Pembangunan Mega Proyek PLTA Tampur Ditolak Aktivis dan Warga
Aktivis lingkungan bersama warga di Kabupaten Aceh Tamiang menolak pembangunan mega proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Tampur.
Editor: Dewi Agustina
M Fahmi, Tim Legal dari Yayasan HAkA mengungkapkan bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang digunakan oleh PT Kamirzu, tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya terkait lingkungan hidup dan kehutanan.
Karena berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, IPPKH hanya bisa dikeluarkan oleh menteri terkait berdasarkan permohonan.
Dalam aturan tersebut, menteri memang bisa memberikan kewenangan kepada gubernur sebagai perpanjangan tangan pusat di daerah, tapi hanya untuk pembangunan fasilitas umum yang bersifat non-komersial dengan luas paling banyak lima hektare.
Sedangkan proyek ini sudah dipastikan menggunakan kawasan hutan lebih dari lima hektar dan tidak termasuk dalam kategori fasilitas umum yang bersifat nonkomersial seperti yang disebutkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan.
Dalam jangka waktu yang sudah diberikan selama satu tahun terhitung sejak Surat Keputusan Gubernur Aceh diterbitkan, PT Kamirzu juga belum dapat menunjukkan data pendukung yang ditentukan.
Sehingga izin pinjam pakai kawasan hutan yang dijaukan setahun lalu itu seharusnya batal dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Baca: Pesepakbola Son Heung Min Akhirnya Terbebas dari Wajib Militer Setelah Korsel Raih Medali Emas
Oleh karena itu, izin pinjam pakai kawasan hutan ini sudah seharusnya dicabut dan pemegang izin dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan, karena pemegang izin tidak memenuhi kewajiban dan/atau melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam izin ini.
"Kami juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan terkait pembangunan PLTA Tampur. Selain itu, bersama dengan Perhimpunan Pengacara Lingkungan Hidup (P2LH), kami juga akan menempuh jalur pidana apabila dalam masa tidak berlakunya IPPKH masih ditemukan adanya aktivitas penebangan pohon ataupun pengangkutan alat berat di wilayah proyek PLTA Tampur," jelas M Fahmi.
Masyarakat yang tinggal di hilir Sungai Tamiang kini juga mulai merasa cemas menanggapi rencana pembangunan PLTA Tampur.
"Kami masyarakat Tamiang sudah trauma dengan kejadian banjir bandang yang melanda Aceh Tamiang tahun 2006. Bukannya kami anti dengan pembangunan. Hanya saja kami minta itu dibangun di tempat lain yang, sehingga tidak menimbulkan kecemasan bagi kami yang sering tertimpa musibah ini," ungkap Matsum, warga Aceh Tamiang.
Bentuk penolakan warga ini juga ditunjukkan dengan petisi 'Batalkan Proyek PLTA Tampur yang Mengancam Jutaan Jiwa' di laman change.org, pada tautan change.org/TolakPLTATampur yang kini sudah mendapatkan lebih dari 5000 dukungan dan terus bertambah hingga kemarin. (rel/yat)
Artikel ini telah tayang di Serambinews.com dengan judul Aktivis dan Warga Tolak Proyek PLTA Tampur