Sembuhkan Trauma, Anak-anak Korban Gempa dan Tsunami di Palu Asyik Bermain di Pengungsian
Belasan anak-anak pengungsi akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah tampak asyik bermain dan mewarnai
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWSCOM, BALIKPAPAN - Di balik aktivitas relawan yang membantu penanganan pengungsi Palu dan Donggala, Sulteng di Base Ops TNI-AU Lanud Dhomber Balikpapan terlihat satu tenda berwarna putih.
Di tempat tersebut terlihat anak-anak sedang bermain bersama dengan relawan. Posko tersebut tertulis 'Tim Trauma Healing Palu dan Donggala'.
Baca: Listrik Masih Mati dan Bangunan Masih Rusak di Lapas Palu, Warga Binaan Lapor Sehari Sekali
Belasan anak-anak pengungsi akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah tampak asyik bermain dan mewarnai.
Mereka sepertinya sejenak melupakan duka yang dirasakan pasca bencana gempa dan tsunami. Beberapa relawan juga tengah membacakan dongeng di depan anak-anak.
Dwita Salverry, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Cabang Balikpapan yang ditunjuk Polda Kaltim sebagai koordinator lapangan tim trauma healing menuturkan, aktivitas bermain bersama anak-anak pengungsi untuk membantu mengurangi rasa trauma yang dialami saat mereka merasakan gempa bumi.
Tim trauma healing melibatkan para psikolog dan mahasiswa psikologi se-Kaltim serta relawan non-psikolog pemerhati anak.
"Kegiatan mengajak bermain anak-anak ini setidaknya bisa mengurangi rasa traumanya. Anak-anak ini logikanya belum jalan, hanya merasa-rasa, jika rasa dikembalikan kepada senang, happy, sehingga anak-anak ini lupa dengan kejadian di sana (Palu dan Donggala)," ujar Dwita.
Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun mendapatkan perlakuan sama. Namun, untuk orang dewasa, para relawan lepas yang berasal dari kalangan mahasiswa psikolog langsung mendekati para pengungsi dengan melakukan Psychology First Aid.
"Kami datangi mereka, kami bangun hubungan sehingga mereka mau cerita dan mengetahui kesulitan apa yang dihadapi, kami bisa bantu apa. Jika butuh tiket kami carikan dana untuk membeli tiket, jika butuh kebutuhan psikologis bisa langsung kami hibur," ungkap Dwita.
Hak tersebut dikatakan sangat efektif pada tahap pertama, karena mereka butuh tempat untuk berbicara menyalurkan seluruh emosinya.
Selama berada di tempat penampungan para pengungsi Palu dan Donggala membutuhkan pelukan, bahwa mereka di sini sudah aman dan selamat.
"Begitu pesawat Hercules mendarat kami sambut mereka. Kami sambut dan memberikan kebutuhan dasar mereka. Kami antarkan mereka ke posko, termasuk mengantarnya untuk mandi, bersih-bersih. Setelah itu kami ajak ngobrol kebutuhan mereka apa," jelasnya.
Dwita melanjutkan, bagaimana pun keadaannya, sebagai kebutuhan dasar manusia berada di tengah keluarga masing-masing. "Bagaimana merasa nyaman berada di tempat yang menenangkan, yaitu berada di samping keluarganya," tuturnya.
Baca: Wiranto Sebut Masalah Listrik dan Jaringan Komunikasi di Palu dan Donggala Sudah Teratasi
Para relawan memberikan pendekatan untuk berbicara kepada pengungsi apa yang dibutuhkan. Jika memang mereka tidak memiliki dana untuk pergi ke rumah keluarganya, diusahakan mencarikan dana untuk pembelian tiket pesawat. Menurutnya, semakin lama mereka berada di tenda pengungsian, semakin tertekan perasaannya.
"Banyak juga yang menitipkan dana untuk kebutuhan kepulangan pengungsi Palu ke tempat keluarganya di Jawa dan tempat-tempat keluarganya. Kami antarkan mereka ke bandara," katanya. (aditya)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.