Kerusuhan Terjadi di Fakfak, Pasar Tumburuni Terbakar hingga Polisi Terjunkan Personil Brimob
Kerusuhan terjadi di Fakfak Papua Barat pada Rabu (21/8/2019). Pasar Tumburuni dan Kantor Dewan Adat dibakar.
Penulis: Sinatrya Tyas Puspita
Editor: Pravitri Retno W
Kerusuhan Terjadi di Fakfak, Pasar Tumburuni Terbakar hingga Polisi Terjunkan Personil Brimob
TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan kembali terjadi di Papua Barat pada Rabu (21/8/2019).
Sebelumnya kerusuhan terjadi di Manokwari, kali ini kerusuhan terjadi di Fakfak.
Kerusuhan yang terjadi di Fakfak diduga merupakan lanjutan aksi protes terhadap tindakan rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Dikutip Tribunnews.com dari tayangan video yang diunggah akun Twitter @YohanTimo terlihat sebuah bangunan terbakar akibat kerusuhan tersebut.
"Tuhan bantu tenangkan saudara/i saya yg ada di Fakfak.
#SavePapua #fakfak #papua #papuabarat," tulis Yohan Timo.
Baca: Penjelasan Wagub Papua Barat Terkait Kerusuhan di Fakfak
Pasar Tumburuni Terbakar
Sejumlah kios di pasar Tumburuni terlihat terbakar.
Hal ini membuat ketakutan yang dirasakan oleh warga setempat.
Dikutip Tribunnews.com dari tayangan video yang diunggah akun Twitter @Des_Fika terlihat pasar terlihat terbakar dan barang dagangan berceceran.
Dalam keterangannya, kejadian tersebut terjadi pada pukul 08.30 WIT.
"Pasar Tambaruni dekitar 08.30 WIT #SaveFakfak #SavePapuaForNKRI," tulis Des_Fika.
Baca: UPDATE TERKINI Dampak Kerusuhan Fakfak di Papua Barat, Korban, Kerusakan, Internet, Respon Polisi
Penjelasan Wakil Gubernur Papua Barat
Saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Wakil Gubernur Papua Barat, Mohammad Lakotani membenarkan terjadinya kerusuhan di Fakfak.
Pada Rabu pagi, terjadi pembakaran kantor Dewan Adat dan Pasar Tumburuni di FakFak.
"Beberapa jam lalu terjadi pembakaran kantor Dewan Adat dan Pasar Tumburuni," kata Lakotani, Rabu siang.
Menurut Lakotani, kerusuhan ini disebabkan oleh adanya konsentrasi massa sejak Selasa malam.
Konsentrasi massa, kata Lakotani, ada di dua titik.
Lakotani melanjutkan, berdasarkan informasi yang ia terima, saat ini situasi sudah bisa dikendalikan oleh aparat keamanan.
Polisi juga menambah personel untuk mencegah meluasnya kerusuhan.
Soal penyebab kerusuhan ini, Lakatoni mengatakan masih merupakan lanjutan dari aksi protes atas rasisme di Surabaya.
Namun, Lakatoni menduga aksi kerusuhan ini sudah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.
Baca: VIDEO Detik-detik Kerusuhan di Fakfak Papua Barat, Kantor Dewan Adat Dibakar hingga Demo Tandingan
Kerahkan Brimob
Pihak kepolisian setempat mengerahkan personel Brimob untuk memulihkan keamanan di wilayah tersebut.
Mengutip Kompas.com, Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Mathias Krey mengatakan, saat ini Kapolres Fakfak bersama aparat TNI dan Polri sudah berada di lokasi guna mengamankan massa.
"Mudah-mudahan situasi di Fak fak segera kondusif seperti halnya di Manokwari dan Sorong," kata AKBP Krey seperti dikutip dari antaranews.com, Rabu (21/8/2019).
Krey mengatakan, dari laporan terakhir, kondisi di Fakfak masih terkendali dan berharap masyarakat dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkistis.
Menurut Krey, Kepolisian Daerah Papua Barat akan mengirim personel Brimob ke Fakfak dari Makassar yang jumlahnya sekitar 100 personel.
"Memang kami sudah minta bantuan dan akan segara dikirim personel Brimob dari Makassar," kata dia.
Aksi demo akibat kecewa terhadap insiden yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang beberapa waktu lalu.
Baca: Aparat Pukul Mundur Massa, Situasi di Mimika Terkendali
Baca: Kerusuhan di Fakfak Papua Barat, Kantor Dewan Adat dan Pasar Tumburuni Dibakar, Fasum Dirusak
Situasi dapat dikendalikan
Kepolisian RI atau Polri menyebut bahwa pergerakan massa di Fakfak, Papua Barat, pada Rabu (21/8/2019) pagi, diduga masih terkait dengan demonstrasi yang sebelumnya terjadi di Manokwari, Sorong, dan Jayapura.
Dilansir Kompas.com, Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Muhammad Iqbal memastikan bahwa situasi tersebut dapat dikendalikan aparat keamanan.
"Ada pergerakan massa di Fakfak juga, diduga melakukan pembakaran di pasar dan beberapa objek vital, tetapi Insya Allah bisa dikendalikan," ujar Iqbal di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Menurut Iqbal, personel TNI-Polri mengedepankan upaya persuasif dengan melakukan komunikasi dengan massa.
Ini dilakukan agar massa tidak melakukan tindakan anarkistis.
"Kepolisian, TNI, mengedepankan upaya-upaya persuasif, komunikasi dengan di-support penuh oleh seluruh tokoh agama, tokoh sentral di sana, tokoh masyarakat," ucap Iqbal.
"Untuk kembali melakukan pemahaman, untuk apa melakukan kegiatan anarkistis tersebut, toh merugikan semua pihak," kata dia.
Sejauh ini, Iqbal mengatakan terdapat tambahan personel sebanyak 12 satuan setingkat kompi (SSK) atau 1.200 orang, yang didatangkan dari polda terdekat.
Mereka didatangkan untuk membantu mengamankan sejumlah titik di mana demonstrasi terjadi sebelumnya, seperti Sorong dan Manokwari.
Untuk Fakfak, ia mengungkapkan situasi masih dapat dikendalikan oleh aparat polres setempat.
Namun, Iqbal menuturkan, Kapolda Papua Barat juga mengambil langkah antisipasi dan mengirim pasukan ke Fakfak.
"Ini sangat tergantung dengan perkiraan intelijen. Kita tidak tahu eskalasinya bagaimana, saat ini masih dikendalikan polres setempat," tutur Iqbal.
"Tapi, Kapolda Papua Barat tentunya mengambil secara cepat, mungkin dari Manokwari, atau yang baru tiba dari Kaltim agar segera dipertebal di Fakfak," ucapnya.
Baca: Polri: Hari Ini Warga Manokwari dan Sorong Sepakat Tidak Turun ke Jalan
Baca: Pascarusuh, 600 Personel Tambahan Disiagakan di Manokwari dan Sorong
Baca: UPDATE Kerusuhan di Papua: Jayapura & Manokwari Normal, Sekitar 500 Orang Masih Unjuk Rasa di Sorong
Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).
Sementara, situasi di Manokwari, Sorong, dan Jayapura, menurut Polri, sudah kondusif dan kegiatan masyarakat sudah mulai berjalan normal.
Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tidak adil yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.
(Tribunnews.com/Sinatrya/Lita/Daryono, Kompas.com)