Mama Ini Seperti Kiamat, Syahadat Saja Nak
Akibat amblasnya tanah di Perumnas Balaroa tersebut, menurut data Aksi Cepat Tanggap (ACT) ribuan orang diduga masih tertimbun di dalam rumahnya.
Penulis: Dany Permana
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Gempa berkekuatan 7,4 SR disertai tsunami yang mengguncang Kota Palu, Donggala dan sekitarnya, menimbulkan efek lain yang mematikan yaitu likuifaksi dan tanah amblas.
Likuifaksi atau fenomena pergerakan tanah tersebut menerjang kawasan Perumnas Petobo, Kota Palu, wilayah Mpano, Sidera, Jono Oge, dan Lolu, di Kabupaten Sigi. Sementara Perumnas Balaroa mengalami tanah amblas yang membuat jalan di kawasan tersebut berada selevel dengan atap rumah warga.
Akibat amblasnya tanah di Perumnas Balaroa tersebut, menurut data Aksi Cepat Tanggap (ACT) ribuan orang diduga masih tertimbun di dalam rumahnya.
Baca: Jono Oge, Kampung yang Bergeser Sejauh 3 Km dan Tertukar Dengan Kebun Jagung
Satu diantara korban selamat adalah Winda Evianti (21) yang di malam naas tersebut tinggal bersama Mama dan satu orang adiknya.
Winda yang ditemui Tribunnews.com di sekitar rumahnya yang telah amblas tersebut menuturkan getirnya Jumat malam tanggal 28 September 2018 tersebut.
Dengan terbata menahan haru sekaligus kengerian, malam selepas magrib Winda yang tengah berada ruang tengah keluarga merasakan keganjilan alam yang luar biasa.
Goyangan gempa pertama membuatnya terpaku sekaligus berteriak memanggil Mamanya. Sementara seingat dia adik perempuannya saat goyangan pertama masih berada di kamarnya.
Belum habis kekagetannya terhadap goyangan gempa dahsyat tersebut, Winda mendengar tanah bergemuruh dengan kerasnya. Dia bersama Mamanya refleks melihat keadaan di luar rumahnya.
Ternyata jalanan di depan rumahnya telah naik sedikit di atas kusen rumahnya, bersamaan dengan meledaknya tegel rumah yang terdorong oleh tekanan tanah yang menghimpit.
"Mama memanggil adik untuk keluar kamar dan berkumpul di ruang tamu agar kita sesegera mungkin keluar dari rumah mencari ertolongan," tutur Winda.
Namun sayang, saat hendak membuka pintu rumah, ternyata pintu tersebut terhimpit tanah jalanan yang menutup kusen sehingga tidak mungkin untuk dibuka.
"Saya dan adik menangis sejadi-jadinya sambil berpelukan. Mama refleks menyuruh kami untuk bersyahadat dan berdoa saja. Kami pasrah saja karena kami tahu kami tidak mungkin keluar dari rumah saat itu," lanjut Winda dengan terbata.
"Sambil menangis dan berdoa, saya menyadari ternyata jalanan di depan semakin tinggi hingga hampir setengah rumah. Dalam hati saya berpikir mungkin ini adalah kiamat," jelas Winda.
Namun ternyata naiknya jalanan tersebut justru memberi berkah bagi keluarga Winda. Tanah yang menghimpit tersebut mampu menghancurkan dinding rumah Winda sehingga berlubang dan cukup untuk keluarga itu keluar dari rumah.