Tradisi Leluhur Suku Dayak Wehea yang Masih Lestari, Tamu Disambut, dan Diberi Gelang Persaudaraan
Upaya melestarikan tradisi dan kebudayaan leluhur tetap dilakukan masyarakat pedalaman Kutai Timur ini sering ditampilkan pada momen-momen tertentu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, KUTAI TIMUR - Masyarakat Suku Dayak Wehea, di Desa Adat Nehas Liah Bing, di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur punya tradisi adat untuk menyambut tamu.
Masyarakat Dayak Wehea terus melestarikan budaya serta adat istiadatnya itu.
Diantaranya melestarikan upacara penyambutan tamu dan tari-tarian tradisional lainnya.
Upaya melestarikan tradisi dan kebudayaan leluhur tetap dilakukan masyarakat pedalaman Kutai Timur ini sering ditampilkan pada momen-momen tertentu.
Baca: Mencicipi Lezatnya Beang Bit Khas Desa Adat Nehas Liah Bing Kalimantan Timur
Seperti saat menyambut kedatangan Tim Ekspedisi Cerita dari Hutan yang diselenggarakan oleh Hutan Itu Indonesia (HII) di Halaman Gedung Pertemuan Desa Adat (Lamin), Kecamatan Muara Wahau, Kamis (6/12/2018).
Beberapa warga dari suku Dayak Wehea menampilkan tarian selamat datang dan upacara 'Nekeak' untuk menyambut tamu kehormatan.
Kepala Adat Suku Dayak Wehea, Ledjie Taq, 'Nekeak' adalah sebuah upacara adat untuk menyambut tamu-tamu masuk di kawasan Wehea.
Keripik pinang, telur ayam serta seekor ayam disiapkan diatas tampah.
Ledjie kemudian menyambut Tim Ekspedisi Cerita dari Hutan dan mempersilakan berdiri di atas tikar anyaman berwarna coklat dengan ukiran khas Dayak Wehea.
Ledjie yang lengkap menggunakan pakaian khas Dayak Wehea lalu mengucapkan kalimat berbahasa Dayak.
Baca: Ekspedisi Cerita dari Hutan, Cara HII Memperkenalkan Hutan Pada Generasi Muda Indonesia
Sekitar tiga menit berbicara bahasa Dayak, ia lalu menarukan telur ayam diatas potongan bambu.
Ia juga menyembelih ayam. Darah ayam yang menetes lalu ditaruh disebuah piring. Darah ayam itu diambilnya menggunakan jempol dan diusapkan di dahi para Tim Ekspedisi Cerita dari Hutan.
Ledjie mempersilakan para gadis Dayak Wehea untuk mengikatkan gelang manek kepada para Tim Ekspedisi Cerita dari Hutan.
Gelang manek itu terdiri dari tiga buah manik-manik. 1 berwarna hitam. 2 berwarna merah. Serta tali yang berwarna merah.
Tim Ekspedisi Cerita dari Hutan lalu dipersilakan masuk ke dalam Gedung Pertemuan Desa Adat (Lamin) dan menyaksikan para gadis Dayak menarikan tarian khas Dayak Wehea.
Ledjie mengatakan, upacara adat untuk menyambut tamu-tamu atau orang tertentu yang masuk wilayah Desa Adat Wehea.
"Sesaji kepada para penguasa kampung, penguasa wilayah supaya kita memohon kepada mereka agar melindung para tamu dan melindungi masyarakat yang ada disini. Semoga sehat dan selamat panjang umur," kata Ledjie Taq.
Untuk pengikatan gelang manek, ia menceritakan pengikatan gelang manik sebagai lambang perlindungan dari hal-hal yang negatif selama berada di kawasan Wehea.
"Gelang manek nya itu ada 2 biji warna merah, ada 1 biji hitam. Itu mempunyai arti bahwa hitam membuat kita tidak kelihatan iblis tertentu dan yang merah dirangkai dengan benang merah diharapkan pemakai sehat dan selamat," ungkap Ledjie Taq.
Selain itu, gelang manek juga sebagai simbol persaudaraan antara tamu yang hadir dengan penduduk sekitar.
"Gelang manek diharapkan mengikat persaudaraan antara para tamu dan penduduk," jelasnya.