PETISI #JusticeForAudrey Tembus 2,3 Juta Lebih, Dukungan Terus Mengalir
Petisi #JusticeForAudrey yang mulai dibuka sejak Selasa (9/4/2019) hingga Rabu (10/4/2019) terus banjir dukungan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Dukungan demi dukungan mengalir terhadap keadilan kasus penganiayaan siswi di Pontianak yang diduga dilakukan oleh 12 siswi SMA di Pontianak Kalimantan Barat.
Petisi #JusticeForAudrey yang mulai dibuka sejak Selasa (9/4/2019) hingga Rabu (10/4/2019) terus banjir dukungan.
Dari pantauan tribunpontianak.co.id hingga Rabu (10/9/2019) pagi sekitar pukul 10.00 WIB, sudah sebanyak 2.364.417 yang menandatangani petisi ini.
Petisi ini ditargetkan untuk menuju angka 3.000.000.
Petisi di laman change.org mendesak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) membela korban penganiayaan yakni siswi SMP di Pontianak berinisial AY, 14 tahun. AY dikeroyok 12 temannya gara-gara teman pria dan postingan di media sosial.
Petisi dimulai dari Fachira Anindy dengan judul: KPAI dan KPPAD, Segera Berikan Keadilan untuk Audrey #JusticeForAudrey! Hingga berita ini ditulis, petisi telah ditandatangani 1,8 juta warganet.
Bahkan tagar #JusticeForAudrey juga menjadi trending dunia di media sosial Twitter
Baca: Dengan Alasan Kedinginan, Lelaki Ini Berusaha Cabuli Adik Ipar Saat Berteduh di Bangunan Sekolah
Sebelumnya diberitakan, Siswi SMP Dikeroyok 12 Siswi SMA di Pontianak. Berawal dari Masalah Asmara dan Celoteh di Facebook.
Seorang siswi SMP berinisial AU menjadi korban pengeroyokan 12 siswi SMA.
Siswi SMP yang baru berusia 14 tahun itu kini tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat luka yang dideritanya.
Kasus pengeroyokan siswi SMP itu juga telah ditangani pihak kepolisian setempat dan terus dikembangkan dalam proses penyelidikannya.
Kita baru saja mendapatkan limpahan berkasnya," ucap Nurhasah saat diwawancarai, Senin (8/4/2019).
Lanjut disampaikannya dalam proses pengembangan kasus ini akan memanggil pihak orangtua korban.
"Kita akan panggil orangtua korban," pungkas Inayatun.