Warga Protes Pembebasan Tanah untuk Proyek Jalan Tol Banda Aceh-Sigli Dihargai Rp 40 Ribu Per Meter
Di hadapan para wakil rakyat itu, warga mengeluhkan rendahnya harga tanah mereka yang akan dijadikan lahan proyek jalan tol.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Puluhan warga Gampong Data Makmur, Kecamatan Blangbintang, Aceh Besar, Senin (3/9/2018) mendatangi Gedung DPR Aceh di Jalan Daud Beureueh, Banda Aceh.
Kehadiran mereka untuk mengadukan persoalan terkait penetapan harga pembebasan tanah yang dibuat Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk proyek jalan tol Banda Aceh-Sigli.
Kehadiran warga diterima anggota Komisi I DPRA Bidang Pemerintahan, Hukum, Politik dan Pertanahan, Iskandar Usman Al-Farlaki bersama Jamaluddin T Muku.
Di hadapan para wakil rakyat itu, warga mengeluhkan rendahnya harga tanah mereka yang akan dijadikan lahan proyek jalan tol.
"Harga yang ditetapkan KJPP belum objektif dan jauh di bawah harga yang pernah dibayar Pemerintah Aceh untuk pembangunan SMK Penerbangan maupun tanah untuk TNI-AU," ujar T Sulaiman, seorang pemilik tanah kepada Serambi, usai bertemu Komisi I DPRA, kemarin.
Kedatangan mereka ke Gedung DPRA untuk menyampaikan aspirasi terkait ketidakadilan dan ketidakwajaran dalam penilaian serta penetapan harga tanah milik warga yang terkena proyek jalan tol Banda Aceh-Sigli.
Tanggal 29 dan 30 Agustus 2018 lalu, tim KJPP bersama pihak Kecamatan, BPN dan Satker Pengadaan Tanah Jalan Tol sudah mengadakan musyawarah dengan warga Kecamatan Blangbintang, terkait hasil penilaian harga tanah yang sudah dibuat Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Baca: Senjata Api yang Digunakan untuk Menembak Dua Anggota Polda Jabar Ternyata Milik Brigadir Angga
Karena dinilai terlalu rendah banyak warga yang belum bisa menerima harga yang ditetapkan KJPP.
"Tanah saya yang terkena proyek jalan tol seluas 15.048 m2. Dari hasil penilaian KJPP, tanah seluas itu dihargai Rp 607.220.000. Ini artinya harga satu meternya Rp 40.352," ujar Sulaiman.
Karena dihargai rendah, Sulaiman belum mau menandatangani formulir yang diberikan panitia pengadaan tanah untuk jalan tol tersebut.
Dia menjelaskan, pada tahun 2010 lalu, tanahnya pernah dibeli Pemerintah Aceh untuk pembangunan Kompleks SMK Penerbangan di Blangbintang yang lokasinya tidak jauh dari proyek yang mau dibangun jalan tol, dibayar Rp 72.000 per meter.
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2013, dekat lokasi proyek itu, Pemerintah Aceh kembali membeli tanah masyarakat untuk kebutuhan lahan TNI-AU, dibayar Rp 130.000 per meter persegi.
"Tapi kini tanah kami yang terkena ruas jalan tol hanya dihargai Rp 40.000 per meter. Penilaian harga oleh KJPP itu kami nilai tidak objektif," ujar Sulaiman.
Dia berharap, kehadiran warga ke Gedung Dewan, pihak DPRA bisa membantu mereka untuk mendapatkan keadilan.
Keuchik Data Makmur, Kecamatan Blangbintang, Zamzami, yang turut mendampingi warganya ke DPRA kepada Serambi mengatakan, tanah yang mau dibebaskan untuk jalan tol di desanya sebanyak 52 persil, termasuk tanah milik T Sulaiman.
Baca: Asian Games Berakhir: Stadion GBK Sepi, Atlet Emilia Liburan ke Bali, Puan Persiapkan Para Games
"Masih banyak warga saya yang belum setuju dengan harga pembebesan tanah untuk proyek jalan tol ini," ujarnya.
Sementara anggota Komisi I DPRA Bidang Pemerintahan, Hukum, Politik dan Pertanahan, Islandar Usman Al-Farlaki bersama Jamaluddin T Muku berjanji akan memanggil pihak KJPP, Kasatker Pengadaan Tanah Jalan Tol Aceh, BPN dan pihak terkait untuk mempertanyakan keluhan warga tersebut.
Kepada warga kedua anggota dewan itu meminta data pendukung dan dokumen terkait penilaian dan penetapan harga tanah di sekitar proyek jalan tol yang mau dibangun.
Sementara itu, Kasatker Pengadaan Jalan Tol Aceh, Alvi, yang dimintai tanggapannya terkait penolakan sebagian warga Data Makmur terhadap penetapan harga pembebasan tanah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) mengatakan, jika tak setuju diberi waktu satu bulan untuk menyanggah dan menggugat ke Pengadilan Negeri (PN).
"Menyanggah dan mengugat terhadap penilaian penetapan harga pembebasan tanah masyarakat untuk pelaksanaan pembangunan, dibenarkan oleh UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Perpres Nomor 71 tahun 2012 tentang hal yang sama," ujar Alvi.
Tapi, jika setelah 30 hari, masyarakat yang belum menandatangani formulir tanda persetujuan, tidak melakukan penyanggahan dan mengugat PN, maka penilaian harga yang ditetapkan KJPP itu telah disetujui.
"Alasannya, pemilik tanah sudah diberikan waktu 30 hari untuk menyanggah dan menggugat penetapan harga pembebesan yang dibuat KJPP ke pengadilan, tidak memanfaatkan," jelasnya. (her)
Artikel ini telah tayang di Serambinews.com dengan judul Lahan Jalan Tol Dihargai Rendah,