Kabar Terbaru Pasca-Rusuh di Papua, Kronologi Pengepungan Asrama Papua dari Aksi Ormas di Surabaya
Fakta baru tentang pengepungan asrma mahasiswa asal Papua di Surabaya, Kepala Polrestabes Surabaya angkat bicara.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Daryono
Kabar Terbaru Pasca Rusuh di Papua, Kronologi Pengamanan Asrama di Papua dari Aksi Ormas di Surabya
TRIBUNNEWS.COM - Kabar terbaru tentang pengepungan asrama mahasiswa asal Papua di Surabaya, Kepala Polrestabes Surabaya angkat bicara.
Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho memberikan pernyataan mengenai kejadian penangkapan terhadap 43 mahasiswa asal Pupua di Surabaya.
Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, kejadian bermula pada Jumat (16/8/2019) ketika sekelompok ormas melakukan aksi di depan asrama sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB.
Aksi massa yang berlangsung cukup lama itu kemudian berhasil dibubarkan oleh pihak kepolisian.
Sementara pasca aksi tersebut pihak polisi masih tetap berjaga di sekitar asrama mahasiswa asal Papua.
Adapun Ormas yang tadinya menggelar aksi, sebagaimana diberitakan Surya.co.id adalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Pemuda Pancasila, dan Front Pembela Islam (FPI).
Baca: Pasca-Rusuh di Papua: Tri Susanti, Wakil Ormas di Surabaya Minta Maaf hingga Dugaan Otak Kerusuhan
Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan, aksi yang dilakukan kumpulan Ormas tersebut terkait dugaan pembuangan bendera Merah Putih kedalam selokan.
Pihaknya pun mengimbau peserta aksi untuk melaporkan sesuai prosedur bila benar terdapat dugaan adanya perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.
Akhirnya peserta aksi langsung membuat laporan pada Jumat (16/7/2019) malam.
"Kita BAP saksi-saksinya, dan kemudian kita lengkapi alat buktinya," jelasnya.
Pada Sabtu (17/8/2019), sekitar pukul 10.00 WIB polisi mencoba berkomunikasi dengan penghuni asrama mahasiswa asal Papua untuk dimintai keterangan.
Namun upaya negosiasi belum mendapat tanggapan dan akhirnya polisi meminta bantuan kepada pihak RT, RW, Lurah dan Camat hingga perkumpulan warga Papua di Surabaya untuk mengimbau mahasiswa asal Papua keluar dari asrama.
Baca: Korlap Massa Pengepung Asrama Papua di Surabaya Minta Maaf, Alasannya Tak Mengira Berujung Rusuh
Sementara upaya dialog masih dilakukan, pihak kepolisian mendapat informasi bahwa gabungan ormas yang sebelumnya telah melaporkan akan kembali mendatangi asrama mahasiswa Papua jika tidak ada klarifikasi atas kejadian pembuangan bendera.
Mersepon hal tersebut, pihak kepolisian akhirnya mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya melakukan penindakan dan mengeluarkan surat perintah.
"Kira-kira apa polisi akan membiarkan massa itu datang ke sana? Kami mencegah, jangan sampai terjadi bentrokan antara saudara-saudara kita yang ada di sana (mahasiswa Papua) dengan massa lain yang ada (ormas)," jelas Sandi.
Akhirnya setelah pukul 17.00 WIB polisi melakukan penindakan dengan mengangkut 43 mahasiswa asal Papua untuk dimintai keterangan di Polrestabes Surabaya.
Masih mengutip dari sumber yang sama, menurut Sandi, polisi pada awalnya membawa 15 mahasiswa Papua untuk dimintai keterangan soal perusakan dan pembuangan bendera, namun 30 mahasiswa asal Papua kemudian datang ke asrama pada siang harinya.
"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua', akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi.
Baca: Inilah Benny Wenda, Sosok yang Disebut Tokoh di Balik Rusuh Papua dan Kini Bermukim di Inggris
Pemeriksaan terhadap puluhan mahasiswa itu selesai pukul 23.00 WIB dan usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8/2019) dinihari pukul 00.00 WIB.
Sementara itu, Polda Jatim telah mengundang sejumlah perwakilan Ormas pada Selasa (20/8/2019).
Pemanggilan ini dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti terulangnya aksi protes di Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya.
Ormas yang dipanggil dalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Pemuda Pancasila, dan Front Pembela Islam (FPI).
Perwakilan salah satu ormas, Tri Susanti menilai ini merupakan langkah Polda Jatim untuk mengcooling down pasca kerusuhan di Papua.
Polda Jatim ingin meredam potensi protes massa dari ormas-ormas di Jatim khususnya di Surabaya, yang sewaktu-waktu bisa kembali bergejolak.
"Jadi mungkin masih dikhawatirkan kalau ormas ini akan melakukan tindakan-tindakan di luar itu," ujarnya.
Susi mengatakan, kelompoknya berada di asrama mahasiswa Papua tidak untuk memicu konflik.
Dia menganggap, apa yang terjadi saat ini adalah imbas dari distorsi informasi di media sosial.
"Untuk dampak yang di sana (kondisi Papua Barat) kan mungkin ada juga yang memelintir di media sosial. Nah ini karena media sosial yang ramai," pungkasnya.
Baca: Pascarusuh di Papua: Ormas di Surabaya Minta Maaf Hingga Jaminan Keamanan Mahasiswa Papua
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa yang digelar pada Senin (19/8/2019) pagi, berujung aksi rusuh disejumlah tempat dengan pemblokade jalan serta perusakan fasilitas umum di Manokwari.
Tak hanya itu, kerusuhan kemudian menyebar di kota Sorong, sementara di Jayapura massa menggelar aksi Long March menuntut jawaban dari DPRD dan Gubernur Provinsi Papua tentang insiden yang terjadi di wilayah Jawa Taimur.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Dedi Prasetyo dalam keterangan persnya menyatakan, insiden kerusuhan tersebut diakibatkan adanya massa yang terprofokasi oleh sebuah konten di media sosial tentang sebuah peristiwa yang terjadi di Surabaya.
Sebelumnmya, Presiden Jokowi telah menanggapi atas kejadian unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Manokwari dan beberapa wilayah lain di Papua.
Jokowi meyakinkan bahwa pemerintah akan selalu menjaga kehormatan dan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.
"Yakinlah bahwa pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan Pace (Bapak), Mace (Ibu), Mamak-mamak di Papua dan Papua Barat," kata Jokowi di Istana Kepresidenan pada Senin (19/8/2019).
Menurut Jokowi, alangkah lebih baiknya jika sesama warga negara Indonesia untuk saling memaafkan atas insiden yang terjadi.
"Saya tahu ada ketersinggungan. Sebagai saudara sebangsa dan setanah air yang paling baik itu memaafkan," ucap Jokowi.
"Emosi itu boleh tapi memaafkan lebih baik. Sabar juga lebih baik," kata dia.
Sementara Wakil Presiden, Jusuf Kalla meninta aparat kepolisian beserta kepala stakeholder lainnya untuk menjelaskan peristiwa tersebut secara terus terang dan gamblang.
"Jadi perlu ada klarifikasi dan keterbukaan semua pihak," ucap Jusuf Kalla. "Keterbukaan dan sistem informasi. Kemudian persiapan dari semua aparat polisi dan dibantu dengan TNI di sana dan pemda juga saling bekerja sama. Jadi mudah-mudahan ini tidak melebar," kata Wapres.
(tribunnews.com/tio/Surya.co.id)
(Kompas.com/Ghinan Salman)