Gelar Sulinggih Termuda se-Bali Komang Widiantari Dicabut Usai Dinikahi Bule Amerika
Sesuai ajaran Agama Hindu, bila seseorang yang belum menikah mediksa sebagai sulinggih, maka ia menjadi sukla brahmacari (tidak menikah seumur hidup).
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI – Suasana haru mengiringi upacara pernikahan Ida Pandhita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa, Jumat (17/8/2018) malam.
Bertempat di Griya Agung Budha Salahin, Banjar Tanggahan Tengah, Desa Demulih, Susut, Bangli, Ida Resi Alit yang sempat mendapat gelar sebagai sulinggih termuda se-Bali itu, melepas masa lajangnya dengan pria berkebangsaan Amerika bernama Torin Logan Temple Kline.
Sejumlah tamu undangan dari warga sekitar hingga kerabat mempelai pria hadir dalam prosesi malam itu, yang dimulai pada pukul 20.00 Wita.
Sebelum dilakukan upacara pernikahan, terlebih dahulu digelar prosesi Ngelukar Gelung atau melepas status kesulinggihan yang ditetapkan pada 14 Maret 2007 silam saat Ida Resi Alit menginjak usia 21 tahun.
Prosesi ini ditandai dengan pengembalian Surat Keputusan (SK) tentang izin mediksa kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bangli.
Ketua PHDI Bangli, I Nyoman Sukra, mengungkapkan bahwa pengembalian SK tersebut, lantaran status kesulinggihan yang bersangkutan sudah dicabut, dan kini kembali menjadi walaka (orang biasa).
Sesuai ajaran Agama Hindu, bila seseorang yang belum menikah mediksa sebagai sulinggih, maka ia menjadi sukla brahmacari (tidak menikah seumur hidup).
Baca: Biasa Memanjat Pohon, Yohanes Gama Tak Takut Panjat Tiang Bendera Setinggi 13 Meter
Jika kemudian menikah, maka status sulinggihnya dicabut.
Sukra menegaskan, status kesulinggihan Ida Resi Alit dicabut atas izin Ida Nabe Napak, yakni Ida Pandhita Empu Nabe Acharya Prami dari Griya Agung Padang Tegal, Ubud, dan bukan kehendak dari PHDI Bangli.
Sebab yang menjadikan atau mengangkat menjadi sulinggih, adalah Nabe-nya.
"Setelah menjadi walaka, yang bersangkutan akan kembali menggunakan nama aslinya yakni Ni Komang Widiantari. Tidak menutup kemungkinan ia akan tetap dipanggil Ida Resi, namun panggilan tersebut tidak ada artinya, hanya sebatas panggilan biasa, dan bukan Ida Resi selaku sulinggih," ujarnya.
Prosesi Ngelukar Gelung ditandai secara simbolis dengan mengembalikan gelung (mahkota) yang digunakan saat memimpin upacara.
Selain itu juga melepas simpul rambut, serta memotong rambut, yang seluruhnya dilakukan oleh Ida Nabe.
"Semua atribut maupun simbol kependetaan, akan dicabut oleh Nabe dan tidak diperbolehkan menggunakan itu. Setelah semuanya dicabut, barulah dilanjutkan dengan prosesi pernikahan," ucap Sukra.
Apakah Komang Widiantari boleh kembali mediksa dan menjadi sulinggih setelah menikah?
Menurut Sukra, ada sebuah syarat yang wajib dilakukan jika di kemudian hari yang bersangkutan akan kembali menjadi sulinggih.
Salah satu syarat dari Ida Nabe yakni harus melakukan penyucian diri (dharmayatra) selama satu tahun.
Penyucian diri tersebut termasuk di antaranya melakukan perjalanan spiritual ke Sungai Gangga di India dan Angkor Wat di Kamboja.
"Namun keputusan diterima dan tidaknya menjadi sulinggih lagi, adalah keputusan dari Ida Nabe," terang mantan Kadisdikpora Kabupaten Bangli ini.
Baca: Momen Bersejarah, Korea Selatan dan Utara Berparade dalam Satu Rombongan Bawa Bendera Korea Bersatu
Mediksa di Usia 21 Tahun
Komang Widiantari mediksa ketika masih berusia 21 tahun dan berstatus belum menikah. Ia terlahir dari keluarga pedagang.
Dari penuturannya, ia seperti mendapat pawisik dari Tuhan untuk mediksa, dan kemudian secara langsung bisa ngweda (mengucapkan mantra) dan mudra (melakukan gerakan orang suci).
Berawal dari Widiantari yang tak kunjung mendapat pekerjaan setelah lulus dari Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Bangli tahun 2005.
Padahal ia sudah melamar pekerjaan sampai ke Bintan, Kepulauan Riau.
Seorang kerabatnya, Pekak Mangku Bawa, kemudian mengajaknya malukat di Merajan Agung.
Saat itu secara emosional ia menangis sejadi-jadinya. Namun diakuinya masih dalam kondisi sadar.
Keadaan itu berlangsung selama dua jam. Akhirnya Komang Widiantari dibawa ke teman kakeknya untuk meditasi.
Setelah meditasi kelima dan keenam, ia mengalami sesuatu yang dahsyat.
Baca: Buronan Eksekutor Pelaku Pembakaran Satu Keluarga di Tinumbu Ditembak Polisi
Setelah merasakan sesuatu yang naik turun dari perut ke tenggorokan, bibirnya kemudian langsung bergetar dan ngweda dengan cepat, disertai gerakan mudra.
Oleh Pekak Mangkunya, ia kemudian diajak mediksa. Saat itu ia belum mengerti apa itu mediksa.
Dipikir hanya melukat biasa. Dia pun kaget saat mengetahui mediksa itu untuk menjadi sulinggih. Ia merasa belum siap.
Hampir selama 10 hari Komang Widiantari setelah itu tidak melaksanakan meditasi. Namun apa yang terjadi?
"Saat itu tityang sembahyang, nangis lalu teriak-teriak seperti orang kerahuan padahal tidak," ungkapnya kepada Tribun Bali, ketika itu.
Ia mengalami seperti kerauhan hingga pukul 01.00 Wita dini hari, lalu dinyatakan meninggal dunia.
Kulitnya saat itu sudah menguning, badannya kaku. Semua anggota keluarga menangis.
"Paman tityang lalu bilang, yen Komang hidup, tityang kal diksain (kalau Komang hidup kembali, akan kami diksa)," tuturnya mengikuti janji sang paman.
Akhirnya jari-jarinya bergerak, matanya hanya terbuka sedikit, tidak bisa mendengar, tidak bisa berkata, tidak berasa badan.
Saat itu, ia langsung dipindah ke kamar. Tidak dibolehkan untuk keluar rumah selama 10 hari.
Setelah kejadian itu, Komang Widiantari yang lahir 13 Maret 1986 ini lahir kembali (mediksa) pada 14 Maret 2007.
Tepat setelah ulang tahun welaka, besoknya ia lahir kembali sebagai orang suci saat umur 21 tahun.
Setelah 11 tahun menjadi sulinggih, dengan status sulinggih termuda di Bali, Ida Resi Alit harus melepas kesulinggihannya setelah memilih menikah.
Ia pun kembali menjadi seorang walaka.
Diungkapkan Sukra, Komang Widiantari masih memiliki keinginan kuat untuk kembali menjadi sulinggih setelah menikah.
Namun, kata dia, diterima dan tidaknya kembali menjadi sulinggih tergantung keputusan Ida Nabe.
Baca: Kapten dan Mualim KMP Bandeng Tak Selamat, Life Jacket Masih Melekat di Tubuhnya
Sebarkan Ajaran Hindu
Setelah tidak lagi menjadi seorang sulinggih, Komang Widiantari nantinya berniat menjadi Dharma Duta (missionaris agama Hindu).
Tugasnya adalah menyebarkan agama Hindu ke berbagai negara di belahan dunia.
Ini bukan merupakan hal baru, mengingat beberapa tahun terakhir, Komang Widiantari sudah melakukannya, saat masih menjadi sulinggih.
Yang berbeda, saat ini Komang Widiantari akan didampingi suaminya yang telah masuk agama Hindu (sebelumnya Budha), setelah melalui prosesi Sudhi Wadani pada Jumat (17/8/2018) pukul 12.15 Wita.
Diketahui pula, pria berusia 31 tahun asal Colorado, Amerika Serikat itu telah memiliki ashram, dengan jumlah anggota yang masih terbatas.
Ia berencana akan membangun ashram kembali namun dengan konsep yang disesuaikan dengan aturan parisada.
Selama menjadi seorang sulinggih, Komang Widiantari diketahui memiliki kawan dari berbagai belahan dunia. Ia cukup fasih berbahasa Inggris dan Spanyol.
Hampir setiap hari ada orang asing yang melukat ke griyanya. Selain itu mereka juga melakukan meditasi dan sharing tentang kehidupan beragama.
"Memang ia punya niatan seperti itu, dan sudah sempat diceritakan pada saya. Setelah ini kami dari PHDI tentunya akan melakukan uji kompetensi untuk memastikan kelayakannya. Kami tidak ingin terjadi salah tafsir yang menimbulkan kesesatan," tandas Sukra.
Artikel ini telah tayang di Tribun-bali.com dengan judul Gelar Sulinggih Ida Resi Alit Dicabut Usai Dinikahi Bule AS, Begini Kisah Mediksanya Diusia 21 Tahun
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.