6 Fakta Nasabah BRI Mojokerto Kehilangan Uang Rp 65 Juta di Tabungan, Hidup Sebatang Kara
Suhartoyo, seorang nasabah BRI di Mojokerto mengaku mengalami penipuan dengan jumlah kerugian Rp 65 juta, Jumat (18/1/2019) lalu.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM- Suhartoyo, seorang nasabah BRI di Mojokerto mengaku mengalami penipuan dengan jumlah kerugian Rp 65 juta, Jumat (18/1/2019) lalu.
Hingga satu bulan pengaduan Suhartoyo pada pihak BRI Ngepung, Berat Wetan, warga Dusun Ngepung, Gedeg, Kabupaten Mojokerto itu belum mendapat jawaban terkait kasusnya.
Merasa dirugikan, Suhartoyo kemudian memberanikan diri melapor pada pihak kepolisian, lantaran sebelumnya sempat dilarang oleh pihak BRI.
SURYA.co.id kemudian mengumpulkan beberapa fakta yang didapat dari lapangan untuk dirangkum seperti berikut ini.
1. Dapat telepon dari orang tak dikenal
Suhartoyo menceritakan, kejadian ini terjadi pada Jumat, (18/2) sekitar pukul 15.00. Kala itu, dia tiba-tiba mendapat panggilan telepon dari nomer yang tidak dikenal.
"Nomer teleponnya tidak saya kenal. Namun, saya mengangkat panggilan telepon itu," katanya kepada Surya saat ditemui di kediamannya, Senin (11/3/2019).
Dia melanjutkan, setelah diangkat, penelpon misterius tersebut mengaku dari pihak BRI. Penelpon menginformasikan, Suhartoyo mendapatkan bonus dari BRI berupa pulsa Rp 500.000.
"Yang menelpon laki-laki. Saya tidak tanya namanya. Tetapi orang itu mengaku dari BRI," ujarnya.
Mulanya Suhartoyo tak menaruh curiga kepada penelpon. Penelpon itu kemudian menanyakan perihal pengiriman pulsa kepada Suhartoyo.
"Dia menanyakan pulsanya dikirim ke nomer saya apa nomer lain? Saya jawab nomer saya aja. Saya tidak curiga. Saat itu saya juga sakit, sehingga tak berpikir panjang. Saya juga sempat tanya apa ada biaya tambahan yang harus dibayarkan? Orang itu menjawab tidak ada karena BRI tidak mau merugikan rakyat. Setelah itu penelpon menutup pembicaraan," ucapnya.
2. Kiriman pulsa masuk setelah beberapa menit dapat telepon
Selang beberapa menit, dirinya mendapat kiriman pulsa Rp 80.000. Nilai kiriman pulsa tak sesuai yang dijanjikan penelpon.
"Tak lama orang itu menelpon saya lagi untuk menanyakan pulsa yang dikirim sudah masuk apa belum? Saya jawab sudah masuk tapi hanya Rp 80.000. Tapi penelepon itu langsung menutup percakapan," bebernya.
Tak kunjung mendapat kiriman pulsa yang dijanjikan penelpon, Suhartoyo pun curiga. Dia kemudian menanyakan perihal bonus pulsa ke Agen BRI Ngepung, Berat Wetan.
3. Sadar ketika datangi BRI
Suhartoyo kemudian mendatangi kantor BRI Ngepung, Berat Wetan untuk mengonfirmasi kebenaran promo yang ia dapat.
"Pihak Agen menjelaskan BRI tudak menginformasikan bonus melalui telpon atau sms. Kalau nasabah mendapat bonus pihak BRI langsung datang ke rumah nasabah. Pihak agen pun curiga, kalau saya menjadi korban penipuan. Pihak agen pun meminta saya untuk mengambil kartu ATM dan buku tabungan," paparnya.
Setelah itu, pihak Agen membantu Suhartoyo untuk mengecek saldonya. Suhartoyo pun terkejut mendapati saldonya tinggal Rp 2.071.187. Padahal, sebelumnya saldo Suhartoyo sebesar Rp 67.071.187.
"Padahal saya baru nabung sekitar dua bulan sebelum penipuan. Saya menjual tiga ekor sapi saya. hasil dari penjualan itu yang saya simpan atau tabung ke Bank BRI," terangnya.
Pihak Agen menyarankan Suhartoyo untuk mencetak rekening koran ke BRI Kantor Cabang Unit Majapahit, Kota Mojokerto pada Sabtu (19/1). Dari rekening koran terbukti jika tabungan Suhartoyo terkuras Rp 65.000.000.
Di rekening koran ada penarikan sebanyak empat kali. Yang pertama penarikannya Rp 10.000.000, yang ke dua penarikannya Rp 40.000.000, yang ke tiga penarikannya Rp 10.000.000, dan yang terkahir penarikannya Rp 5.000.000. Jangka waktu penarikan kurang dari 10 menit," sebut Suhartoyo.
Di dalam rekening koran juga diketahui ada dua nama di balik penarikan saldo tabungan. Nama itu yakni Yuli dan Nurfitria. Tak hanya itu, di depan bukti uraian transaksi tertera BRIVA (BRI Virtual Account) disambung dengan nomer kode.
"Saya tak mengenal nama-nama itu. Keluarga saya juga tidak ada yang namanya Yuli dan Nurfitria. Saya juga tidak tahu kenapa saldo saya bisa berkurang, pihak BRI pun juga begitu. Waktu telepon saya juga tak menyebutkan password kartu ATM saya. Saya pun tak tahu password saya. Saya penah mengambil tabungan sebesar Rp 5.500.000 untuk berobat, itu pun dibantu keluarga saya. Dan mengambilnya secara manual lewat teller tidak di ATM," ungkapnya.
4. Tindakan yang diambil pihak BRI
Selanjutnya, pihak BRI kata Suhartoyo, akan mengusut kasus penipuan ini. Suhartoyo dijanjikan 20 hari akan mendapat kabar dari pihak BRI Kantor Cabang Unit Majapahit mengenai kasus yang menimpanya.
"Namun 20 hari berselang tak ada kabar dari pihak BRI. Saya kemudian kembali lagi ke kantor BRI di Majapahit menanyakan perkembangan kasus ini. Tetapi pihak BRI mengatakan masih dalam proses. Hampir satu bulan ini tidak ada kabar lagi. Saya sudah tiga kali ke sana menanyakan perkembangan masalah ini. Saya bertanya ke pihak BRI apakah saya harus lapor polisi? Mereka menjawab tidak perlu," urainya.
5. Kerugian yang dialami Suhartoyo
Akibat penipuan ini, Suhartoyo pun menderita. Untuk biaya obat saja dia harus meminjam ke saudaranya.
Selain itu, untuk menyambung hidup dia juga terpaksa menjual 50 ekor ayamnya. Suhartoyo hidup sebatang kara di rumah semi permanen. Istrinya Hayati beberapa tahun lalu meninggal dunia.
"Saya disarankan menarik saldo sisa Rp 2.071.187 oleh pihak Bank agar tak dikuras. Kini tak ada lagi saldo di ATM. Saya bergantung hidup ke saudara. Saya tak lagi bisa bekerja karena sakit tipes dan lambung. Hewan ternak saya juga sudah habis terjual," tandasnya.
6. Suhartoyo dilarang lapor polisi
Pihak Bank BRI Kantor Cabang Majapahit, Kota Mojokerto, tempat Suhartoyo membuka rekening, melarang korban melapor kejadian ini ke polisi.
"Saya sudah tiga kali ke Bank BRI Kantor Cabang Majapahit untuk menanyakan perkembangan kasus ini.
Saya juga menanyakan kepada pihak Bank BRI Kantor Cabang Majapahit apakah harus lapor ke polisi?
Mereka menjawab tidak perlu karena BRI mempunyai polisi. Polisi BRI masih memproses kasus ini," kata Suhartoyo, Selasa (12/3/2019).
Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota AKP Ade Warokka menjelaskan seharusnya hal itu (pelarangan lapor polsi) tak boleh terjadi.
Sebab, hak pelaporan sepenuhnya dilimiki oleh pihak yang merasa dirugikan.
"Kalau nasabah tidak boleh melapor itu salah. Tetapi tergantung juga korban mau melapor atau tidak.
Kalau merasa dirugikan harusnya melapor," katanya kepada Surya.co.id, Selasa (12/3/2019).
Terkait pernyataan pihak BRI Kantor Cabang Majapahit yang menyebut pihaknya punya polisi internal, Ade tak tahu menahu, karena hal itu mengacu pada aturan perbankan atau otoritas perbankan.
"Itu adalah teknis, artinya bank punya perundang-undangan khusus," ujarnya.
Ade mengungkapkan, hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari Suhartoyo.
Ade juga telah mengecek ke Polsek Gedeg terkait laporan adanya kasus kejahatan perbankan.
"Apabila korban merasa dirugikan silakan melapor ke pihak polisi.
Laporan itu berbentuk delik aduan.
Kalau sudah ada laporan, kami baru bisa melakukan proses penyelidikan," jelasnya.
Suhartoyo juga mengakui, bila dirinya belum melaporkan kasus ini ke polisi.
Dirinya masih berunding dengan keluarga terkait hal itu.
"Saya belum melapor ke polisi. Saya berunding terlebih dahulu dengan keluarga," katanya saat dihubungi Surya.co.id, Selasa (12/3/2019).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.