Kalapas Gunung Sugih: ASN Terlibat Ujaran Kebencian Disanksi Pemecatan
Pemerintah menekankan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak menyiarkan ajakan kebencian, penghasutan, dan hal-hal yang menentang NKRI.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Pemerintah menekankan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak menyiarkan ajakan kebencian, penghasutan, dan hal-hal yang menentang NKRI.
Hal ini tidak main-main mengingat telah ada contoh konkritnya dimana seorang Calon ASN asal Bengkulu telah dipecat dari pekerjaannya, karena dianggap telah menghina NKRI dengan statusnya di media sosial serta di beberapa daerah lain sedang dalam pemeriksaan.
Menteri Hukum dan HAM RI dengan tegas tidak akan memberikan toleransi terhadap segala bentuk penghinaan, kebencian dan ajakan untuk berontak terhadap NKRI.
Pemecatan adalah salah satunya jalan karena ASN tidak bisa diberikan kesempatan kedua terkait hal tersebut.
Baca: Perempuan 20 Tahun Tewas Diduga Minum Pil Aborsi, Sang Pacar Minta Perlindungan Polisi
Demikian disampaikan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sugih, Syarpani saat memberikan sambutan di depan jajarannya pada peringatan Hari Lahir pancasila di Lapangan Mini Soccer Lapas Gunung Sugih, Jumat (1/6/2018).
Syarpani menegaskan bahwa tindakan seperti itu tidak dapat ditolerir, maka bersikap bijaklah dan selalu berpikir positif dalam berperilaku dan melakukan suatu hal utamanya di media sosial sesuai dengan tuntunan Pancasila yang diajarkan oleh Bung Karno.
"Pada dasarnya manusia itu saling menyayangi, bukan saling membenci. ASN merupakan aparatur sipil negara yang harus mendukung, merawat, dan melindungi Pancasila, UUD 45, dan NKRI agar negara kita semakin kokoh," tutur pria yang beberapa hari lalu melantik pasukan Merah Putih Narapidana.
Sebelumnya BKN merilis enam macam bentuk ujaran kebencian yang tergolong pelanggaran bagi para PNS dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya.
Baca: Mantan Pengacara Setya Novanto Terdiam Dituntut 12 Tahun Penjara
Berikut adalah enam bentuk ujaran kebencian yang termasuk dalam kategori pelanggaran disiplin:
1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan.
3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian melalui media sosial, baik dalam bentuk share, broadcast, upload, retweet, repost Instagram, dan sejenisnya.
4. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
5. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
6. Menanggapi atau mendukung pendapat berbentuk ujaran kebencian dengan emberikan likes, dislike, love, retweet, atau meninggalkan komentar di media sosial.
Syarpani menegaskan bahwa Pancasila harga mati.
"Zero Tolerance, Pecat! Kita Pancasila, Bersatu, Berbagi, Berprestasi," ujarnya mengakhiri sambutan. (*/Kontributor: Suryanto)