Anton yang Tewas Lantaran Bomnya Sendiri Dikenal Berprestasi Namun Berubah Sejak Menikah
Sayangnya, rumah tersebut telah puluhan tahun tak ditinggali dan terbengkalai.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Surya, Danendra Kusumawardana
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Terduga teroris Anton Ferdiantono tewas karena bom yang dirakitnya meledak di kamar dan ikut menewaskan istri dan anak keduanya, yakni Puspitasari dan AR.
Anton yang sehari-hari menjual roti ini tinggal bersama keluarganya di Rusun Wonocolo Blok B lantai 5, Taman Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 2015.
Hasil penelusuran, Anton punya rumah di Jalan Manukan Kulon Blok 19 H/19 RT 11/5, Kelurahan Manukan Kulon, Kecamatan Tandes.
Sayangnya, rumah tersebut telah puluhan tahun tak ditinggali dan terbengkalai.
Baca: Ais Batal Ikut Kejuaraan Bela Diri di Malaysia Gara-gara Diajak Orang Tuanya Jadi Bomber di Surabaya
Terdapat tumpukan batu dan genting tanah liat di teras rumah, sementara atap rumah banyak yang runtuh serta rumput ilalang tumbuh liar di dalam rumah berpintu hitam tersebut.
Budi Santoso selaku Ketua RT 11 membenarkan Anton adalah warganya.
"Benar Anton warga sini. Rumahnya itu di sebelah rumah saya, namun sudah lama tak ditinggali," ujar Budi sambil menunjuk ke kanan.
Semasa hidup Anton memang dikenal dengan pribadi tertutup.
"Anton jarang bersosialisasi dengan tetangga. Ngobrol sama tetangga juga jarang," ungkap Budi.
Budi melanjutkan, setelah menikah, Anton malah tidak pernah terlihat batang hidungnya.
"Setelah menikah itu Anton sudah keluar dari rumah dan tak pernah kembali ke sini (Manukan Kulon Blok 19 H/19 RT 11/5, red)," terang dia.
Baca: Terduga Pasangan Teroris yang Ditangkap di Surabaya Larang Anaknya Pergi ke Sekolah
Semasa mudanya, Anton pernah aktif menjadi remaja masjid RW 5.
Ia menilai tidak ada gelagat mencurigakan seperti terlibat jaringan teroris dari pribadi Anton.
"Tidak ada yang aneh, saya kaget tahunya baru tadi malam tentang kasus ini. Saya langsung didatangi oleh Kapolsek, Kamtibmas, dan Camat pada pukul satu untuk memberikan keterangan," jelas dia.
Setelah menikah, Anton dan istrinya sering berpindah-pindah rumah.
Awalnya Anton pindah rumah di RT 9 lalu RT 11 yang berada di depan gang, lalu tidak diketahui lagi keberadaannya.
"Anton sudah lama pindah kira-kira tahun 2006-2008. Ia juga tidak mengirimkan surat laporan kepindahan," ungkap Budi.
Warga lainnya Yuli Widiastutu menjelaskan Anton menjadi aktivis remaja masjid saat duduk di bangku perkuliahan.
"Anton itu terkenal aktivis remas (remaja masjid, red)," katanya.
Yuli melanjutkan, Anton memang sangat fanatik dan satu kali pernah bertemu dengannya saat berkunjung di rumah orangtuanya, Anton enggan berjabat tangan.
"Melihat saya juga hanya sebentar lalu berpaling,'' imbuh dia.
Kefanatikan Anton, menurut Yuli muncul setelah menikah dengan istrinya.
"Waktu menjadi aktivis remaja masjid Anton masih biasa saja. Namun setelah menikah ia berubah dan sulit ditemui," terang Yuli.
Yuli menambahkan, Anton termasuk anak yang cerdas, pintar, serta pendiam semenjak duduk di sekolah dasar.
Yuli menyebutkan, Anton pernah menimba ilmu di SD Negeri 115, SMPN 29, SMAN 11, dan ITS.
"Waktu SD Anton sering mendapat rangking pertama," paparnya.
Yuli menceritakan, Anton dan ketiga adiknya bernama Atin Dodik Yayuk memiliki watak yang sama yakni tidak mudah bersosialisasi dengan tetangga.
"Adiknya itu kalau ngomong sama tetangganya sering nyentak-nyentak. Mereka juga tertutup. Berbeda dengan Teguh adik ketiganya. Ia masih aktif dan sering datang ke sini, lebih terbuka juga, orangtuanya juga baik," jelas dia.
Warga yang rumahnya berjarak 100 meter dari kediaman Anton bernama Prawoto mengatakan, Anton tidak ada gelagat radikal meski jarang kumpul dengan tetangga.
"Enggak ada gelagat aneh, ya memang anaknya tertutup," jelasnya.
Ia menambahkan, rumah yang berada di Manukan Kulon Blok 19 H/19 RT 11 RW 5 sudah lama akan dijual.
"Tidak tahu kenapa kok tidak terjual-terjual, mungkin ada masalah. Sudah lama tidak di tempati," ucap Prawoto.
Kapolda Jawa Timur Irjen Mahfud Arifin mengatakan keluarga Anton akan bertindak seperti keluarga Dita Supriyanto, otak bom bunuh diri yang mengajak istri dan keempat anaknya meledakkan bom di tiga gereja di Surabaya pada Minggu pagi.
"Mereka itu pelaku, bukan korban," kata Mahfud di lokasi kejadian pada Senin (14/5/2018) dini hari.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera menambahkan Anton mengalami luka parah namun masih hidup pada ledakan pertama.
Karena membahayakan, ia langsung dilumpuhkan oleh pihak kepolisian.
"Dia dalam keadaan memegang switching, sehingga terpaksa dilumpuhkan," kata Frans.
"Jadi, Anton tewas setelah dilumpuhkan petugas yang datang ke lokasi," sambung dia.
Dalam peristiwa itu sempat ada insiden dramatis saat anak sulung Anton mengelamatkan dua adiknya yang terkena letusan bom.
Anak Anton ini membawa dua adiknya ke rumah sakit begitu tahu mereka terluka parah. Inisial anak itu bernama AR.
Sedangkan, jenazah Anton, istri, dan anak pertamanya telah dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara, Senin dini hari sekitar pukul 01.30 WIB.
"AR, satu-satunya anak laki-laki selamat," ungkap Frans.
"Dia juga yang membawa dua adiknya ke rumah sakit, sekarang mereka di Rumah Sakit Bhayangkara," lanjutnya.
Penghuni rusun, M Nur Sholeh (25), menyebut Anton dan keluarga tinggal di Blok B lantai 5 sejak 2015. Anton memiliki 4 anak.
Dia sehari-hari berjualan kue dan menyuplai warung-warung kopi sekitar rusun.
"Dia (Anton) mengantar kue pagi hari, biasanya pada saat subuh," tambah Sholeh yang menghuni Blok B lantai 2, Senin (14/5/2018).
Lidya, tetangga lainnya menuturkan Anton sudah tinggal di rusun tersebut sejak tahun 2015.
"Pak Anton merupakan warga Surabaya yang tinggal di Rusunawa sejak 2015 lalu," ujar Lidya kepada awak media, Minggu (13/5/2018).
Sedangkan untuk sang istri, para tetangga mengaku tidak tahu menahu.
"Kalau istrinya enggak tahu, enggak kelihatan," tandasnya.
Mengenai anak-anak pelaku, para tetangga menuturkan bahwa anak Anton masih bersekolah.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Rumah Teroris Anton Lama Tak Ditinggali, Tetangga Sebut Anton Aktivis Cerdas