Mantan Pentolan JI Ali Fauzi Sebut Pemicu Bom di Surabaya Video Polisi Suapi Napiter Mako Brimob
Insiden bom meladak di tiga gereja di Surabaya menjadi perhatian banyak kalangan. Bahkan ada yang meyakini sebagai aksi balas dendam
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Insiden bom meladak di tiga gereja di Surabaya menjadi perhatian banyak kalangan. Bahkan ada yang meyakini sebagai aksi balas dendam terkait dengan peristiwa di Mako Brimob Jakarta.
Barangkali orang awampun akan berpikir bahwa bom gereja di Surabaya pagi tadi itu linier dengan peristiwa antara narapidana teroris (napiter) dengan polisi di Mako Brimob, Rabu kemarin.
Hal tersebut menurut Ali Fauzi, mantan pentolan Jamaah Islamiyah (JI) yang juga adik kandung sang Trio Bomber Bali, menyatakan peristiwa di Mako Brimob dengan peledakan bom tiga gereja Surabaya memang saling berkaitan.
Ditemui Surya, Minggu (13/5/2018) siang ini, Ali Fauzi mengungkapkan, bahwa insiden bom meledak di tiga gereja di Surabaya itu adalah bagian dari balas dendam terkait dengan peristiwa di Mako Brimob.
Munculnya rekaman video instagram yakni, nampak jelas bagaimana seorang anggota polisi menyuapi makan dengan kedua tangan diborgol pada napiter dalam bus perjalanan menuju Nusakambangan, itu menjadi penyulut kemarahan mereka yang sejalan dengan para napiter.
"Jadi kelompok ini sangat terprovokasi dengan video yang beredar luas itu," ungkap Ali Fauzi.
Kelompok teroris yang beraksi di Surabaya Ali Fauzi mengungkapkan pelakunya adalah kelompok yang bergerak dalam medio 4 hingga 5 tahun yang lalu.
"Kelompok ini beraviliasi dengan ISIS," tandasnya.
Tapi mengapa yang jadi sasarannya gereja, Ali membeberkan, sesungguhnya aksi serupa pernah tahun 2000.
Dimana gerakan serentak saat itu ada di sembilan kota termasuk diantaranya di Batam, Pekanbaru, Mojokerto, Bandung, dan Jakarta dengan pengiriman 25 paket bom.
"Yang beda, modelnya antara dulu dan sekarang," katanya.
Dalam kejadian ini, menurut Ali Fauzi, polisi tidak berarti kecolongan. Karena pada dasarnya polisi tahu akan ada balasan, hanya tidak diketahui pasti kapan dan dimana akan terjadi.
Negara manapun seperti bisa terjadi, termasuk di Amerika Serikat. Jika kelompok teroris mendapat tekanan, maka yang di bawah akan bergerak.
"Mungkin polisi tahu, tapi dimana dan kapan," katanya.