Model Australia Ngaku Diperas Rp 382 Juta di Bali, Berikut Penjelasan Polisi dan Sang Pengacara
Model asal Australia, Tori Hunter mengaku merasa diperas 39.600 dolat Australia atau setara Rp 382 juta oleh petugas dan pengacaranya di Bali.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Model asal Australia, Tori Hunter mengaku merasa diperas 39.600 dolat Australia atau setara Rp 382 juta oleh petugas dan pengacaranya di Bali.
Ia mengunggah video pengakuan itu Selasa (13/8/2019) lalu dalam akun instagram-nya @torz_lyla.
"My name is Tori Hunter, and I’m a popular Adelaide model/ social media influencer. On my trip to Bali I was extorted for $39,600 AUS for my freedom. I was detained after going through customs for bringing my own personal medication into the country, which I brought in pharmacy labeled boxes along with a certificate from my GP (Nama saya Tori Hunter, dan saya seorang model media sosial/influencer Adelaide yang populer. Dalam perjalanan ke Bali saya diperas sebanyak $ 39.600 AUS untuk mendapatkan kebebasan saya. Saya ditahan setelah melewati bea cukai karena membawa obat-obatan pribadi saya ke negara itu, yang saya bawa ke kotak berlabel farmasi bersama dengan sertifikat)," akunya dalam video itu.
Ia mengklaim bahwa pengacara dan polisi yang menanganinya telah korup dengan meminta $ 39.600 sebagai suap untuk membebaskan dirinya.
Setibanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai pada Selasa (6/8/2019), Tori Hunter ditahan dikarenakan membawa 100 butir tablet dalam botol plastik putih diduga merupakan dexamphetamine dan 47 tablet dalam botol plastik putih bertuliskan Antenex 5.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bea Cukai Ngurah Rai, Himawan Indarjono menjelaskan, atas barang-barang tersebut kemudian dilakukan uji laboratoris pada Lab Bea Cukai Ngurah Rai.
Dan sample barang yang diuji merupakan produk farmasi mengandung dexamphetamine dan produk farmasi mengandung diazepam.
"Hasil penelitian lebih lanjut mendapati bahwa resep yang ditunjukkan oleh Tori tidak sesuai dengan jumlah barang yang dibawanya," ujar Himawan Indarjono saat dihubungi melalui seluler, Kamis (15/8/2019).
Baca: Sulastri Menangis Saat Video Call dengan Bayinya yang Ditemukan di Samping Jasad Sang Suami
Berdasarkan Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Dexamphetamine masuk ke dalam Narkotika Golongan I yang importasinya hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin.
Sedangkan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika, Diazepam masuk ke dalam daftar Psikotropika Golongan IV.
Namun, berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Pasal 40 menyatakan bahwa pemilikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing atau warga negara asing yang memasuki wilayah negara Indonesia, dapat dilakukan sepanjang digunakan hanya untuk pengobatan atau kepentingan pribadi.
Dan yang bersangkutan harus mempunyai bukti bahwa psikotropika berupa obat dimaksud diperoleh secara sah.
"Yang dimaksud dengan psikotropika dalam jumlah tertentu pada ayat ini adalah jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pengobatan atau perawatan bagi wisatawan asing atau warga negara asing tersebut, dikaitkan dengan jangka waktu tinggal di Indonesia paling lama dua bulan, dan harus dibuktikan dengan salinan resep atau surat keterangan dokter yang bersangkutan," katanya.
"Disampaikan wisatawan asing agar mencari tahu terlebih dahulu ketentuan tentang hal-hal yang bisa dibawa masuk ke Indonesia, terutama obat-obatan karena tidak semua dapat dibawa masuk ke Indonesia," ujarnya.
"Surat keterangan dokter harus dengan tegas mencantumkan jumlah penggunaan psikotropika setiap hari," tambahnya.
Atas potensi pelanggaran Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, saat itu Tori beserta barang bukti diserahkan kepada Ditresnarkoba Polda Bali untuk penyelidikan.
Tori Hunter Diduga Bipolar
Secara terpisah, Subdit 1 AKBP Debby Asri Nugroho mengatakan tidak ada peras memeras uang senilai $ 39.600 AUS setara Rp 382 juta.
"Sakit dia itu. Namanya bipolar ya bagaimana. Sekarang A besok bisa B. Saya yang periksa dia, ada penerjemahnya. Dan kami tidak ada meminta sejumlah uang itu. Dan kami sudah labforkan obatnya, hasil memang positif. Kami konsultasikan dengan BPOM dan keterangannya tidak masalah untuk kepentingan berobat yang bersangkutan," ungkapnya.
Sementara itu, pengacara dari Tori, Jupiter G Lalwani menjelaskan, pertemuannya dengan Tori berawal saat Tori membutuhkan penerjemah sekaligus sebagai penasihat hukum.
Kemudian, Tori menjelaskan apa yang sedang terjadi saat itu.
Baca: Ungkap Masa Sulit Ruben Onsu di Awal Karir, Indra Bekti Meringis: Dia Sekarang Lebih Kaya dari Saya
"Prosedur standar kami dalam bertemu dengan calon klien adalah kami selalu menjelaskan tentang layanan kami, apa duduk perkara yang mereka hadapi dan strategi kami dalam menangani perkara. Dan Tori Hunter mengerti bahwa dia membutuhkan penasihat hukum untuk mewakilinya dan kemudian kami mulai berbicara dengan keluarganya," ujarnya.
Kemudian pengecara tersebut memberi tahu kepada pihak Tori tentang biaya yang kemudian disepakati oleh kedua belah pihak.
"Kami mengeluarkan Surat Kuasa dalam dua Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Tori Hunter mengerti apa yang tertulis di surat kuasa dan menandatanganinya secara sukarela. Kami menerbitkan faktur pada hari berikutnya dan mengirimkannya ke perwakilan bank dan juga ditembuskan kepada anggota keluarganya melalui bagian keuangan kami," jelas Jupiter.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Kronologi Model Australia Ngaku Diperas Rp 382 Juta di Bali, Ini Tanggapan Polisi & Pengacara