Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pertolongan Datang Setelah Aldi Novel Menyanyikan Lagu Rohani Sepanjang Malam

Berada di tengah lautan sempat muncul keinginan mengakhiri hidupnya namun teringat kedua orangtuanya

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pertolongan Datang Setelah Aldi Novel Menyanyikan Lagu Rohani Sepanjang Malam
Tribun Manado
Aldi Novel Adilang (18) warga Wori, Minahasa Utara hanyut saat melaut mencari ikan. 

Mereka akan meminta izin pemerintah Jepang agar bisa ke daratan.

Setelah sandar dalam perjalanan seminggu, surat-surat Aldi diurus.

Keesokan harinya, ia diizinkan turun.

Ia menginap di hotel dan naik kereta api dari Osaka.

Aldi sempat melihat pemandangan di Jepang.

"Saat itu saya telepon orangtua," katanya

Tangis pecah saat video call dibuat. Tak ada yang bicara, hanya suara sang ayah yang memperkenalkan diri"Ini kita," kata Alfian Adilang.

Berita Rekomendasi

Sudah 3 Kali Hanyut

Mimpi beroleh uang banyak membawa sejumlah pemuda ke atas rakit.

Pekerjaan yang berisiko tinggi itu ternyata tak seindah mimpi.

Gaji yang mereka peroleh tak sepadan.

Net Kahiking, ibunda Aldi Adilang, nelayan yang hanyut dari rakit di pesisir pantai Ternate dan ditemukan di perairan Guam,  menyebut, anaknya digaji sebulan Rp 2,5 juta.

"Ia dikontrak satu tahun dengan gaji dua juta setengah rupiah per bulan, " kata dia.

Net mengakui dirinyalah yang meminta Aldi agar naik rakit.

Di matanya, pekerjaan itu menjanjikan hingga Aldi bisa menopang ekonomi keluarga.

"Teman temannya banyak yang naik rakit juga," ujarnya.

Net bukannya tidak paham dengan resiko yang akan dialami anaknya namun tekanan ekonomi membuatnya terpaksa merelakan anaknya berjuang di lautan.

"Memang di rakit itu mesti kuat mental, mandiri serta kuat fisik, bahayanya banyak, saya suruh ia bawa Alkitab dam berdoa setiap pagi dan malam, " katanya.

Ungkap Net, Aldi yang masih bujang kerap memberikan gajinya untuk kedua orangtuanya.

Terakhir Aldi membiayai biaya rumah sakit ketika Net masuk rumah sakit.

Net menyatakan, Aldi bukan kali ini saja hanyut.

Sebelumnya sudah dua kali ia hanyut namun kala itu bisa diselamatkan kapal.

Pada peristiwa ketiga ini, ia benar benar kapok.

Sebut Net, sang anak masih trauma.

"Ia katakan tak mau kerja di rakit lagi, dia inginnya kerja di kapal laut saja, " katanya. 

Sempat Ingin Akhiri Hidup, Diburu Ikan Raksasa

Selama 1 bulan 18 hari, Aldi Adilang (18), berada dalam keadaan antara hidup dan mati di atas rakit di tengah lautan lepas.

Rakit yang dijaganya putus di Pulau Doi, perairan Ternate, Maluku Utara.

Nyaris rakit berukuran 2 kali 3 meter tersebut jadi kuburannya.

Nyawanya tertolong setelah dievakuasi sebuah kapal di perairan Guam.

Saat Tribun datang Senin siang, Aldi baru saja tiba bersama ayahnya. 

Keduanya naik motor seharian bersama - sama. "Saya rindu mereka, " kata Aldi.

Aldi nampak masih trauma. Dia menunjukkan sebuah foto rakit  yang ditumpanginya dan lengannya bergetar. "

Jujur saya masih trauma," kata dia.

Aldi bercerita peristiwa buruk yang dialaminya itu berawal dari lepasnya rakit yang ia tumpangi pada tanggal 14 Juli 2018.

"Saya ingat pukul 7 pagi gelombang keras menghempas, hal itu menyebabkan tali yang mengikat rakit bergesekan dengan bantalan rakit, tali itu lantas putus dan rakit ini hanyut," kata dia.

Aldi langsung melaporkan kejadian itu ke teman-temannya lewat HT. Sebuah pamboat dikirimkan.

"Pamboat itu berjaga di posisi dimana rakit teman saya berada karena diperkirakan rakit saya hanyut ke sana, tapi rakit hanyut ke tempat lain, " kata dia.

Pamboat terus mengejar. Kuatnya hempasan ombak menyebabkan pamboat itu nyaris terbalik.

"Waktu itu saya katakan tidak usah kejar saya nanti kalian celaka," kata dia.

Kesedihan mulai terasa kala itu. Ia menangis sejadi - jadinya.

Baca: Hanyut di Laut sampai ke Jepang selama 49 Hari, Begini Cara Aldi Novel Adilang Bertahan Hidup

"Saya langsung teringat ayah  ibu saya, " kata dia.

Meski demikian, ia masih beranggapan kejadian itu biasa.  Toh HT-nya masih berfungsi hingga masih bisa berkomunikasi.

Ia juga masih memiliki makanan dan minuman. Apalagi di perairan Ternate selalu ramai dengan kapal ikan.

Sebelumnya ia juga pernah dua kali putus rakit.

"Namun kala itu bisa diselamatkan kapal, " kata dia.

Berharap hal yang sama, ia harus menanggung kecewa. Bangun keesokan harinya, ia langsung berdiri depan pintu dan meminta pertolongan pada kapal yang lewat.

"Seharian kerja saya hanya memanggil kapal yang lewat namun tak ada yang peduli pada saya," kata dia.

Hal itu terjadi seterusnya. Lewat perairan Ternate, makin sedikit kapal yang lewat.

Di hari kelima HT miliknya mulai kehilangan sinyal. Pas seminggu stok makanan habis. "Tak lama kemudian  gas juga habis, " kata dia.

Mulailah periode survival di lautan ganas. Untuk makan ia terpaksa memancing ikan.

"Saya memotong kayu rakit lantas menjadikannya umpan api untuk membakar ikan," katanya.

Beberapa kali ia makan ikan mentah. Rasanya anyir. "Tapi masuk juga di perut," kata dia.

Untuk minum, ia sangat berhemat. Sehari tiga teguk air. 

"Kalau air habis memang jadi masalah besar karena tak mungkin minum air laut, " kata dia.

Suatu kali air benar-benar kehabian air. Terpaksa ia minum dari air dari pakaian yang dicelupkan di air laut.

"Pakaian itu saya celup di air laut lantas remas, tak terlalu asin, namun tak bisa terus terusan demikian, " kata dia.

Suatu waktu ia tengah duduk kelelahan di pintu rakit. 

Sekonyong-konyong terdengar suara yang memerintahkannya agar membuat pancuran.

Ia patuh, dibuatnya pancuran dari bambu dari bawah rakit. Ajaib. Malam itu hujan deras.

Ia kemudian menampung air. Selama sebulan terapung di batas air, seingatnya, hujan hanya turun kala itu.

"Saya merasa itu  antara mimpi dan sadar, ini mungkin pertolongan Tuhan, " kata dia.

Pengalaman unik dialaminya di minggu ketiga. Pernah suatu kali ia diburu ikan Hiu.

Siripnya terus nampak di sekeliling rakit selama seharian penuh. 

"Saya hanya bisa berdoa, dan ikan hiu itu pergi," kata dia.

Pernah pula ia bertemu ikan berukuran raksasa. Anehnya ikan itu hanya tampak sisi kanannya. "Saya tak tahu ikan apa itu, " kata dia.

Ombak juga kian kencang. Pernah ombak nyaris menghancurkan rakit itu.

Kehidupan Aldi kala itu seperti sudah terjadwal. Pagi ia tangkap ikan. Siang tiduran di rakit dan baca Alkitab.

Sore ia memasak, malam berdoa.

"Saya sulit tidur, paling hanya bisa tidur setengah jam, itu pun tak lelap," kata dia.

Untuk menghemat energi, lampu ia matikan kala malam. 

Ia bisa tiba-tiba sibuk kala ada kapal yang lewat.

"Saya menyalakan lampu agar bisa terlihat kapal," kata dia. 

Saat itu jangankan kapal. Pulau pun tak nampak satupun.

"Saat itu saya merasa akan mati di sini, kembali saya menangis, kali ini bukan di dalam rakit tapi di depan pintu rakit, " kata dia.

Pada pekan keempat, fisik dan mental Aldi benar benar sudah merosot.

Semua yang dilakukannya seakan tak berguna dan hanya buang buang waktu belaka.

Segera terbayang kehidupan yang ia jalani sebelumnya, ia yang badung hingga tidak tamat SMP dan bagaimana kedua orangtuanya tetap mengampuninya.

Semua menghakiminya. Memicu pikiran untuk bunuh diri. 

"Rasanya seperti melompat ke laut itulah jalan keluar, namun saat itu saya teringat ayah ibu saya yang mengajar saya untuk berdoa dalam kesesakan, " kata dia.

Di saat inilah Aldi memperbanyak baca alkitab dan berdoa.

Keinginan mengakhiri hidup diusirnya dengan menyanyi lagu rohani.

Malam sebelum 31 Agustus, ia ingat, dirinya menyanyi lagu rohani sepanjang malam itu.

Keadaan gelap gulita, mencekam, namun ia tetap menyanyi hingga pada akhirnya lelap.

Keesokan paginya melintas Kapal Arpegio (kapal laut Amerika, ABK Filipina).

Kapal melintas begitu dekat dan ia pun coba berhubungan dengan kapal itu lewat radio HT.

Tak berhasil. Kapal itu melaju terus.

"Tiba-tiba saya ingat teman saya pernah katakan kalau bahasa inggris tolong itu help, jadi saya bilang help eh ternyata ada balasan, " kata dia.

Kapal itu kemudian coba menolongnya.

Empat kali kapal itu berputar.

Ia berhasil meraih tali dari kapal itu.

Namun keadaannya sangat lemah hingga pegangan ke tali terlepas.

Mujizat kembali terjadi.

"Kala itu tangan saya nyangkut di tangga, jika tidak saya pasti sudah mati," kata dia.

Di kapal ia diberi makan dan disuruh istirahat selama dua hari. 

Hari ketiga ia diinterogasi kapten.

"Kaptennya pakai bahasa inggris saya pakai google traslate, " kata dia.

Aldi Belum Mau Kerja di Laut

Saat Aldi hilang, sang ibu Net Kahiking sementara sakit berat dan dirawat di rumah sakit.

Ia ditetap diberitahu.

"Tanggal 3 atau 4 September polisi Wori menyebut Aldi sudah ditemukan. Kami berusaha menghubungi terus bosnya tapi sulit dihubungi. Ada kabar bahkan Aldi di Filipina saat itu. Mungkin untuk menyenangkan kami," katanya.

Herlina Bora, kakak ipar Aldi mengatakan, keluarga mengetahui hilangnya Aldi 16 Agustus 2016.

Ada emosi yang membuncah karena sulit mendapatkan kabar. Apalagi sang ibu sakit parah.

Alfian Adilang, mengaku panik. Ia hampir pasrah Aldi tidak akan ditemukan lagi.

Aldi mengaku belum akan bekerja di laut lagi usai peristiwa itu, ia akan bekerja di darat.

Ibunya Pulih dari Penyakit Jantung

Net Kahiking, ibunda Aldi, secara tidak terduga pulih dari penyakit jantungnya justru di saat bergumul dengan kabar hilangnya Aldi.

Bagaimana bisa ?

Diceritakan Net, dirinya sedang dirawat di rumah sakit saat datang kabar Aldi hanyut di rakit.

"Kala itu dada saya sakit sekali, sepertinya jantung ini mau berhenti, dokter sampai takut kalau terjadi apa-apa pada saya," kata dia.

Melihat suaminya Alfian terlihat sangat sedih dan terpukul, mendadak muncul kekuatan dalam dirinya.

Kekuatan juga ia peroleh setelah membaca ayat Alkitab dalam Mazmur 116 ayat 4.

"Suami saya tak henti menangis, saya katakan padanya kita harus kuat, Tuhan sedang menguji kita, saya percaya Tuhan pasti menolong Aldi," kata dia.

Keyakinan bahwa Aldi akan kembali ternyata membantu pemulihan Net.

Tenggelam dalam doa, iman dan pengharapan, nyeri di dada net perlahan hilang.

Dokter kemudian menyatakan ia boleh pulang ke rumah.

"Saya diberi banyak obat dan juga konsumsi obat Makatana, saat bergumul dengan hilangnya Aldi, saya seolah lupa kalau sedang sakit," kata dia.

Net bercerita, kehidupannya selama Aldi hilang seperti sudah terprogram secara otomatis.

Pagi sekeluarga berdoa dalam kamar.

"Kemudian siangnya kami hubungi perusahaan yang mempekerjakan Net, sorenya juga demikian, jelang malam kami baca Alkitab, sebelum tidur kembali kami berdoa dan menangis, begitulah setiap hari," kata dia.

Pernah suatu kali, Net menemui seorang pendoa.

Si pendoa menyebut Aldi masih hidup namun sangat lemah.

Ia senang sekaligus khawatir.

"Saat itu saya terus berdoa dan baca Alkitab, saat berdoa saya punya keyakinan Aldi selamat, " kata dia.

Hingga kemudian kabar gembira itu datang.

Mereka sekeluarga berpelukan haru.

"Waktu melihat Aldi di foto saya teringat pada ayat Alkitab yang saya baca, Tuhan memang baik pada kami, " kata dia.

Kecewa Terhadap Perusahaan

 Alfian Adilang ayah dari Aldi Adilang, kecewa pada pihak perusahaan yang mempekerjakan Aldi.

Pasalnya perusahaan tidak memberikan santunan pada Aldi, padahal yang bersangkutan mengalami kecelakaan.

"Dari perusahaan hanya hitung gaji Aldi, " kata dia.

Menurut Alfian, pihak perusahaan juga tidak transparan dan terkesan berbohong soal keberadaan Aldi.

"Mereka katakan Aldi sudah di Filipina padahal tidak, " kata dia.

Sebutnya pihak perusahaan tidak mengetahui jika Aldi sudah ditemukan.

Perusahaan menyebut Aldi sedang pindah kapal. 
"Kami hanya tes saja, ia sudah di kapal penyelamat dan ternyata mereka berdusta, " kata dia.

Aldi sendiri tidak tahu dengan nama perusahaan yang mempekerjakannya.

Ia hanya tahu nama Kapal Bahtera yang dinaikinya. 

"Perusahaan itu sering kirim ikan ke Bitung, " kata dia. 

Dibantu Pulang KJRI Osaka

Atas bantuan KJRI Osaka, Aldi telah dipulangkan ke kampung halamnnya pada awal September silam

Ketika kejadian Aldi bekerja penjaga lampu di rompong (rumah rakit di lautan) yang berjarak sekitar 125 km dari pesisir utara Manado.

Peristiwa ini diunggah akun Facabook Indonesian Consulate General Osaka yang diduga merupakan akun milik Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka 14 September Silam.

Berikut unggahan pihak KJRI Osaka:

Sdr. Aldi Novel Adilang (19 thn), penjaga lampu di rompong (rumah rakit di lautan) hanyut terbawa arus pada pertengahan Juli 2018 sampai perairan Guam ketika tengah berada di perairan berjarak o. Aldi ditemukan oleh kapal berbendera Panama, M.V. Arpeggio, pada 31 Agustus 2018.

KJRI Osaka telah menjemput Aldi pada 6 September 2018 di Tokuyama, Prefektur Yamaguchi, Jepang setelah kapal bersandar untuk memastikan Aldi dalam kondisi yang baik dan selanjutnya mengawal hingga mendapat izin kepulangan ke Indonesia dari otoritas imigrasi Jepang.

Pada 8 September 2018, KJRI Osaka telah mendampingi kepulangan Aldi ke Manado dengan Garuda Indonesia melalui Tokyo. Saat ini Aldi telah berkumpul dengan keluarganya di Wori, Manado, dan dalam keadaan sehat.

KJRI Osaka mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyelamatan hingga kepulangan Aldi dengan selamat ke Tanah Air.

Kementerian Luar Negeri RI

Sumber: Tribun Manado
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas