Terungkap di Persidangan, Uang Suap Perizinan Meikarta Berasal dari PT Mahkota Sentosa Utama
Di persidangan, jaksa KPK menampilkan sejumlah bukti surat tentang pencairan uang senilai puluhan miliar dari PT MSU untuk biaya operasional.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Persidangan kasus suap perizinan proyek Meikarta pada Senin (4/2/2019) mengungkap sejumlah fakta baru. Salah satunya keterlibatan korporasi dalam praktik suap.
Di persidangan itu, dihadirkan tujuh saksi. Dari PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) dan dari pemegang saham PT SMU.
Di persidangan, jaksa KPK menampilkan sejumlah bukti surat tentang pencairan uang senilai puluhan miliar dari PT MSU untuk biaya operasional.
Salah satunya, surat pencairan uang Rp 3,5 miliar untuk biaya operasional diserahkan kepada Edy Dwi Soesianto.
Sedangkan, menurut dakwaan jaksa KPK untuk terdakwa Billy Sindoro, Edy Dwi Soesianto terlibat dalam penyerahan uang suap senilai Rp 10,5 miliar ke Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin secara bertahap dari Juni 2017 hingga Januari 2018.
Baca: Steffy Burase Batal Menikah dengan Irwandi karena Gubernur Nonaktif Aceh itu Keburu Ditangkap KPK
Uang itu diserahkan setelah Neneng Hasanah Yasin meneken surat izin pengelolaan dan penggunaan tanah (IPPT) pada Mei 2017.
"Di persidangan kemarin kami ingin tahu dari mana sebenarnya sumber uang. Dari saksi yang dihadirkan pekan lalu kan belum jelas, di persidangan kemarin jelas bahwa uang berasal dari PT MSU namun diotorisasi oleh pemegang saham," ujar jaksa KPK, I Wayan Riana usai persidangan.
Sementara itu, PT MSU sendiri dioperatori oleh sejumlah ekspatriat asing.
Seperti diketahui, PT MSU merupakan perusahaan pengembang Meikarta dan didanai salah satunya oleh konsorsium perusahaan di China lewat Peak Asia Investment.
Sony dari perusahaan pemegang saham Meikarta yang dihadirkan di persidangan mengatakan, pembiayaan pembangunan Meikarta berasal dari setoran modal, salah satunya dari Peak Asia Investment.
Selama proses pembangunan Meikarta, proses konstruksi sudah dikeluarkan senilai Rp 4 triliun dengan biaya iklan sebesar Rp 1,4 triliun.
Semua uang yang keluar berasal dari PT MSU.
"Semua pengabul keputusan ada di PT MSU yang sebagian besar ekspatriat (dari China). Peran kami hanya verifikasi saja setiap pengeluaran," ujar Sony.
Jaksa KPK sempat menampilkan bukti surat pengeluaran senilai Rp 3,5 miliar secara cash oleh PT MSU. Tertulis, uang untuk biaya operasional.
Baca: 1,5 Jam Lamanya Fadli Zon dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Bahas Penahanan Ahmad Dhani
Dalam bukti surat ditampilkan juga peruntukan uang itu untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Jaksa sempat menyinggung apakah uang itu untuk suap IMB dan IPPT yang diberikan pada Bupati Bekasi Neneng Hasanah pada Juni 2017, Sony membantah.
"Kami perusahaan terbuka, punya tanggung jawab ke RUPS dan publik sehingga tidak mungkin menyetujui uang-uang untuk keperluan tidak resmi," ujar Sony.
Ia berdalih, uang Rp 3,5 miliar itu justru untuk uang pesangon Edy Dwi Soesianto.
"Itu uang pesangon untuk pak Edy Dwi Soesianto yang sudah pensiun tapi dipekerjakan kembali untuk mengurus perizinan," ujar Sony.
Jaksa menanyakan mengapa di bukti surat tertulis itu disebut biaya operasional, bukannya uang pesangon sebagaimana dimaksud Sony.
"Karena untuk menjaga kondusifitas di internal karyawan sesama perusahaan," ujar Sony.