Perjalanan Dinas Fiktif DPRD Purwakarta, Di Kwitansi Dapat Rp 4,5 Juta Tapi Terima Uang Rp 300 Ribu
Sudira, anggota majelis hakim menanyakan soal berapa honor yang ia apatkan. Sri mengatakan ia mendapat Rp 1,6 juta selama empat hari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Sidang kasus dugaan korupsi di DPRD Purwakata dengan modus perjalanan dinas dan bimbingan teknis (Bimtek) fiktif di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (19/12), menghadirkan sejumlah saksi.
Diantaranya sejumlah staf sekretariat DPRD Purwakarta. Salah satunya adalah Sri Rahayu.
"Saya pernah jadi pendamping saat bimtek ke Jakarta selama 4 hari," ujar Si.
Sudira, anggota majelis hakim menanyakan soal berapa honor yang ia apatkan. Sri mengatakan ia mendapat Rp 1,6 juta selama empat hari tersebut.
Baca: Cara Kerja Satgas Bentukan Kapolri Berantas Mafia Pengaturan Skor
"Tapi di kwitansi saya mendapatkan uang Rp 4,5 juta. Keterima Rp 1,6 juta, selebihnya saya tidak tahu kemana," ujar dia menjawab pertanyaan hakim.
Saksi yang dihadirkan dipersidangan dalam kasus korupsi perjalanan fiktif dan bimbingan teknis DPRD Purwakarta tidak mengakui uang yang diterima sesuai kwitansi. Dikwitansi pencairan uang ternyata jumlahnya jauh berbeda dengan uang yang diterima.
Hal senada dikatakan saksi bernama Suci. Ia mengaku mendapat honor per hari Rp 100 ribu saat bimtek selama tiga hari. Namun, hakim justru menanyakan kembali, bahwa Suci di kwitansi mendapat uang Rp 4,5 juta.
"Saya enggak tahu, saya hanya dapat Rp 300 ribu selama bimtek tiga hari. Saya enggak tahu ada kwitansi itu," katanya.
Saksi Saefulloh, sama-sama dari staf Sekretariat DPRD Purwakarta mengakui hal yang sama. "Saya juga sama dapat Rp 300 ribu," ujar Saefulloh. Hakim lantas mengkroscek pengakuan itu dengan berita acara pemeriksaan.
"Tapi di kwitansi kamu dapat Rp 4,5 juta. Jadi yang mana yang benar," ujar Sudira Saefulloh meyakinkan bahwa pengakuannya mendapat Rp 300 ribu untuk pendamping bimtek selama tiga hari lah yang benar.
"Karena saya hanya dapat segitu," ujarnya. Hal ironi terungkap dari kesaksian Santi, staf lainnya. Dalam kwitansi, ia mendapat Rp 4,5 juta untuk kegiatan Bimtek.
"Tapi saya tidak dapat sepeser pun," ujar Santi. Kasus itu melibatkan dua terdakwa, yakni M Ripai selaku Sekretaris DPRD dan Hasan Ujang Sumardi selaku Kasubbag Anggaran.
Penasehat hukum kedua terdakwa, Deden mengatakan, M Ripai selaku pengguna anggaran dan Hasan selaku panitia pelaksana teknis kegiatan memang bertanggung jawab terhadap sejumlah program DPRD Purwakarta.
"Tapi klien kami tidak mendapat sepeserpun uang yang disebu-sebut sebagai bagian dari perjalanan dinas tersebut," katanya.
Sebelumnya, jaksa penuntu umum kasus ini, Rhendi Ahmad Fauzy mengatakan, kasus ini terkait perjalanan dinas dan bimtek fiktif. "Ada 117 perjalanan dinas dan dua bimtek fiktif dan negara dirugikan sebesar Rp 2,4 miliar," ujar Rhendi di Jalan LLRE Martadinata usai sidang dakwaan pekan lalu.
Sementara itu, dalam dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum, kedua terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dan menguntungkan diri sendiri atau 45 anggota DPRD Purwakarta.
perbuatan melawan hukumnya ini, kata jaksa, sejumlah pihak diuntungkan atau perbuatan terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri yaitu terdakwa Mohammad Ripai atau orang lain yaitu Hasan Ujang Sumardi ataupun sebanyak 45 orang anggota DPRD Kabupaten Purwakarta terdiri dari 4 orang unsur pimpinan dan anggota dari 4 komisi," ujarnya.
"Kerugian negara sebesar Rp 2,426 miliar sebagaimana hasil pemeriksaan non PKPT Inspektorat Kabupaten Purwakarta Nomor 700/185/Insp/2018 tanggal 2 Maret 2018," ujar Rhendi saat membacakan dakwaanya. (men)