Pura Berusia Ratusan Tahun di Bali Ini Dipercaya Sebagai Tempat Mujarab untuk Memohon Keturunan
Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan memiliki sebuah pura yang terletak di bawah sebuah pohon besar
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan memiliki sebuah pura yang terletak di bawah sebuah pohon besar yang dikenal masyarakat setempat dengan Pohon Kunyit.
Pohon ini pun diperkirakan sudah ada sejak ratusan yang lalu.
Adalah Pura Luhur Gonjeng, dimana di pura ini dipercayakan masyarakat sebagai tempat mapinunas (memohon) keturunan.
Selain itu, di pura ini juga dipercaya sebagai tempat nunas tamba (obat) untuk wewalungan (hewan peliharaan) yang mengalami grubug (sakit).
Tak hanya wewalunban, warga yang sakit juga kerap nuas lenawar (obat) di pura ini.
Pura yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya ini dipercaya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Dan di areal pura ini juga banyak terdapat benda purbakala seperti lingga, yoni, dan arca.
Namun berbeda dengan tempat lainnya, di pura ini antara lingga dan yoni berada di tempat berbeda.
Selain benda purbakala, di kawasan pura ini juga terdapat tiga beji yakni Beji Segara, Beji Tapakan Ratu Gede Alit, dan Beji Jerasa.
Untuk kawasan suci juga di bagi beberapa bagian diantaranya Jaba Sisi, Jaba Tengah, Madya dan Utama Mandala.
Untuk di wilayah Jaba Sisi terdapat bangunan kulkul, pura di bawah Pohon Kunyit dan terdapat beji Segara.
Kemudian masuk ke Jaba Tengah terdapat sebuah kawasan suci yakni tempat lingga yang menancap ke tanah dan berada di bawah rerimbunan pohon kayu sugih.
Disinilah masyarakat atau warga yang hendak memohon keturunan memanjatkan doanya.
Menurut Kelian Dinas Lodalang, Ketut Sukayadnya, sudah banyak warga dari Lodalang dan seluruh Bali sekalipun datang ke tempat memohon keturunan ini.
Karena lingga yang ada merupakan simbol dari kesuburan.
"Sudah banyak yang datang kesini, bahkan dari seluruh Bali juga sudah pernah ada untuk nunas keturunan. Dan berhasil," katanya.
Pria yang juga sebagai Kelian Pemaksan Pura Gonjeng menyebutkan, tidak ada patokan upakara yang dihaturkan jika hendak memohon keturunan di Pura ini.
Melainkan, sesuai dengan para pemedek.
"Yang penting niatnya tulus dan kepercayaan dengan permohonan dari pemedek. Niscaya akan dikabulkan," ujarnya.
Kemudian setelah Jaba Tengah, masuk menuju ke barat yang dibagi menjadi Madya dan Utama Mandala.
Untuk di Madya Mandala terdapat sebuah Gedong Untuk sesuunan Tapakan Ratu Gede Alit dan Pura Luhur Gonjeng.
Di gedong tapakan Ratu Gede Alit dipercaya masyarakat sebagai tempat untuk nunas tamba (obat) untuk warga yang mengalami sakit dan kebrebehan karya.
"Sering masyarakat mepinunas kesini jika sakit, kebrebehan pekaryan. Biasanya ada yang sakit kesini (yang bersangkutan), tapi juga ada kerabatnya yang datang untuk mapinunas."
"Bahkan, untuk warga sedang berada di rumah sakit bisa ngacep untuk nunas tamba, dan nanti setelah keluar bisa tangkil kesini," jelasnya.
Untuk di Pura Luhur Gonjeng di dalamnya terdapat Pratima berupa Lembu Hitam dan pis bolong atau uang kepeng.
Kemudian masuk menuju Utama Mandala, dimana di kawasan suci ini terdapat yoni yang berada di sebuah palinggih Luhur Kaler.
Di palinggih ini, warga kerap kali nunas penawar (obat) untuk wewalungan (hewan peliharaan) seperti sapi dan babi yang mengalami sakit.
"Jika ada wewalungan yang sakit, biasanya pemilik hewan tersebut kesini untuk nunas tamba atau penawar dan biasanya didampingi jero mangku dengan membawa gelas yang berisi air, pucuk dauh dapdap dan bawang merah dan segehan," terangnya sembari menuturkan palinggih yang di utama mandala ini nyatur atau menghadap dari empat arah yakni utara selatan barat dan timur.
Sukayadnya juga menyebutkan, untuk pujawali dilaksanakan dua kali yakni Pujawali untuk Pura Luhur Gonjeng dan Gedong Tapakan Ratu Gede Alit.
Pujawali Pura Luhur Gonjeng dilaksanakan pada rahinan Anggara Kasih Tambir sedangkan Pujawali Tapakan Ratu Gede Alit dilaksanakan pada rahina Sukra Kliwon atau saat Sugihan Jawa.
Dan pada saat pujawali, kata dia, ada beberapa yang tidak dilaksanakan seperti pujawali di pura pada umumnya diantaranya tidak memasang penjor dan tidak menggunakan ceniga melainkan diganti mengunakan muncuk daun pisang.
Kemudian pada saat muspa tidak mengenakan dupa dan kuangen.
"Yang jelas itu sudah dilaksanakan dari awal, dan pura ini juga ada kaitan dengan Pura Dalem Kedaton yang ada di Alas Kedaton," katanya.
Kelian Pemaksan menyebutkan, Untuk Pengempon Pemaksan Pura Luhur Gonjeng berjumal 94 KK yang sebagian besar berasal dari Desa Kukuh.
Dan untuk Pengempon Gedong Tapakan Ratu Gede Alit sebanyak 197 KK yang berasal dari banjar lodalang sejumlah 194 KK dan yang berasal dari luar banjar setempat sejumlah 3 KK.(mpa)