah UMP. Bukan karena nakal, tapi karena kemampuan dan hitung-hitungan bisnis," urai Novel.
Soal outsourcing, kata Novel, sejatinya juga menjadi dilema. Secara aturan, kata Novel, perusahaan diperkenankan menggunakan tenaga outsourcing untuk jenis pekerjaan tertentu.
"Walau ada saja yang juga menggunakan untuk jenis pekerjaan lain di luar ketentuan. Saat kelesuan ekonomi, ini bisa baik untuk perusahaan. Tetapi tentunya mengurangi azas kepastian kerja bagi karyawan. Perlu dicarikan solusi terbaik untuk kepentingan karyawan maupun perusahaan," katanya.
Sedangkan untuk isu terakhir, sekaligus isu teranyar dalam MayDay kali ini yakni Tenaga Kerja Asing (TKA), Novel mengaku sependapat dengan buruh.
"Saya sependapat dengan keluhan buruh. Harus ada pembatasan dan pengaturan yang ketat untuk TKA. Tapi kita semua juga perlu introspeksi atas kinerja, produktivitas dan profesionalisme kita sebagai pekerja agar tidak kalah bersaing dengan buruh asing," tutur Novel. (rad)