Update: Korban Tsunami yang Tewas di lampung 116 Orang, 11 Masih Dalam Pencarian
Gelombang tsunami yang menerjang kawasan pesisir Lampung Selatan pada Sabtu, 22 Desember 2018 malam
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Tribun Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNNEWS.COM, KALIANDA - Jumlah korban tewas dalam tsunami di Selat Sunda yang juga menghantam pesisir Lampung Selatan sampai Jumat, 28 Desember 2018 pagi, sudah mencapai 116 orang.
Menurut Plt Kepala Dinas Kominfo Lampung Selatan Sefri Masdian. jumlah ini masih mungkin bertambah.
Mengingat sampai saat ini masih ada laporan 11 warga yang hilang dan belum ditemukan.
“Kalau untuk korban meninggal sampai pagi ini tercatat 116 orang. Tim rescue gabungan masih terus mencari kemungkinan korban lainnya. Karena masih ada 11 orang yang dilaporkan hilang,” terang Sefri kepada Tribunlampung.co.id.
Gelombang tsunami yang menerjang kawasan pesisir Lampung Selatan pada Sabtu, 22 Desember 2018 malam, menyisakan duka mendalam bagi masyarakat di wilayah pesisir, khususnya Kecamatan Rajabasa dan Kalianda.
Baca: Gedung Shelter Tsunami di Padeglang Berubah Menjadi Tempat Esek-esek, Proyeknya Pernah Dikorupsi
Kecamatan Rajabasa menjadi daerah terkena dampak paling parah dari terjangan tsunami ini.
Banyak warga yang tidak hanya kehilangan anggota keluarganya, tetapi juga kehilangan rumah mereka yang luluh lantak diterjang gelombang tsunami.
Sampai saat ini, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan masih fokus pada upaya tanggap darurat untuk penanganan korban.
“Upaya pendataan kerusakan masih kita lakukan. Kita masih fokus pada upaya tanggap bencana,” terang Sefri.
Baca: Meradang Karena Aurat Dylan Sahara Dikomentari Nyinyir, Ifan Seventeen: Saya Akan Cari Anda!
Kondisi Pengungsi
Hujan yang mengguyur dalam dua hari terakhir menambah penderitaan para pengungsi di kaki Gunung Rajabasa, Lampung Selatan.
Dengan hanya beratapkan tenda terpal dan plastik, mereka terpaksa merasakan kedinginan dan juga tetesan air hujan.
Warga tidak memiliki pilihan lain.
Untuk bertahan di rumah, mereka khawatir adanya gelombang tsunami susulan.
Baca: Video Nikahannya dengan Pria Bule Beredar, Aura Kasih Bagikan Momen Spesial Usai Ijab Kabul
Apalagi sejak tragedi terjangan tsunami pada Sabtu, 22 Desember 2018, letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) terdengar cukup keras dari kawasan pesisir.
“Kita masih belum berani untuk tinggal di rumah, meski tidak rusak diterjang tsunami. Kita khawatir akan ada tsunami susulan,” kata Desi, ibu rumah tangga yang mengungsi bersama keluarganya di kebun, Kamis, 27 Desember 2018.
Warga berharap bantuan tenda atau terpal untuk membuat tenda yang lebih baik.
Sehingga saat hujan mengguyur, mereka tidak harus berbasah-basahan.
“Kita kasihan anak-anak. Sudah udara dingin, terkadang juga ada rembesan air hujan,” kata Neneng, wanita asal Desa Way Muli yang mengungsi di kaki Gunung Rajabasa.
Tidak hanya tenda yang lebih layak. Warga pun berharap ada bantuan selimut dan kelambu untuk anak-anak balita.
Pasalnya, pada malam hari cukup banyak nyamuk.
Hal lainnya yang juga dibutuhkan warga yakni lampu emergensi, pakaian anak, pembalut wanita, dan alat rumah tangga untuk memasak.
Mulai Diserang Penyakit
Tinggal selama empat hari di tenda, sejumlah pengungsi di kaki Gunung Rajabasa mulai terserang penyakit.
Kebanyakan warga mengeluhkan demam, batu, pilek, dan gangguan pernapasan.
Ada juga warga yang memiliki riwayat sakit gula darah, hipertensi, dan sakit lainnya yang kambuh.
“Kalau demam sudah mulai. Kita yang paling khawatir anak-anak. Karena ini sudah mulai ada yang terkena panas tinggi,” terang Hasanah, pengungsi di Gunung Rajabasa, Kamis, 27 Desember 2018.
Kondisi ini tidak hanya dialami warga yang mengungsi ke tenda-tenda.
Hal sama juga dialami warga pengungsi di Desa Canggu, Desa Krinjing, dan Desa Totoharjo.
Meski begitu, mereka tidak kesulitan mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan obat-obatan.
Karena setiap tempat konsentrasi pengungsian terdapat posko pelayanan kesehatan.
“Bahkan terkadang anggota relawan kesehatan datang menyambangi tempat pengungsian untuk melakukan pemeriksaan,” kata Muksin, warga lainnya.
Budi, relawan kesehatan di Desa Way Muli Timur, mengatakan, gangguan kesehatan yang dialami warga yakni batuk, pilek, demam, dan ISPA.
“Tetapi memang ada beberapa warga yang mengeluhkan hipertensinya naik dan juga gula darah naik. Mereka memang memiliki riwayat sakit hipertensi dan gula darah. Karena mungkin cukup stres pascatragedi tsunami. Jadi tensinya naik,” ujarnya.
Evakuasi Warga
Sebanyak 432 warga Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, akhirnya bersedia dievakuasi.
Awalnya, mereka sempat menolak dievakuasi dan memilih bertahan di tempat pengungsian di Pulau Sebesi.
Proses evakuasi dilakukan menggunakan KRI Teluk Cirebon 543, Kamis, 27 Desember 2018 sore.
Selanjutnya, para pengungsi tersebut dibawa menggunakan bus Trans Lampung menuju pengungsian di lapangan tenis indoor kompleks perkantoran Pemkab Lamsel di Kalianda.
Pantauan Tribunlampung.co.id di Pelabuhan Panjang, tempat bersandarnya KRI Teluk Cirebon 543, sejumlah anggota Lanal Lampung dan Pelabuhan Panjang sudah berjaga sejak pukul 17.00 WIB.
Kapal tiba di Pelabuhan Panjang sekira pukul 18.30 WIB.
Danlanal Lampung Kolonel Laut (p) A Agung PS mengungkapkan, KRI Teluk Cirebon 543 memutuskan untuk bersandar di Pelabuhan Panjang.
Alasannya, dermaga di Pelabuhan Bakauheni dan Canti, Lampung Selatan, tidak memungkinkan untuk menurunkan penumpang.
“Jumlah warga yang diangkut ini ada 432 orang. Ini penyeberangan terakhir setelah tiga kapal sebelumnya yang mengangkut warga Pulau Sebesi sejumlah 1.500 orang. Diperkirakan masih ada sekitar 400 warga yang bertahan di Pulau Sebesi,” kata Agung kepada awak media di Pelabuhan Panjang. (Dedi Sutomo)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul UPDATE TSUNAMI LAMPUNG - 116 Korban Tewas Sudah Ditemukan, 11 Masih Hilang,
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.