Memasuki Tahun Politik, Warga Jemu dengan Media Sosial, Banyak Hoaks dan Konten Permusuhan
Memasuki tahun politik, informasi bohong atau hoaks diprediksi meningkat terutama untuk mendiskreditkan kontestan pemilu, baik Pilpres maupun Pileg
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM,BANDUNG - Memasuki tahun politik, informasi bohong atau hoaks diprediksi meningkat terutama untuk mendiskreditkan kontestan pemilu, baik Pilpres maupun Pileg 2019.
Dalam media sosial apa pun bentuknya, jadi sarana untuk menyebarkan hoaks tersebut. Bagi Clara (28), pengunjung CFD Dago Bandung, media sosial saat ini terasa menjemukan.
"Sebagai pengguna media sosial, konten-konten yang saya lihat sangat banyak sekali terkait politik. Ada di antaranya informasi bohong, kalau enggak itu, permusuhan, sehingga media sosial saat ini bagi saya terasa menjemukan saja," ujar Clara Minggu (6/1/2019) seraya tertawa.
Baca: Usai Jalani Pemeriksaan Terkait Dugaan Prostitusi Artis, Vanessa Angel Dilepas Polisi
Clara sudah menggunakan media sosial sejak lima tahun terakhir.
Hermawan (35), pun berpendapat demikian. Entah itu media sosial Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya, saat ini di tahun politik, kontennya lebih banyak mengundang permusuhan dibanding persahabatan.
"Mungkin orang lain juga merasakan konten yang saat ini beredar kebanyakan isu politik dengan bahasa-bahasa permusuhan, bahkan sampai Whatsapp (WA) saja saya sering nerima forward message isinya politik, si A begini si B begitu. Lama-lama bosan juga," ujar Hermawan.
Baca: Diusulkan Jabat Ketum PSSI, Ahok Malah Dinilai Ketua DPRD DKI Jakarta Pantas Jadi Jaksa Agung
Pernyataan mereka ada benarnya. Berkaca pada data kejahatan cyber yang ditangani Polda Jabar sepanjang 2018, kasusnya meningkat.
Tahun lalu, kejahatan cyber mencapai 288 kasus. Identifikasi kasusnya beragam, termasuk di dalamnya terkait politik.
"Mengalami kenaikan hingga 46,88 persen di tahun ini mencapai 423 kasus," ujar Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto belum lama ini.
Kenaikan itu dipengaruhi oleh tingginya pengguna internet, penggunaan media sosial termasuk jual beli online.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik digunakan penyidik untuk menjerat pelaku.
Kapolda menyadari tingginya kasus kejahatan cyber menuntut institusinya untuk menambah sub direktorat baru di Direktorat Reserse Kriminal Khusus yang dipimpin Kombes Samudi.
"Era digital, Polri telah membentuk struktur baru di bawah Direskrimsus yakni Subdit Cyber tahun depan yang tugasnya patroli cyber," ujar Kapolda.
Tidak hanya itu, Bidang Humas Polda Jabar yang dipimpin Kombes Trunoyudo juga ditambah yakni Sub Bidang Multimedia.
"Tugasnya juga sama untuk patroli cyber. Jika ada temuan, dilimpahkan ke Subdit Cyber Direskrimsus untuk ditindaklanjuti dalam penyelidikan. Jika ada bukti kuat, maka akan ditingkatkan ke penyidikan," katanya.
Tahun ini, Direskrimsus sempat mengungkap ujaran kebencian di media sosial dengan tersangka Ahyad Saepuloh alias Ugie Khan pada Maret. Ia menyebarkan informasi hoaks terkait penganiayaan ulama oleh anggota PKI.