Zero Kerambah di Bendungan Jatiluhur pada Akhir 2018
Saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang, matahari pun menyengat persis berada di atas kepala.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
Belum lagi, tingkat keasaman air yag sudah sangat memprihatinkan. Kondisi tersebut jelas menjadi ancaman tersendiri bagi waduk tersebut.
Karena, satu dampak terparah dari semakin asamnya kadar air di waduk ini, bisa menyebabkan korosi pada kontruksi bendungan.
Hal itu terjadi saat lapisan beton yang terkelupas akibat penurunan kualitas air (H2S, di atas ambang batas).
Peralatan elektromekanik juga terkena dampak korosif akibat kandungan H2S yang tinggi.
"Karena pencemaran yang tinggi, air tersebut sangat asam. Sudah kami teliti, karena air tersebut bersifat asam, maka timgkat korosifitas menjadi sangat tinggi. Itu terjadi karena sisa pakan ikan yang tidak dimakan, jumlahnya ratusan ton. Karnena itu KJA itu tidak ramah lingkungan," tegas Djoko.
Untuk itulah, PJT II Jatiluhur segera melakukan langkah-langkah strategis untuk meminimalisasi resiko kerusakan yang bisa mengancam keberadaan bendungan tersebut.
"Dengan target zero KJA pada akhir 2018. Penertiban KJA setiap hari harus mencapai 212 petak KJA," tegas Djoko saat pertemuan bersama IKAL PPSA XXI.
Untuk itu pula, PJT II sudah menyiapkan solusi bagi para petani KJA di bendungan Jatiluhur. Program pemberdayaan masyarakat di sekitar Bendungan Jatiluhur melalui kegiatan perikanan berkelanjutan (culture based fisheries/CBF).
PJT II pun telah menggandengan Kementerian Kelautan Dan Perikanan untuk pelaksanaan CBF, yang ditandai dengan penandatangan kerjasama pada 14 September 2017 lalu.
Sejah ini juga sudah dilakukan penebaran benih ikan sejumlah 7,8 juta ekor pada Mei 2018 sebagai langkah awal penerapan CBF. Adapun jenis ikan yang ditebar bandeng (50 persen), patin (30 persen) dan nila (20 persen).
"Tujuan CBF untuk perbaikan ekologi lingkungan bendungan. Ikan bandeng akan hidup di daerah apotik atau paling dasar, patin di daerah potik dan nila di permukaan," jelasnya.
Berbeda dengan KJA, ikan yang ditebar, tidak menggunakan kerambah dan tidak diberikan pakan. Ikan bandeng air tawar, patil, dan nila tersebut akan hidup secara alamiah, dan akan memakan apapun yang ada di danau.
"Termasuk juga sisa pakan, planton, dan apapun yang ada di dunau. Dengan begitu air diharapkan aka jauh lebih sehat, baik dibandingkan di atasnya ada kerambah," jelas Djoko.
Para petani KJA juga akan bisa menikmati panen dari penerapan CBF setiap empat bulan sekali. Ekonomi warga sekitar pun menjadi sejahtera melalui penerapan CBF.