Terbaru Kasus Rasisme Mahasiswa Papua di Surabaya: Peran Tri Susanti yang Membuatnya Jadi Tersangka
Ujaran rasis dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus lalu menjadi pemicu aksi demontrasi yang berujung kerusuhan
Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
![Terbaru Kasus Rasisme Mahasiswa Papua di Surabaya: Peran Tri Susanti yang Membuatnya Jadi Tersangka](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sosok-tri-susanti-tersangka-insiden-di-asrama-mahasiswa-papua.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Ujaran rasis dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019 lalu menjadi pemicu aksi demontrasi yang berujung kerusuhan di Papua.
Kerusuhan terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat pada Senin (19/8/2019).
Hari ini, Kamis (29/8/2019), kerusuhan kembali terjadi yakni di Jayapura, Papua.
![Pasca-kerusuhan di Jayapura, Kamis (29/8/2019), sebagian wilayah gelap gulita, PLN beri penjelasan.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kerusuhan-di-jayapura-papua-2982019-1.jpg)
Menyikapi kerusuhan di Papua, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan agar pelaku rasis diusut tuntas.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, Polri akhirnya menetapkan satu tersangka yakni Tri Susanti pada Rabu (28/8/2019) kemarin.
Baca: UPDATE Rusuh di Jayapura Papua: Belasan Ruko Dibakar, Aparat Tembakkan Gas Air Mata
Apa peran Tri Susanti hingga kemudian ditetapkan sebagai tersangka?
Di sisi lain, Kodam V Brawijaya telah melakukan skorsing sementara terhadap lima anggotanya termasuk Danramil Tambaksari.
Berikut update penyelidikan kasus dugaan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Kamis (29/8/2019):
1. Peran Tri Susanti
Setelah menetapkan Tri Susanti, Polda Jawa Timur membeberkan peran Tri Susanti dalam aksi penggerudukan asrama mahasiswa Papua.
Dikutip dari Kompas.com, Polisi menyebut Tri Susanti aktif mengunggah komentar di grup WhatsApp yang bernada ujaran kebencian dan berita bohong atau hoaks.
Informasi tidak benar tersebut disebarkan Tri dalam rangkaian aksi protes perusakan bendera di depan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Polda Jatim, rapat persiapan aksi protes perusakan bendera tersebut digelar pada 14 Agustus 2019.
![Sejumlah polisi menggunakan perisai mendobrak dan menjebol pintu pagar Asrama Papua Surabaya di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/papua2111.jpg)
Tri Susanti mengundang sejumlah organisasi masyarakat di sebuah warung di Jalan Penataran Surabaya.
Sehari setelahnya, pada 15 Agustus 2019, Tri Susanti mengunggah pengumuman dalam sebuah grup WhatsApp berisi kata-kata, "Karena ada kemungkinan masalah bendera di depan Asrama Kalasan akan dibuat besar, digoreng oleh mereka bila butuh perhatian internasional. Semoga hanya dendam coklat saja, masalah penahanan mahasiswa di Polda Papua".
Selanjutnya, pada 16 Agustus 2019, Tri Susanti mengunggah gambar di grup WhatsApp Info KB FKPPI.
Baca: Wiranto Yakin Ada Pihak yang Tunggangi Aksi Demo di Papua Hingga Berujung Kerusuhan
Tri Susanti mengatakan, "Bendera merah putih dibuang ke selokan oleh kelompok separatis di Surabaya pada Jumat 16 Agustus 2019, pukul 13.30 WIB, tepatnya di depan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya".
Kemudian, pada 17 Agustus 2019, di grup WhatsApp yang sama, Tri Susanti kembali menulis komentar, "Mohon perhatian urgent, kami butuh bantuan massa, karena anak Papua akan melakukan perlawanan dan telah siap dengan senjata tajam dan panah. PENTING PENTING PENTING".
Selanjutnya, dalam aksi pada 17 Agustus 2019, muncul ujaran-ujaran rasial yang disebut memicu aksi kerusuhan di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat.
2. Polisi Jerat Tri Susanti dengan Pasal Berlapis
Tri Susanti telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jatim.
Dia dijerat pasal berlapis dari pasal tentang ujaran kebencian hingga berita bohong.
Polisi menjeratnya dengan 6 pasal dalam 3 peraturan perundangan.
Masing-masing yakni Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
![Pasca Penetapan Tersangka Mbak Susi, Polisi Akan Periksa 6 Orang Perwakilan Ormas di Insiden Papua](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pasca-penetapan-tersangka-mbak-susi-polisi-akan-periksa-6-orang-perwakilan-ormas-di-insiden-papua.jpg)
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 adalah UU yang pertama kali ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Hingga saat ini, peraturan itu masih dipakai untuk menjerat pelaku penyebaran hoaks.
Adapun Jumat (30/8/2019) besok, Polda Jatim akan memeriksa enam saksi dari perwakilan ormas.
"Mereka berasal dari ormas dan kami akan memproses dari keenam ini kalau memang ada perkembangan nanti akan kami sampaikan berikutnya," tutur Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan.
Baca: Pasca Penetapan Tersangka Mbak Susi, Polisi Akan Periksa 6 Orang Perwakilan Ormas di Insiden Papua
Tak cuma itu, Luki juga akan mengupayakan mendatangkan beberapa orang para penghuni asrama untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
"Kami akan melayangkan itu dan mudah-mudahan akan memperkuat untuk bisa hadir," lugasnya.
3. Tanggapan Tri Susanti
Tri Susanti, Korlap Ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya tampak santai meski sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sikap santai Tri Susanti itu terlihat saat ditemui Tribun Jatim (jaringan surya.co.id) di rumahnya di Jalan Mulyorejo Surabaya, Rabu (28/8/2019) malam.
Tri Susanti saat itu tengah menyambut para kerabat yang datang ke rumahnya seusai penetapan dirinya menjadi tersangka oleh Mabes Polri di malam tersebut.
Berdasarkan pengamatan, rumah tersebut ramai dikunjungi para kerabat Tri Susanti.
Kerabat yang datang bergantian hingga pukul 21.00 WIB.
![Tri Susanti alias Susi saat ditemui setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Rabu (28/8/2019) malam.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/tri-susanti-alias-susi-saat-ditemui-setelah-ditetapkan-sebagai-te.jpg)
Saat berbincang, Tri Susanti nampak santai meski dirinya sudah resmi ditetapkan menjadi tersangka.
"Tadi sudah dengar dari media kalau saya ditetapkan sebagai itu (tersangka). Pihak Mabes Polri yang bilang. Jam 20.00 WIB tadi kayaknya," kata dia, Rabu (28/8/2019).
Lebih lanjut Tri Susanti menjelaskan ia sudah mendapat panggilan dari Polda Jatim, Jumat (30/8/2019) mendatang.
Gurat wajahnya menunjukkan ekspresi santai, tidak seperti orang yang terbebani karena telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca: Pemblokiran Internet di Papua Sampai Kapan? Ini Kata Wiranto
Tri Susanti yang saat itu ditemani kakaknya mengatakan kalau ia yakin dirinya tidak bersalah.
"Saya yakin kalau saya tidak salah, makanya ya kita tunggu aja nanti kelanjutannya gimana. Ketika saya dan teman-teman datang ke asrama waktu itu di sana sudah ramai. Saya lo paling jadi orang ke-100 yang datang," jelasnya.
Tri Susanti menjelaskan, pihaknya sudah dihubungi berbagai awak media namun menolak.
"Tadi ada yang ngajak janjian juga buat ketemu. Bilang ke pengacara saya juga tapi saya bilang gausah dulu lah. Masnya ini yang pertama ketemu saya," kata dia.
4. Kata Kapolda soal Dugaan Rasis oleh Oknum TNI
Ditanya soal kasus dugaan ujaran bernada rasial yang dilakukan oleh oknum TNI, Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan hanya menjawab dengan senyum lebar dibibirnya.
Ia kemudian meminta awak media memverifikasi langsung pada pihak yang bersangkutan.
"Nah kalau itu silakan tanya langsung ke ke TNI. Ini tidak ada kaitannya, silakan tanya ke TNI," ujar dia.
![Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki Hermawan, saat ditemui awak media di Ruang Mahameru Polda Jatim, Selasa (21/5/2019).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kapolda-jatim-irjen-pol-luki-hermawan-saat-ditemui-awak-media.jpg)
Pasalnya, ungkap Luki, pihaknya hanya menjalankan tugas penegakkan hukum yang terjadi di tengah masyarakat.
"Kami hanya berurusan dengan kasus yang mengenai masyarakat," pungkasnya.
5. Lima TNI Diskors, Dua Terduga
Kodam V Brawijata memutuskan melakukan skorsing sementara terhadap lima anggotanya.
Lima anggota TNI yang mendapat skorsing sementara itu yakni Komandan Koramil Tambaksari Mayor Inf N H Irianto bersama empat personel Koramil lainnya.
Kapendam V/Brawijaya, Letkol Imam Haryadi mengatakan keputusan untuk melakukan skorsing terhadap lima anggota TNI itu berdasarkan hasil penyelidikan atas video yang viral.
"Sebelumnya ada pendalaman dari pihak kita terkait viralnya video pendek yang saat ini viral di media massa. Dari hasil penelusuran kita, penyelidikan kita, ada beberapa personel yang nampak di video tersebut lima orang, kita adakan penyelidikan," kata Imam dalam wawancara di program Kompas Petang, Senin (26/8/2019).
Baca: LBH Surabaya Dinilai Memanfaatkan Konflik Papua dan Memperkeruh Suasana
Dari lima personel tersebut, lanjut Imam, disimpulkan ada dua orang yang terlihat emosional dan begitu reaktif saat ketegangan terjadi antara massa dan mahasiswa Papua.
Dua orang itu, lanjut Imam, dijadikan terduga.
"Hasil penyelidikan sudah kita ambil kesimpulan, terlihat ada dua orang yang terlihat tampak lebih emosional di lapangan dan begitu reaktif itu kita jadikan yang terduga."
"Terduga di sini, terduga apa yang mereka lakukan di lapangan akan merugikan disiplin TNI. Kemudian kita tingkatkan ke penyidikan. Penyidikan dilaksanakan oleh Pomdam V Brawijaya," ujar Imam.
Imam melanjutkan, dua anggota TNI yang menjadi terduga itu dilakukan penyidikan lebih lanjut karena dianggap terpancing emosi dan menampilkan sikap yang tidak seharusnya dilakukan oleh aparat keamanan.
Jika terbukti melakukan pelanggaran, dua personel TNI itu dipastikan akan mendapatkan saksi.
Namun, Imam tidak sepakat jika apa yang dilakukan oleh anggotanya itu sebagai ucapan rasis.
Terlebih, dalam video tidak jelas siapa yang melontarkan ucapan bernada makian itu.
"Jelas, reward and punishment di TNI jelas dan tak bisa ditawar lagi, bila terbukti jelas itu nanti ada sanksinya."
"Tapi di sini perlu saya jelaskan lagi, dalam video pendek tadi tidak jelas siapa yang menyampaikan."
"Kami tidak sependapat dengan rasisme, saya pikir ini makian atau umpatan. Karena situasi pada saat itu sangat crowded sekali ya, saling terpancing emosi. Tidak ada sebenarnya niatan semacam kata-kata rasial, tidak ada."
"Tapi itu pun sudah kita salahkan seandainya itu berasal dari anggota kita. Namun terkait hal ini kita percayakan sepenuhnya penyidikan kepada kepolisian Polda Jatim dan kita siap mendukungnya penyelesaiannya," beber dia.
Soal berapa lama skorsing dilakukan, Imam menyatakan skorsing dilakukan sampai sesuai keperluan dalam penyidikan.
"Skorsing itu sifatnya sementara demi kepentingan penyidikan. Artinya kalau penyidikan membutuhkan waktu lama lagi nanti skorsing akan ditambah lagi," ujar dia.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas,com/Kontributor Surabaya, Achmad Faizal) (Surya/Luhur Pambudi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.