Lima Hari Setelah Mengadu ke Jokowi, Nur Halimah Dapat Kabar Buruk
Ketika meresmikan tol Bakauheni-Terbanggi Besar, Jumat 8 Maret 2019 lalu, Nur Halimah menerobos penjagaan Paspampres untuk mengadukan nasibnya.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Masih ingat dengan seorang ibu yang menerobos penjagaan Paspampres untuk bertemu Presiden Jokowi di Lampung?
Lima hari setelah mengadu langsung ke Presiden Jokowi, ibu yang bernama Nur Halimah dihampiri kabar buruk.
Seperti diketahui, ketika meresmikan tol Bakauheni-Terbanggi Besar, Jumat 8 Maret 2019 lalu, Nur Halimah menerobos penjagaan Paspampres untuk mengadukan nasibnya.
Sang ibu mengadu ke Jokowi belum menerima ganti rugi lahan yang dipakai untuk jalan tol.
Jokowi pun meminta agar jajaran terkait menyelesaikan permasalahan itu.
Proses penyelesaian pun sudah dilakukan pihak-pihak terkait dengan melakukan pertemuan, Rabu (13/3/2019).
Namun untuk Nur Halimah, ternyata tidak akan mendapatkan uang ganti rugi.
Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan menggelar rapat bersama unsur Forkopimda, Rabu, 13 Maret 2019.
Rapat membahas persoalan ganti rugi pengadaan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Hadir dalam rapat ini Kepala BPN Lampung Selatan Sismanto, Kapolres Lampung Selatan AKBP M Syarhan, Ketua Pengadilan Negeri Kalianda Ade Suherman.
Juga hadir Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Selatan Sri Indarti, Komandan Kodim 0421 Letkol Kav Robinson Oktavianus Bassie, Plt Kepala Bina Pemerintahan M Ali.
Ada pula Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Priyanto Putro.
Rapat membahas masalah sengketa lahan di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
Sengketa lahan ini sempat viral lantaran seorang warga mengadu langsung kepada Presiden Joko Widodo.
Kepada Jokowi, warga bernama Nur Halimah itu mengaku belum mendapatkan pembayaran ganti rugi atas lahan yang terkena dampak pembangunan Tol Lampung.
Kepala BPN Lampung Selatan Sismanto mengatakan, lahan yang diadukan oleh istri Mariyadi itu merupakan lahan garapan yang secara sah dimiliki orang lain dengan bukti kepemilikan sertifikat.
Lahan seluas 4.686 meter persegi itu memiliki lima sertifikat.
Ada tiga orang yang tercatat memiliki lahan tersebut, yakni Caojin dua sertifikat, Leni dua sertifikat, dan Kramadi satu sertifikat, sedangkan Maryadi hanya berpegang pada surat sporadik.
"Untuk yang masuk ke lahan milik Leni dan Caojin sudah diberikan ganti ruginya ke pemilik. Sedangkan yang masuk dalam lahan sertifikat milik Kramadi belum karena masih sengketa di
Pengadilan Negeri Kalianda," ujarnya.