Korban Gempa di Kota Palu Banyak yang Tidur di Jalanan
Ribuan warga yang berada di Kota Palu, Sulawesi Tengah dan daerah terdampak dari gempa bumi dan tsunami, diminta untuk tidak masuk dalam bangunan.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
Bukan hanya itu, akses darat menuju Palu, baik dari Makassar dan sekitarnya juga sempat terputus akibat tanah longsor yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 7,4 skala richter.
Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie yang mengalami kerusakan runway sepanjang 500 meter, kini telah dibuka kembali dan akan diproritaskan untuk bantuan dan logistik serta evakuasi warga menuju Makassar.
Tebing Bawah Laut Longsor
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menganalisis terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, terlebih soal bagaimana gelombang air laut yang setinggi 6 meter bisa menerjang daratan.
Gelombamg setinggi 6 meter sebelumnya dikatakan oleh Kepala Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
"BMKG bilang tinggi bisa mencapai 3 meter kan, tapi ternyata lebih, bahkan 6 meter. Analisis kami, itu tadi karena ada tebing bawah laut yang longsor dan volume air laut yang kemudian bertambah," ujarnya di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (29/9/2018).
Dia berhipotesis karena tsunami terjadi di teluk, yakni Teluk Palu, terdorong oleh air yang merupakan hasil longsor tebing bawah laut itu.
"Karena teluk itu kan dia menjorok ketika ke daratan," tambahnya.
Dari sana, dia menjelaskan gelombang yang volume airnya besar itu pun menerjang daratan dengan kencang, karena terakumulasi dengan gelombang yang dibawa dari laut atau dari longsor bawah laut.
Baca: Miftah Nur Sabri Diteror SMS Fitnah Lewat Nomor Telepon Berkode +1 terkait Skandal Sandiaga
"Jadi mungkin awalnya di mulut teluk enggak terlalu besar, tapi begitu dia terdorong dari belakang dan teramplifikasi, itu akan naik dan kecepatannya juga tinggi," katanya.
Sukmandari menyebut kecepatan gelombang tsunami di Teluk Palu mencapai 250 km per jam.
"Dia karena didorong terus oleh gelombang dari belakang, jadi semakin tinggi gelombangnya," pungkasnya.
Longsor dasar laut itulah, yang kemudian membawa komponen tanah atau pasir sehingga air laut di Teluk Palu berbeda dengan air di Donggala.
"Air laut di Teluk Palu lebih keruh dibanding di Donggala, makanya waktu tsunami kelihatan airnya agak kekuningan," ujarnya.
Sementara itu, Sukmandaru menambahkan, banyaknya aliran sungai-sungai di Palu yang bermuara ke laut dan membawa komponen pasir dan tanah, juga mengakibatkan tanah itu mengendap di dasar laut.
Namun, ia menilai masih ada kemungkinan lain jika gempa darat memicu tsunami.
"Dan itu perlu diteliti lagi ya," ujarnya. (tribunnews/amriyono)