Pengusaha Pelayaran dan Masyarakat Pesisir Cirebon Dukung Galangan Gamatara
Dia mengemukakan ada ribuan warga merasakan manfaat atas eksistensi perusahaan galangan kapal itu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua INSA yang juga pengusaha Galangan Kapal Marina Bahagia Johnson W Sutjipto mengemukakan jangan sampai orang baik karena mungkin ada kesalahan adimintrasi malah dihukum.
Hal itu dikemukakannya berkaitan dengan aksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyeret galangan PT Gamatara Trans Ocean Shipyard karena membangun jalan 200 meter atas permintaan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas (KSOP) Cirebon.
"KSOP Cirebon dan Pelindo II juga diharapkan dapat memberikan kepedulian dan tidak membiarkannya," ujar Johnson, Minggu (10/3/2019).
Apalagi galangan Gamantara itu tidak melakukan pelanggaran terhadap perizinan lingkungan karena itu memang bukan tugasnya.
Baca: Peta Laut Elektronik Edisi Baru Akan Dirilis Untuk Tingkatkan Keselamatan Pelayaran di Selat Malaka
Mereka hanya menguruk tanah dan membangun jalan seluas 10 meter sepanjang 200 meter menuju Pelabuhan atas permohonan lisan pihak KSOP, bukan melakukan reklamasi.
Hal senada dikemukakan tokoh masyarakat pesisir Cirebon, Soleh Bajeri. "Jangan lah perusahaan, yang begitu banyak jasanya untuk masyarakat dan negara malah diperlukakan seperti itu," tutur pria yang juga tokoh di Kelurahan Junjunan, Cirebon, itu.
Dia menuturkan PT Gamatara Trans Ocean Shipyard selama ini banyak membantu masyarakat. "Dari masyarakat pesisir hingga masyarakat nonpesisir banyak dibantu oleh Gamatara. Baik dalam hal kegiatan warga, maupun dalam penyediaan lapangan kerja," cetusnya.
Dia mengemukakan ada ribuan warga merasakan manfaat atas eksistensi perusahaan galangan kapal itu.
Baca: Dituding Rebut Reino Barack dari Luna Maya, Syahrini: Bukan Jodoh Jadi Tersingkir Sendiri
Berujung Tuntutan
Berbuat kebaikan, tidak selalu membuahkan pujian, bahkan bisa saja sebaliknya, berbuntut tuntutan. Itu pula yang dialami Hanafi Santoso yang juga Direktur Keuangan dan Pemasaran PT Gamatara Trans Ocean Shipyard.
Perkara bermula dari permintaan Akhriadi yang pada tahun 2016 menjabat Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) kelas II Cirebon, agar PT Gamatara membuatkan jalan untuk akses masuk ke ujung Jalan Madura.
Atas permintaan itu, pada tahun 2016 PT Gamatara kemudian melakukan pengurugan lahan rawa. Namun kegiatan dihentikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kementrian LHK menilai kegiatan tersebut melanggar pasal 36 ayat (1) dan pasal 109 juncto pasal 116 ayat (1) huruf a juncto pasal 118 juncto pasal 119 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Terdakwa Hanafi yang mewakili PT Gamatara bahkan dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 3 miliar. Apabila dalam waktu sebulan terdakwa tidak dapat membayar denda, diganti dengan perampasan harta kekayaan atau aset milik PT Gamatara untuk dijual melalui Kantor Lelang Negara.