Sumber Air Tercemar Racun Pestisida, Masyarakat Adat: Jangan Bunuh Kami dengan Racunmu
Warga nagori/Desa Sihaporas sekaligus pengurus Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) masih waswas peracunan sumber air mereka
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Medan, Arjuna Bakkara
TRIBUNNEWS.COM – SIMALUNGUN - Warga nagori/Desa Sihaporas sekaligus pengurus Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) masih merasa waswas terhadap kejadian dugaan penyebaran racun pestisida ke sumber air atau umbul.
Mereka pun khawarit pencemaran dan peracunan air sungai akan terus terulang, sehingga berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkenan meninjau lokasi.
"Sebenarnya sudah berulang-ulang kami sampaikan, agar kayu di kawasan umbul air tidak ditebangi. Tahun lalu, saat sungai tercemar, air minum kotor, kami sudah minta pekerja TPL tidak mengusai kawasan umbul di Bombongan Nabolon dan Aek Maranti. Kami minta, supaya kami menanam hutan alam, sehingga air tidak kotor," kata Mangitua Ambarita, warga Sihaporas dan Wakil Ketua Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Selasa (30/10).
Mangitua yang pernah terpenjara selama dua tahun karena memperjuangkan tanah adat Sihaporas melawan PT TPL, meminta agar PT Toba Pulp Lestari (TPL) menghentikan penguasaan lahan di kawasan hulu sungai, yang sudah bertahun-tahun mencemari sungai sumber air minum, mandi dan mencuci.
"Permintaan warga Sihaporas, jangan bunuh kami melalui racunmu. Jangan tebari racun di umbul air, hulu sungai Aek Maranti dan Bombongan Bolon," ujar Mangitua.
Menurut Mangitua yang juga sintua Gereja Katolik Santo Yohanes Sihaporas, permintaan warga, agar PT TPL tidak lagi menebangi kayu-kayu di kawasan sumber air, yakni kawasan sungai/Aek Maranti dan Bombongan Bolon, Nagori (Desa) Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Saat ini, warga Sihaporas dan Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas sedang mengumpulkan data-data terkait dugaan pencemaran lingkungan yang mematikan banyak ikan endemik pekan lalu.
Warga bersama Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas dalam pendampingan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak akan menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan.
"Kami berharap petugas dari Kementerian Lingungan Hidup dan Kehutanan bersedia turun meninjau ke lokasi."
"Sebab ini bukan hanya pencemaran lingkungan dengan meracuni ikan di sungai, juga penebangan hutan yang kami duga melanggar sempadan sungai," ujar Mangitua, yang menjabat Wakil Ketua Lamtoras Sihaporas.
Sebelumnya diberitakan Tribun-Medan.com, warga Nagori (Desa) Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun sedang dilanda kecemasan.
Mereka pun mengepung camp pekerja PT TPL di kawasan Maranti, hulu sungai yang menjadi sumber air minum, mandi dan mencuci bagi warga oleh karena diduga beracun.
Menurut warga setempat, Jonni Ambarita, warga takut menggunakan sungai besar Sidogor-dogor yang muaranya di Maranti karena khawatir terpapar zat beracun setelah ditemukan ratusan ikan air tawar seperti jenis ihan Batak (Latin: Neolissochilus thienemanni), ikan pora-pora, limbat (lele lokal) dan kepiting mati.
Baca: Masyarakat Sihaporas Minta Menteri Siti Nurbaya Jadikan Lahan yang Mereka Tempati Sebagai Tanah Adat
Baca: Warga Desa Sihaporas Mengadu ke Presiden dan Kapolri
Penjelasan PT TPL
Humas PT Toba Plup Lestari Tbk (TPL) Agusta Sirait, menyebut, manajemen TPL telah mendapatkan informasi mengenai kejadian dugaan sungai dan ikan kena racun di Sihaporas.
"Pada tanggal 26 Oktober 2018 kami menerima informasi bahwa telah ditemukan sejumlah ikan mati di sungai Sihaporas."
"Kami segera mengirimkan tim ke lapangan untuk melakukan pengecekan ke lokasi kejadian dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib."
"Tim kami juga langsung mengambil sample air sungai Sihaporas untuk dikirim ke Laboratorium Sucofindo untuk dilakukan pengecekan untuk mengetahui penyebab kematian ikan-ikan tersebut," ujar Agusta Sirait dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, proses penyelidikan masih berlangsung termasuk pengecekan laboratorium terhadap sample air sungai Sihaporas.
"Kami berharap penyebab kematian ikan-ikan tersebut segera dapat diketahui. Dalam menjalankan kegiatan operasional nya, PT TPL menjunjung tinggi komitmen pengelolaan HTI secara berkelanjutan," ujar Agusta.
Masih menurut Agusta, PT TPL telah mendapatkan sertifikasi PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) dan IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) dari lembaga independen yang kredible.
Audit pengelolaan HTI (hutan tanaman industri) pun dilakukan secara berkala untuk memastikan implementasi di lapangan dilakukan sesuai dengan aturan dan SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku.
Baca: PT Toba Plup Lestari Bantah Sengaja Meracuni Sumber Air Warga Sihaporas, Simalungun
Mengecek Lokasi
Berdasarkan penuturan Jonni Ambarita, setelah pihaknya melaporkan dugaan meracuni ikan dan sungai kepada Polres Simalungun, Polsek Sidamanik dan Dinas Perikanan, petugas sejumlah badan berdatangan ke Sihaporas.
"Hari ini tim Dokter dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pematang Sidamanik, datang ke lokasi," ujar Jonni , Selasa (30/10/2018) pagi.
Ia kemudian mengirimkan foto-foto petugas mengenakan pakaian winas warna putih. "Sehubungan beredarnya berita pencemaran lingkungan/air minum warga di Sihaporas di media massa dan medsos kami diperintahkan dokter kepala," ujar Jonni menirukan Rosmani Sipayung di Sihaporas, Selasa (30/10/2018).
Rosmani Sipayung datang didampingi Morlen Sinurat dan Murniati Manik diperintahkan Dokter Kepala Puskesmas Tigaurung agar meninjau lapangan untuk mengecek kebenaran informasi matinya ikan-ikan atas dugaan diracun.
Setelah mengecek lokasi umbul air di Sungai Maranti dan kawasan Bombongan Bolon, di mana terdapat lokasi penebangan hutan oleh pekerj TPL, Romasni mengatakan air tersebut tidak layak dikonsumsi.
Temuan di lapangan adalah masih terdapat sisa sisa wadah pestisida Confidor dan sampah dapur berserakan di permukaan umbul air minum masyarakat. Apalagi saat musim hujan, warna air akan menghitam kecokelatan karena disekitar lokasi hutan sudah digunduli.
Jarak hutan dengan sumber mata air yang terpelihara tidak ada sama sekali, padahal sesuai dengan Undanga-undanga Kehutanan No 41 tahun 1999, sempadan sungai besar adalah 110 meter, dan sempadan sungai kecil 50 meter, pohon tidak dapat ditebangi.
Sehari sebelumnya, Senin (29/10/2018) sejumlah petugas dari Dinas Perikanan Kabupaten Simalungun, juga turun dari Medan ke Sihaporas. Mereka mengambil sampel air sungai. (jun/Tribunmedan.com)