Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengusaha Pelayaran dan Masyarakat Pesisir Cirebon Dukung Galangan Gamatara

Dia mengemukakan ada ribuan warga merasakan manfaat atas eksistensi perusahaan galangan kapal itu.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengusaha Pelayaran dan Masyarakat Pesisir Cirebon Dukung Galangan Gamatara
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Foto ilustrasi. 

Fakta tersebut, terungkap dalam sidang gugatan pidana terhadap PT Gamatara yang diajukan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang digelar Pengadilan Negeri Cirebon, Rabu 6 Maret 2019.

Permintaan secara lisan
Sidang dengan agenda pembacaan pleidoi oleh pengacara terdakwa Iskandar, dan terdakwa Hanafi Santoso mewakili PT Gamatara, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Edi Junaedi.

Dalam pembelaan yang dibacakan pengacara Iskandar terungkap, kegiatan pengurugan yang dilakukan untuk membuat jalan sepanjang 200 meter dengan lebar 10 meter, dilakukan karena ada permintaan secara lisan dari Akhriadi.

“Sebagai regulator, KSOP memiliki hak atas penggunaan lahan di dalam Pelabuhan di antaranya di ujung Jalan Madura,” katanya.

Iskandar kemudian membacakan poin-poin kesaksian yang disampaikan Akhriadi.

Menurut Iskandar dalam kesaksiannya, Akhriadi mengakui pengurugan tanah rawa yang tidak bermanfaat menjadi tanah yang bermanfaat yang hak penggunaan lahan dimiliki KSOP dan kepentingannya untuk Pelabuhan Cirebon, bukan untuk PT Gamantara Trans.

Bahkan selama pengerjaan jalan juga dalam pengawasan KSOP dan PT Pelindo II Cirebon.

Berita Rekomendasi

Saksi Akhriadi juga mengungkapkan, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengurugan Jalan Madura bukan reklamasi, sehingga tidak perlu izin kepada Lingkungan Hidup.

Dikatakan Iskandar, PT Gamantara memang tidak membuat izin lingkungan karena bukan wewenangnya, melainkan wewenang KSOP sebagai pemilik lahan.

“Makanya kami menilai, atas kekeliruan Jaksa Penuntut Umum membuat konstruksi hukum, menjadikan perkara ini menjadi obscuur libel atau tidak jelas,” katanya.

Apalagi, katanya, PPNS Kementrian LHK juga tidak melakukan penegakan hukum terpadu antara PPNS, kepolisian, Kejaksaan dibawah koordinasi Menteri berdasarkan putusan MK Nomor 18/2014.

Ditambah lagi, berdasarkan pasal 76 ayat (2) UU Nomor 32/2009, pelanggaran terhadap izin lingkungan dikenakan sanksi administrasi yakni teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin.

“Ini JPU malah menuntut terdakwa dengan tuntutan pidana berupa denda,” katanya.

Seharusnya, kata Iskandar, sikap responsif dan kepedulian PT Gamatara yang bersedia memenuhi permintaan KSOP menyediakan akses jalan umum di ujung Jalan Madura, yang jelas-jelas aset negara, dipergunakan untuk kepentingan negara, mestinya mendapat penghargaan atau apresiasi bukan malah dituntut.

“Karena berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2008, PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan dan Permenhub Nomor 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, adalah tugas dan tanggung jawab KSOP untuk menyediakan jaringan jalan pelabuhan,” katanya.

Sidang berikutnya bakal kembali digelar Rabu 13 Maret 2019 pekan depan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas