Dirjen Pas Tak Tahu Sejak Kapan Barang-barang Elektronik Masuk Kamar Tahanan di Lapas Sukamiskin
Sri Puguh Budi Utami mengaku tidak tahu sejak kapan barang-barang elektronik bisa masuk ke kamar tahanan narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Direktur Dirjen Pas Kemenkum HAM, Sri Puguh Budi Utami mengaku tidak tahu sejak kapan barang-barang elektronik bisa masuk ke kamar tahanan narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin.
Seperti diketahui, ratusan barang tersebut dikeluarkan dari kamar tahanan pada Minggu (22/7/2018) malam, menyusul operasi tangkap tangan KPK pada Kepala Lapas, Wahid Husen.
"Ini sudah berapa lama saya enggak tahu karena baru kali ini razia sebesar ini di Lapas Sukamiskin," ujar Sri di Lapas Sukamiskin, Minggu (22/7/2018).
Melihat barang-barang yang ditunjukkan pada sejumlah awak media, seperti kulkas, TV, rice cooker, mesin kopi, dispenser, ponsel dan uang ratusan juta rupiah, mustahil jika barang-barang tersebut masuk ke dalam kamar.
"Memang betul (libatkan petugas). Sekarang tugas kami dalam penguatan integritas agar jangan sampai terjadi lagi. Sanksi sudah dijatuhkan pada mereka yang terlibat, pemberhentian tidak hormat hingga teguran," ujar Sri.
Baca: Alat Penanak Nasi hingga Kulkas Disita dari Kamar Terpidana Korupsi di Lapas Sukamiskin
Dilihat dari sisi materi, petugas lapas kata dia sudah mendapat penghasilan jauh dari cukup.
Mengacu pada PP Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan PP Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS, sipir dengan kualifikasi lulusan SMA masuk golongan II A, belum menikah mendapat total gaji Rp 5,2 juta.
Baca: Dugaan Kongkalikong di Lapas Sukamiskin, Dirjen Utami: Ini Masalah Serius
Lalu, apalagi yang kurang jika negara telah memberikan kewajibannya?
"Ini soal integritas dan mindset. Karena untuk tunjangan, gaji dan lain sebagainya sudah lebih dari cukup," kata dia.
Jika ini soal integritas dan mindset, kata Sri, yang perlu dilakukan ke depan adalah melakukan perubahan fundamental.
"Kalau kasus seperti ini sudah dianggap masif, harus ada perubahan fundamental," ujar Sri.