Pascatragedi Taft Maut Warga Langkat Tetap Pilih Rakit, Ini Alasannya
Keberadaan rakit ini ya sudah kayak nafas kehidupan kami dan kayak darah di nadi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Medan Dedy Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, STABAT - Tragedi Taft mautyang menyemplung dari rakit penyeberangan Selayang Pulao-Stungkit Langkat hingga menelan korban satu keluarga, Jumat (18/1/2019) tidak membuat warga takut atau khawatir kejadian terulang.
Sejak Sabtu pagi (19/1/2019) rakit tetap beroperasi seperti biasa.
Saat Tribun Medan terjun langsung ke lokasi, di atas rakit penyeberangan mewawancarai beberap warga yang sedang memanfaatkan jasa jalur alternatif ini.
Mereka terlihat santai dan nyaman.
Seorang ibu rumah tangga, Tria terlihat menggendong bayi saat duduk di atas rakit.
Ia bertujuan hendak ke pajak pekan (mingguan) yang biasa melapak di Kecamatan Selesai.
Baca: Sempat Foto Keluarga Sebelum Tsunami, Istri Kembaran Ifan Seventeen Ceritakan Perilaku Dylan Sahara
Sambil mengelus bayinya, berujar tak ada rasa takut, meski bari terjadi tragedi maut.
"Keberadaan rakit ini ya sudah kayak nafas kehidupan kami lah, dan kayak darah di nadi. Tiap hari kami lewati ini. Ya gak takut, mau gimana lagi. Mau apa-apa, ke pekan, lihat saudara, pesta ya butuh rakit ini," ujarnya.
Baca: Pencarian Korban Tenggelam di Sungai Jagir Dilakukan selama Sepekan
Ketika disinggung keberadaan jembatan yang dibangun pemerintah, Tria mengaku enggan melaluinya, lantaran jarak tempuhnya bisa lebih boros waktu 1 hingga 2 jam dari Stungkit Kecamatan Wampu ke Kecematan Selesai.
"Ada memang jembatan, cuma jauh kali lah. Jalan menuju jembatan pun rusak parah belum diaspal. Kalau dari rakit ini, nyaman seberang gak jauh lagi dah dapat jalan aspal. Hemat waktu, hemat uang, hemat tenaga lah. Harapannya ya rakit terus beroperasi lah," katanya.
Hasil penelusuran tribun-medan.com ke warga-warga lain, rata-rata mereka berujar hal senada dengan Tria.
Alasan warga keberadaan rakit sudah ada sejak puluhan tahun silam mulai masih berupa perahu kecil, sampan, rakit kayu, hingga rakit semi besi.
"Jauh kali lah kalau mutar-mutar dari jembatan yang dibangun pemerintah. Jalannya jelek, dah gitu lama baru dapat jalan aspal kalau mau ke Binjai," kata penjual warung di dekat tepi penyeberangan antar kecamatan Wampu-Selesai. (Dyk/tribun-medan.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.