Sering Didemo, Pasien Anjlok, Benarkah RSUD Pirgadi Medan Diambang Kebangkutan? Ini Kata Dirutnya
Mereka sudah mendapatkan surat edaran dari pemerintah yang pada intinya menyebut tidak ada lagi perekrutan tenaga honorer.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Medan, Azis Husein Hasibuan
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Direktur Utama RSUD Pirngadi Suryadi Panjaitan menjelaskan, tunggakan pembayaran biaya yang dikeluarkan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah berangsur membaik.
"Sekarang sudah makin bagus. Ke Pirngadi, mereka (BPJS Kesehatan) cukup perhatian baik. Kami sudah komunikasi. Oh, bagus deh," kata Suryadi saat ditemui di RSUD Pirngadi, Rabu (2/1/2019).
Meski tidak merinci pembayaran yang diterima dari BPJS Kesehatan, Suryadi pada intinya menyebut, hubungan kedua belah pihak perihal masalah tunggakan sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama.
"Soal masalah keterlambatan pembayaran (BPJS Kesehatan) merupakan tanggung jawab kita bersama, bukan hanya kesalahan BPJS. Salah kita semua, bersama-sama kita perbaiki. Makanya saya bilang tadi, rumah sakit pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap rakyat miskin," ujarnya.
RS Pirngadi dalam tahun 2018 ini sudah beberapa kali mendapat protes dari tenaga kerja honorer.
Mereka menuntut gaji yang tak dibayarkan selama berbulan-bulan.
Kala itu, Suryadi menyebut, pihaknya akan mencari cara terbaik untuk melunasi gaji tenaga honorer yang terbengkalai akibat tunggakan pembayaran BPJS Kesehatan.
Baca: Empat Bulan RSUD Pirngadi Tak Bayar Gaji Petugas Kebersihan
Kini, kata Suryadi, mereka sudah mendapatkan surat edaran dari pemerintah yang pada intinya menyebut tidak ada lagi perekrutan tenaga honorer.
"Sekarang, betul enggak, tenaga honorer sudah ditempatkan pada kompetensinya. Layak enggak dia bekerja. Sekarang enggak bisa lagi masuk Pirngadi, sudah ada tim. Saya kira, di pemerintah daerah manapun sudah tidak bisa lagi menerima tenaga kerja kontrak. Kami mencoba mendayagunakan tenaga honorer untuk bekerja maksimal," jelasnya.
Selain menuntaskan masalah gaji honorer, RSUD Pirngadi juga memiliki tanggung jawab menuntaskan pembayaran pembangunan/pengadaan yang melibatkan pihak ketiga.
"Rutin kami bayar. Keren kami sekarang, keren-keren. Yang lalu, lalulah. Sekarang kita ke depan saja," tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wirya Alrahman menyebut, RS Pirngadi sedang mengalami masa keterpurukan dampak dari merosotnya jumlah pasien hingga 40 persen.
Menjawab pernyataan Sekda, Suryadi justru mengklaim, rumah sakit yang digadang-gadang akan dijadikan Badan Layanan Umum Daerah (BULD) dalam kondisi prima.
"Siapa bilang? Buktinya kan bisa dilihat. Yang lalu biarlah, kami ke depan saja dan ambil sisi positifnya. Bersama-sama kita bangun rumah sakit pemerintah ini," ujarnya.
Menurut Suryadi, keunggulan rumah sakit milik pemerintah dibanding swasta adalah tidak pandang bulu saat menerima pasien.
"Pernah lihat rumah sakit swasta? Orang meninggal, kecelakaan, siapapun itu, yang enggak punya KTP, gelandangan, pasti ke rumah sakit pemerintah, terutama ke RSUD Pirngadi," ucapnya.
"Sosial kami lebih tinggi dan harus diakui oleh siapapun. Kalau enggak sama-sama kita membangun, lalu siapa lagi?," lanjutnya.
Suryadi pun meminta supaya mereka dibantu untuk memperbaiki manajemen rumah sakit.
"Masa kita kecilkan rumah sakit pemerintah yang milik kita bersama. Bantu kami memperbaiki manajemennya," katanya.
Sepanjang tahun 2018, RSUD Pirngadi masih mempunyai pekerjaan rumah untuk terus membenahi sumber daya manusia (SDM) yang dibarengi ketersediaan peralatan kesehatan.
Di samping itu, RSUD Pirngadi juga mendapat bantuan dari pemerintah pusat yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp 10,8 miliar pada tahun 2018.
Untuk tahun 2019, bantuan yang dikucurkan pemerintah melesat jauh mencapai hampir 300 persen dari tahun sebelumnya senilai Rp 22,8 miliar.
"Dana bantuan ini merupakan perhatian pemerintah artinya semakin meningkat yang juga disokong Pemko Medan melalui Pak Wali (Dzulmi Eldin)," jelasnya.
"Kami kan aparat, harus bisa mencari, bekerja keras untuk membangun unit kerja. Itulah tanggung jawab seorang pimpinan harus bisa berinovasi," pungkasnya.
Kunjungan ke RSUD Pirngadi Turun 40 Persen
Saat ini, RSUD Pirngadi mengalami penurunan BOR (Bed Occupancy Ratio) hingga 40 persen.
Wali Kota Medan T Dzulmi Eldin melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan menginstruksikan agar manajemen RSUD Pirngadi segera dievaluasi.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan Irma Suryani mengatakan, penurunan BOR yang terjadi di rumah sakit milik Pemko Medan tersebut salah satunya karena imbas dari sistem regionalisasi atau rayonisasi yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan.
"Sistem BPJS sekarang lucu, karena dia sudah mengunci. Misalnya, saya kalau mau ke rumah sakit C, sudah ada daftarnya. Ke rumah sakit B, sudah ada daftarnya. BPJS-nya yang menguncinya, kalau Dinas Kesehatan enggak punya peran di situ," kata Irma, Rabu (12/12/2018).
Dijelaskannya, saat ini jika masyarakat ingin berobat, harus dirujuk ke rumah sakit tipe C terlebih dahulu. Setelah itu, C ke tipe B dan tipe B ke tipe A. Kecuali, katanya, pada kasus darurat, baru diperbolehkan dari Puskesmas langsung dirujuk ke rumah sakit tipe B.
"Kalau yang darurat banget, memang di rumah sakit tipe C enggak bisa diantisipasi. Tetapi pada kasus yang lain, regionalisasi dikerjakan oleh BPJS," ujarnya.
Sistem regionalisasi tersebut, lebih jauh ia mencontohkan, misalnya untuk wilayah Kecamatan Medan Timur, hanya dikasih rumah sakit 1, 2, atau 3. Ketika di rumah sakit 3, masyarakat bisa memilih ingin dirujuk di mana.
"Enggak boleh juga lompat-lompat. Misalnya se-Kota Medan dikasih semua ke RSUD Pirngadi, maunya kita ya sih boleh-boleh saja. Tapi kan lagi-lagi BPJS yang kasih batas rayonisasi untuk rujukan," jelas Irma.
Diakuinya, BPJS Kesehatan sebenarnya menerapkan sistem rayonisasi agar tidak terjadi penumpukkan di satu tempat. Namun ternyata sistem tersebut memiliki dampak.
"Sebenarnya BPJS mungkin ada pikirannya supaya enggak bertumpuk di satu tempat, cuma ada yang terimbas, yang terimbas kita lah (RSUD Pirngadi) salah satunya. Karena kita tipe B," ucapnya.
Terkait menurunnya BOR RSUD Pirngadi, Irma mengakui tentunya harus ada evaluasi yang dilakukan. Ada yang harus dipenuhi terkait penyebab rendahnya BOR di rumah sakit tersebut.
"Terkait Pirngadi yang juga RS Kota Medan, pasti kita berupaya supaya rumah sakit itu lebih baik ke depannya," ucapnya.
Pertama, kata Irma, harus perbaiki masalah internal seperti kualitas dan yang lainnya untuk mengambil simpati masyarakat lagi. Kedua, terkait masalah eksternal, pihaknya berupaya ke BPJS agar RSUD Pirngadi tidak hanya untuk kecamatan tertentu saja.
"Kalau dulu kan lempeng abis. Bisa dikatakan Pirngadi itu puskesmas terbesar di Kota Medan karena semua tumplek di situ," ucap Irma.
Sebelumya, Dirut RSUD Pirngadi Suryadi saat ditanya mengenai evaluasi RS Pirngadi, ia enggan memberikan keterangan perihal perkembangan arahan Wali Kota Medan tersebut
"No comment lah," ujarnya diakhiri tawa saat dijumpai usai rapat internal dan tertutup bersama anggota Komisi B DPRD Medan di RSUD Pirngadi dan langsung masuk ke mobilnya, Senin (3/12/2018).
Sementara itu, rapat internal bersama anggota Komisi B DPRD Medan dikatakannya hanya membicarakan bagaimana agar RSUP Pirngadi meningkatkan pelayanan ke depannya.
"Enggak ada. Bagaimana untuk meningkatkan pelayanan saja ke depannya. Kami juga berusahalah untuk lebih baik," kata dia.
Peningkatan pelayanan lebih baik tersebut menurutnya seperti penambahan alat-alat kesehatan dan pelayanan profesional saja. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Ini Kata Dirut Soal RSUD Pirngadi Diambang Bangkrut, Okupansi Turun Hingga Didemo Pekerja,