Transportasi Udara Jadi Prioritas Pengiriman Bantuan Luar Negeri
Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berbagai keperluan dibutuhkan salah satunya pesawat udara
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia menerima bantuan dari negara-negara lain untuk membantu korban gempabumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berbagai keperluan dibutuhkan salah satunya pesawat udara.
Baca: Permata Imbau Segenap Masyarakat Indonesia Tionghoa Bantu Korban Gempa dan Tsunami di Sulteng
"Pemerintah Indonesia hanya butuh pesawat udara yang mampu landing dibandara sepanjang 2000 meter," kata Sutopo, saat jumpa pers Update Penanganan Bencana Gempa dan Tsunami di Kota Palu dan Donggala di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Dia menjelaskan, pesawat udara itu seperti pesawat Hercules tipe C 130. Menurut dia, pesawat itu diharapkan mampu mendarat dilandasan pendek.
Pesawat akan dipergunakan untuk mengangkut tenda, water treatment, genset, tenaga medis, dan keperluan penyemprotan atau fogging.
Fogging perlu dilakukan, karena dia menerima informasi di beberapa tempat yang tertimbun baik longsor maupun likuivaksi sudah mengeluarkan bau menyengat dan itu berpotensi menimbulkan penyakit, sehingga dilakukan penyemprotan.
"Air transportation jadi prioritas dari semua bentuk bantuan. Mampu mengangkut personel maupun bantuan yang dalam jumlah besar," kata dia.
Pada saat ini, kata dia, sudah ada 26 negara dan dua organisasi internasional yang bersedia memberikan bantuan. Bantuan harus tertulis ke Indonesia. Nantinya, semua bantuan dikoordinasikan ke Kementerian/Lembaga.
Baca: KemenPUPR Menyediakan Air Bersih dan Sanitasi, Pembersihan Kota Palu dan Donggala
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto ditunjuk sebagai koordinator bantuan dari luar negeri.
"Semua bantuan harus self-supporting sebisa mungkin tidak membebani pemerintah Indonesia," tambahnya.