Tolak Tawaran Pindah Rp 1 Miliar Gedung BKOW Sumut Dihancurkan Untuk Dibuat Apartemen
Karena itu, mereka akan melakukan berbagai upaya untuk meminta kejelasan terkait rencana pembangunan apartemen.
Penulis: Jefri Susetio
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN – Pengurus Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Sumatera Utara terkejut karena gedung pertemuan sudah diratakan alias bongkar tanpa sepengetahuan pengurus. Besar dugaan tanah aset Pemerintah Kota Medan akan dibangun apartemen.
Ketua BKOW Sumut, Kemalawati AE mengatakan, terkejut mendapatkan informasi dari rekan-rekannya gedung pertemuan sudah diratakan tanpa sepengetahuan dari BKOW. Karena itu, mereka akan melakukan berbagai upaya untuk meminta kejelasan terkait rencana pembangunan apartemen.
“Hari Sabtu kemarin, saya dapat kabar gedung sudah dihancurkan, tanpa seizin kami. Tahun lalu, Yayasan Gedung Wanita Indonesia Wisma Kartini Sumut meminta kami pindah ditawari Rp 1 miliar karena mau dibangun apartemen. Tapi kami tolak,” ujarnya kepada Tribun Medan/Tribun-Medan.com, Senin (7/5/2018) sore.
Dia menyampaikan, gedung pertemuan yang dihancurkan memang tidak digunakan karena bekas kebakaran. Tapi, pembongkaran gedung bukan sekadar untuk pembersihan namun rencana pembangunan apartemen. Padahal tanah di atas gedung milik Pemko Medan.
Singkat cerita, kata dia, pada tahun 1958 Basyrah Lubis, istri dari Wali Kota Medan berupaya supaya mendapatkan sebidang tanah. Kala itu, Pemerintah Kota Medan memberikan hak izin bangunan. Namun, izin tanah ini berakhir tahun 2018.
“Pada saat adanya pertemuan BKOW dengan yayasan disampaikan hak guna pakainya berakhir 2018. Kalau tidak digunakan akan diambil ke negara. Jadi mereka mau bangun apartemen dirutuhkan gedung tanpa sepengetahuan kami. Kalau diam, akan dihancurkan semuanya,” katanya.
Ia menambahkan, semua organisasi perempuan dibawah naungan BKOW sudah bertemu untuk menolak pendirian apartemen. Mereka sudah mengirimkan surat kepada Yayasan Gedung Wanita Indonesia Wisma Kartini Sumut dan Wali Kota Medan untuk menolak penghancuran gedung.
Menurutnya, sejak 2001 BKOW tidak mengetahui susunan pengurusan Yayasan Gedung Wanita Indonesia Wisma Kartini Sumut. Jadi, BKOW hanya tahu satu pengurus yakni Adi Tahir. Dahulu, memang Roos Lila A Tahir yang berjasa mendirikan yayasan serta BKOW.
“Kenapa anaknya Ibu Roos Lila A Tahir seperti ini ? Yayasan enggak bisa turun ke anak karena bukan keturunan. Saya berharap Pemko Medan bisa melihat masalah ini, dan bila ada pengurusan izin jangan diberikan dulu. Apa saja alasan mereka seperti ini, karena asal usul tanah bantuan dari Pemerintah Kota Medan,” ujarnya.
Sedangkan, mantan Ketua BKOW Halimah Hutagalung menceritakan sejarah pada 1958 Basyrah Lubis mendirikan Yayasan Gedung Wanita Sumut. Tidak lama kemudian, yayasan mendapatkan sumbangan tanah hak izin bangunan dari Pemko Medan.
Namun, kondisi politik sedang carut marut sehingga pendirian gedung yayasan tertunda. Beberapa tahun kemudian, istri Panglima Antar Daerah Pertahanan, Kusno Utomo mendirikan Yayasan Wisma Wanita Indonesia.
Selanjutnya, pada pertengahan 1971, organisasi wanita yang tergabung di BKSOW Sumut atau sekarang BKOW mengusulkan pengabungan yayasan. Sehingga, Yayasan Gedung Wanita dan Yayasan Wisman Wanita Indonesia dileburkan menjadi satu yayasan yakni Yayasan Gedung Wanita Indonesia Wisma Kartini.
“Pada saat itu, Ketua Yayasan Gedung Wanita Indonesia Wisma Kartini Roos Lila A Tahir. Ketika itu, tugas utama yayasan mewujudkan pembangunan gedung di atas tanah Pemko Medan untuk kegiatan organisasi perempuan,” katanya.
Lebih lanjut, dana pembangunan gedung diperoleh dari Gubernur Sumut Rp 6 juta serta donator. Demi mewujudkan gedung pertemuan BKSOW menggelar pertunjukan yang mengundang Emilia Contessa. Adapun dana yang terkumpul mencapai Rp 17 juta.
Ia menuturkan, pada 11 April 1973 BKSOW sekarang jadi BKOW membuat perjanjian bersama Yayasan Gedung Wanita Indonesia Wisma Kartini tentang pemakaian dan pengunaan gedung. Oleh sebab itu, kantor BKOW Sumut serta yayasan di satu gedung.
“Tapi sekarang ini gedung dihancurkan pula dengan alasan tidak ada biaya perawatan. Seharusnya kami diajak diskusi karena gedung ini punya sejarah dan sangat penting bagi organisasi perempuan,” ujarnya.