Bantu Warga Kuasai Tanah Penyandang Disabilitas, Sejumlah Perangkat Desa Jadi Tersangka
Dewa Nyoman Oka yang hidup sendirian dalam kondisi tunarungu dan tunawicara, diduga dimanfaatkan oknum warga dan perangkat desa di Banjar Tarukan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR – Dewa Nyoman Oka (55) yang hidup sendirian dalam kondisi tunarungu dan tunawicara, diduga dimanfaatkan oknum warga dan perangkat desa di Banjar Tarukan, Desa Pejeng Kaja, Tampaksiring.
Mereka diduga telah mensertifikati tanah milik Dewa Oka sekitar 50 are, demi keuntungan pribadi.
Mereka memanfaatkan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) terkait kepengurusan sertifikat tahun 2017.
Para pelaku di antaranya, dua orang warga I Dewa Ketut Oka Merta dan I Nyoman Ngurah Swastika.
Kelian Banjar, I Nyoman Sujendra; Bendesa, I Wayan Artawan dan Kepala Desa Pejeng Kaja, I Dewa Putu Artha Putra.
Baca: Foto Bareng Iqbaal Ramadhan, Nia Ramadhani Lebih Cocok Disebut Milea Ketimbang Mamanya
Kelimanya telah ditetapkan tersangka oleh Reserse Kriminal Umum Polda Bali.
Dua tersangka, Dewa Merta dan Nyoman Swastika telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar, Rabu (23/1/2019).
Kuasa Hukum korban, I Made Somya Putra, Kamis (24/1/2019) mengapresiasi Polda Bali dan Kejari Gianyar, yang telah melimpahkan dan menahan para tersangka.
Baca: Menantu Jokowi Main Proyek Rumah Bersubsidi, Mahfud MD : Kita Lihat Saja Nanti
Namun pihaknya meminta, penyidik Polda Bali segera melengkapi berkas-berkas dan pelimpahkan Perbekel, Bendesa dan Kelian Banjar ke Kejari Gianyar.
“Memanfaatkan kondisi disparitas sebagai objek kejahatan, merupakan kejahatan yang sangat kejam,” kecamnya.
Lebih kejam lagi, kata Somya, Bendesa, Perbekel dan Kelian Banjar tidak menyadari kesalahannya.
Mereka terus melakukan manuver untuk lolos dari jeratan hukum, dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Gianyar.
“Para tersangka ini tidak memperhatikan Dewa Nyoman Oka sebagai penyandang disabilitas. Mereka sangat bernafsu menguasai tanah itu," kata dia.
Kemampuan-kemampuan manuver hukum yang didukung oleh kekuatan finansial dan jaringan secara umum dapat menjadikan penyandang disabilitas sebagai korban empuk dalam niatan jahat,” ujarnya.
“Kami selaku kuasa hukum meminta kepada semua kalangan termasuk pemerintah dari tingkat bawah sampai pusat, dan semua jajaran aparat penegak hukum untuk sangat memperhatikan penyandang disabalitas yang rentan sebagai korban dari niat jahat."
"Karena itu, perlindungan hukum pada korban tidak boleh hanya dalam bentuk hukum pidana, tetapi juga penghilangan diskriminasi dalam pelayanan publik maupun perlindungan dalam hukum privat seperti hukum perda yang terjadi saat ini,” tandasnya.
Kelima pihak belum bisa dikonfirmasi terkait hal ini.
Baca: Pasangan Kekasih Diduga Bunuh Diri di Kamar Hotel, Jasad Roy Tergantung, Aisyah Berlumuran Darah
Kejahatan Sistematis
Somya Putra mengungkapkan, kejahatan yang dilakukan kelima tersangka ini sangat sistematis.
Berawal adanya program PRONA di tahun 2017.
Lantaran korban selama hidupnya memiliki keterbatasan dan hanya hidup sebatang kara, dua tersangka Dewa Merta dan Nyoman Swastika diam-diam mengajukan dan masukan tanah korban ke dalam sertifikat tanahnya.
Mereka juga memalsukan tanda tangan pendamping.
Sementara, ketiga oknum perangkat desa ini ditetapkan tersangka, lantaran diduga ikut membantu kedua tersangka utama menyiapkan dan menandatangani berkas penerbitan sertifikat.
“Kejahatan ini dilakukan secara sistematis. Hukum harus memberikan keadilan pada korban, supaya tidak terjadi pada penyandang disabilitas lainnya,” tandas Somya.
Artikel ini telah tayang di Tribun-bali.com dengan judul Klian Banjar, Bendesa & Perbekel Jadi Tersangka, Diduga Bantu Warga Kuasai Tanah Milik Nyoman Oka