Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lukisan Sosok Pangeran Diponegoro Muda Ini Mirip Wajah Jokowi

Sosok itu masih tampak muda. Mengenakan udeng atau sorban ala Turki sebagai penutup kepalanya, bajunya surjan polos hijau lumut yang tampak pudar

Editor: Sugiyarto
zoom-in Lukisan Sosok Pangeran Diponegoro Muda Ini Mirip Wajah Jokowi
Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo
Lukisan karya Sigit Santoso menggambarkan sosok Diponegoro muda dalam wajah muda, dipamerkan di Jogja Gallery, Jumat (1/2/2019) 

“Pernah terlintas di ide, saya ingin menggambarkannya serupa sosok-sosok santri zaman now, zaman milenial yang rambutnya gondrong. Kontemporer pokoknya,” jelas teman sekolah penyair Wiji Thukul yang raib pada masa gejolak reformasi 97/98.

Namun gagasan itu berubah. Sigit memilih untuk menyesuaikan penggambaran dengan situasi politik terkini, meski ia tidak bermaksud menempatkan karyanya sebagai produk  politik. “Tafsir terserah ke penonton,” katanya.

Setelah bergelut lama dengan ide-idenya, dan banyak berdiskusi dengan kurator pameran, Dr Mikke Susanto, akhirnya tercapai kesesuaian. “Saya kemudian membuat desain menggunakan komputer,” lanjutnya.

Hal lain di luar penggambaran wajah yang memerlukan diskusi panjang, Sigit juga menghadapi tantangan tentang penggambaran keris yang identik dengan Diponegoro. “Apakah santri dulu selalu bawa keris?” gugatnya.

“Bagaimana letak penempatan keris jika memang dibawa? Di depan atau belakang?” lanjut Sigit yang kemudian memilih tetap untuk memvisualisasikan sang figur itu menggenggam warangka keris yang terselip di perutnya.

Teks babad dari kurator dan penyelenggara pameran yang diberikan ke Sigit Santoso, baginya sebagai seniman, terasa menyulitkan dan membatasi. Tapi ia harus berkompromi.

Sebagaimana beberapa pelukis lain, Sigit tetap memasukkan ciri khasnya dalam karyanya. Latar belakang lukisan yang menggambarkan suasana malam, dengan kemunculan bulan sabit dan kelelawar yang beterbangan, bisa bertafsir banyak.

Berita Rekomendasi

“Intrepretasi terserah penonton. Saya tidak punya kekuatan pemaksa agar masyarakat memahami karya saya. Apapun karya kalau sudah dipamerkan, itu jadi milik orang lain juga. Bebas,” tandasnya.

Namun ia tetap memberi catatan, secara hakikat, proses karya dan gagasan yang ia visualisasikan, hanya sang seniman yang tahu persis. Ia menganalogikan situasinya dengan saat orang bertamu ke rumahnya.

“Tamu bisa tahu pintu masuk pagar, pintu masuk teras, masuk ruang tamu. Tapi kalau kamar, ya hanya saya yang tahu persis,” jelasnya.

Ia pun menunjuk visualisasi tangan kanan Abdurohim yang jari telunjuknya mengarah ke atas.

“Tanda itu tafsir,” tukasnya. Tanda dan simbol itu bisa berarti banyak juga. Baginya posisi telunjuk yang mengarah ke atas itu umum sifatnya. Banyak figur sangat penting yang dicitrakan menggunakan tanda itu sebagai kode reliji.

Tapi jika dirunut sejarahnya, simbol-simbol itu sesungguhnya banyak yang dipengaruhi ketika paganism atau kebudayaan pagan mendominasi peradaban manusia di bumi ini. “Sebagian yang kita kenal sekarang itu simbol-simbol kuno,” kata Sigit.

Bagi pria kelahiran Ngawi ini, karya terkait Babad Diponegoro ini, sangat menarik. Ia menikmati proses karyanya sejak awal hingga lukisan itu dituntaskan Kamis (31/1/2019).

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas