Kisah Para Pelajar di Lereng Merapi Menembus Hujan Abu dan Dihantui Suara Gemuruh dari Perut Merapi
Dila mengaku hanya bisa belajar sebentar karena cemas dengan aktivitas Gunung Merapi yang terus meningkat.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Sudah dua pekan Gunung Merapi bergejolak.
Gunung yang berada di wilayah perbatasan Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang tersebut mengalami erupsi freatik dengan memuntahkan abu vulkanik hingga BPPTKG menaikan statusnya menjadi waspada.
Kondisi itu pun membuat warga yang tinggal di wilayah lereng Merapi cukup was-was.
Perasaan itu juga dirasakan oleh para pelajar yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III baik di wilayah Kabupaten Magelang maupun Boyolali.
Mereka nyaris tidak bisa fokus belajar menjelang ujian akhir semester ini. Suara gemuruh disertai getaran membuat mereka takut.
Dila Ardian (14), siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 2 Sawangan, misalnya.
Dila mengaku hanya bisa belajar sebentar karena cemas dengan aktivitas Gunung Merapi yang terus meningkat.
"Belajar hanya bisa sebentar, paling 15 menit, karena takut ada suara gemuruh, kadang disertai getaran seperti gempa," kata Dila, ditemui di asrama sekolahnya, Kamis (24/5/2018) sore.
Dila juga tidak bisa istirahat akibat rasa cemas tersebut.
Keesokan harinya Dila harus berangkat ke sekolah mengendarai sepeda motor melintasi lereng Gunung Merapi.
Tidak jarang ia harus menembus pekat hujan abu dan pasir jika Merapi meletus.
Rumah Dila di Dusun Karang, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, berjarak sekitar 8-9 kilometer dengan sekolahnya di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.
Sementara jarak rumah dengan puncak Merapi hanya 4 kilometer.
Dila merasa senang karena sekolahnya membuat kebijakan untuk menginapkan siswanya yang tinggal di KRB III di asrama sekolah selama ujian akhir semester.