Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Jateng Peringkat 3 Besar di Indonesia
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seolah tidak ada habisnya. Bahkan, ini dianggap seperti teori gunung es.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNNEWS.COM, BREBES - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seolah tidak ada habisnya. Bahkan, ini dianggap seperti teori gunung es.
Hanya sedikit yang tampak di permukaan, alias sedikit yang melaporkan kasus ini. Sebenarnya, yang tidak melaporkan kasus kekerasan lebih banyak.
"Kalau melihat jumlah kasus, seperti gunung es. Hanya sedikit yang melaporkan," kata Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu.
Ia memaparkan jumlah kekerasan di tingkat nasional prevalensinya satu dari tiga perempuan Indonesia mengalami kekerasan.
Menurutnya, bisa dikatakan prevalensi tingkat kekerasan terhadap perempuan di Indonesia disebutkan mencapai 30 persen. Sedangkan untuk anak-anak jumlahnya lebih besar, yaitu 33 persen.
Adapun prevalensi kekerasan seks terhadap anak laki-laki ada 8 persen, perempuan 3,6 persen dikalikan jumlah anak di indonesia sekitar 83 juta. Berarti ada 600 ribu sampai 800 ribu punya potensi mengalami kekerasan seksual
"Itu potensinya kami mengambil prevelensi. Sedangkan kalau berbicara jumlah kasus seperti bak gunung es, karena sedikit yang melaporkannya," jelasnya.
Menurutnya, prevalensi korban kekerasan pada anak laki- laki, dua kali lebih besar dibanding anak perempuan.
Namun pada kenyataannya, angka yang dilaporkan di unit pelayanan sebagian besar adalah perempuan.
Hal ini karena mereka korban jenis kelamin laki-laki enggan melaporkan tindak kekerasan yang dialami.
Ketika ditanya provinsi mana yang paling banyak kasus kekerasan, ia mengatakan, semua provinsi memiliki potensi yang sama, termasuk Jateng yang memiliki jumlah penduduk banyak.
"Jumlah kasus kekerasan in line dengan jumlah penduduk yang ada," bebernya.
Ketika ditanya pelaku kekerasan, ia mengatakan pelakunya didominasi orang terdekat dan dikenal korban.
"Dia bisa ibu, bapak, kakak, dan teman korban. Ini sangat disayangkan karena mereka itu seharusnya melindungi bukan malah melakukan kekerasan," ujarnya.
Sementara, untuk di Provinsi Jawa Tengah, pada 2017 ada 2.441 kasus kekesaran perempuan dan anak. Namun, kebanyakan kasusnya yakni 1400 merupakan kasus kekerasan anak.
"Ada sembilan daerah yang kasus kekerasannya di atas 100 pertahun. Paling banyak Kota Semarang. Kalau Brebes juga masuk dalam kategori kasus di atas 100 pertahun," kata Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, Sri Winarna saat di Brebes.
Menurutnya, Provinsi Jateng masuk tiga besar angka kekerasan anak dan perempuan di Indonesia.
Meskipun tergolong tinggi, daerah juga memiliki respon yang bagus untuk meminimalisir dan menekan kekerasan perempuan dan anak. Serta mendampingi korban kekerasan hingga mendapatkan keadilan.
"Ada respon awal yang bagus, kasus segera dilaporkan dan melakukan pencegahan kekerasan perempuan dan anak. Kasus tinggi, namun responnnya juga bagus," ucapnya.
Brebes, kata dia, menjadi pilot project di Jateng skema baru terkait Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak.
Brebes memiliki kasus tinggi lantaran memiliki luas daerah dan penduduk yang banyak.
Selama Januari- September 2018, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3KB) Brebes mencatat ada 85 laporan kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Jumlah itu sama dengan jumlah kasus pada 2017 dengan rentang waktu yang sama yakni dari Januari- September 2017.(*)