Zainudin Hasan Mengaku Terima Fee Proyek Rp 37 Miliar Bukan Rp 72 Miliar Seperti yang Didakwakan
Zainudin Hasan mengaku cuma menerima uang Rp 37 miliar dari hasil fee proyek Dinas PUPR pada tahun 2016 dan 2017.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Bupati nonaktif Lampung Selatan, Zainudin Hasan, mengakui terima aliran dana terkait fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat.
Namun, uang yang masuk ke kantongnya tidak sebesar yang didakwakan jaksa penuntut umum pada KPK.
Zainudin Hasan mengaku cuma menerima uang Rp 37 miliar dari hasil fee proyek Dinas PUPR pada tahun 2016 dan 2017.
Sedangkan dalam dakwaan jaksa, Zainudin Hasan disebut meraup fee proyek sebesar Rp 72 miliar sejak menjabat sebagai bupati tahun 2016 sampai tahun anggaran 2018.
Pengakuan itu disampaikan Zainudin Hasan dalam sidang lanjutan perkara suap fee proyek di Dinas PUPR Lamsel dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Sabtu (18/3/2019).
Zainudin Hasan menuturkan, uang yang ia terima dari setoran fee proyek pada 2016 sekitar Rp 20 miliar, dan tahun 2017 sebesar Rp 17 miliar.
Sedangkan tahun anggaran 2018 tidak ada aliran uang yang masuk ke kantong Zainudin Hasan karena proyek belum berjalan.
Zainudin Hasan tidak menampik sebagian uang tersebut digunakan untuk membeli aset-aset dan membiayai keperluan kegiatan dengan masyarakat.
Namun, ia menyebut pembelian aset tersebut bukan keinginannya, melainkan karena ditawarkan oleh Agus Bhakti Nugroho, anggota DPRD Lampung yang menjadi orang kepercayaan Zainudin Hasan.
"Saya ini gak pernah mau beli, tapi ditawarin oleh Agus BN. Misalnya, ruko Alzier (mantan Ketua DPD 1 Golkar Lampung), kemudian vila Thomas Rizka (pengusaha pulau wisata Tegal Mas). Jadi, saya ini gak tahu. Saya juga gak tahu soal floating-floating proyek," kata Zainudin Hasan.
Sejumlah keterangan Zainudin Hasan dalam agenda pemeriksaan terdakwa ini, ditolak oleh JPU Wawan.
Keduanya bahkan sempat berdebat.
Menurut JPU, Zainudin Hasan menerima uang Rp 72 miliar dengan rincian tahun 2016 Rp 35 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 28,669 miliar, dan tahun 2018 sekitar Rp 8,4 miliar.
Bantahan lain Zainudin tentang keberadaan PT Baramega Citra Mulia Persada, perusahaan batu bara yang beroperasi di Kalimantan Selatan.
Baca: Ikan Tapah Raksasa Sepanjang 2 Meter Muncul Lagi di Sungai Batanghari, Semula Dikira Karung
Ia menyebut tidak tahu tentang PT Baramega.
Namun, JPU punya pendapat berbeda. Jaksa meyakini ada hubungan terkait kepemilikan saham Zainudin Hasan di PT Baramega dengan aliran dana per bulan sebesar Rp 100 juta kepada Zainudin selaku komisaris di perusahaan tersebut.
Menurut jaksa, izin eksploitasi untuk PT Baramega diterbitkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tepat dua hari pasca-Zainudin duduk sebagai komisaris di perusahaan tersebut.
"Apakah Saudara tahu soal izin eksploitasi PT Baramega ini diberikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang juga kakak kandung saudara, setelah saudara duduk sebagai komisaris?" kata JPU Ariawan.
Zainudin Hasan menyatakan tidak tahu, termasuk dari mana ia membeli saham di PT tersebut.
"Saya tidak tahu, kalau jumlah sahamnya sekitar 5-10 persen saja," kata Zainudin Hasan.
Tak puas dengan jawaban tersebut, JPU Ariawan mencecar Zainudin Hasan terkait kapal PT Jhonlin yang beroperasi di Kalsel untuk mengangkut batu bara milik PT Baramega.
"Jadi ini satu kebetulan, PT Baramega Anda beli, kemudian selang berapa hari keluar izin eksploitasi dari kakak Anda Menteri Kehutanan (Zulkifli Hasan). Kemudian kapal angkut yang bawa batu baranya juga milik Anda," tanya Ariawan.
Namun, Zainudin Hasan kembali menjawab tidak tahu.
Merasa Khilaf
Sementara itu, Hakim Baharudin Naim mempertanyakan kebenaran dan alasan Zainudin Hasan melarang Wakil Bupati Lamsel Nanang Ermanto untuk bermain proyek.
"Saudara benar pernah melarang Nanang untuk bermain proyek, alasannya kenapa?" tanya Baharudin.
Zainudin Hasan mengamini larangan tersebut. Ia menyebut larangan itu bukan cuma diberlakukan untuk Nanang saja, tapi juga keluarga terdekatnya.
"Saya memang larang main proyek, bahkan keluarga terdekat saya juga tidak ada yang main proyek," ucap Zainudin Hasan.
Baca: Pemagang Indonesia Ditusuk di Kota Sano Jepang saat Menuju Masjid
Jawaban ini membuat hakim merasa heran. Sebab, Zainudin Hasan tidak menyampaikan larangan serupa kepada Agus BN, orang dekatnya dan menjadi terdakwa dalam yang sama.
"Itulah, Yang Mulia, saya merasa bersalah, saya khilaf. Namanya manusia, saya alfa," kata Zainudin Hasan.
Usai persidangan, JPU Wawan menilai keterangan Zainudin Hasan yang cenderung menjawab tidak tahu akan menjadi pertimbangan.
Sebab, semua pihak punya penilaian yang didukung fakta-fakta selama persidangan dan sudah terkonfirmasi ada saksi dan bukti.
Meski begitu, JPU menyoroti pengakuan Zainudin Hasan ihwal pemberian uang kepada Nanang Ermanto dan Ketua DPRD Lamsel Hendry Rosadi serta para anggota DPRD.
"Tadi ada juga yang diakuinya dan tidak dibantah, misalnya pemberian uang ke wakil bupati, kemudian uang yang ke ketua DPRD dan anggota DPRD. Jadi, kita tunggu saja setelah putusan ini," kata Wawan. (Tribunlampung.co.id/Romi Rinando)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Merasa Khilaf, Zainudin Hasan Mengaku Terima Fee Proyek Rp 37 Miliar